20.12
Aku duduk di meja rias bersama dengan rasa ragu ku, bimbang antara pergi atau tetap dirumah. Pikiranku terus saja bekerja keras untuk memutuskan satu keputusan yang terbaik.
Drrt drrt!
Handphone ku bergetar, mengalihkan perhatian ku ke layar dan memunculkan sebuah panggilan dari seseorang.
Zulfan❤️
Selalu lupa mengganti nama kontak itu. Batinku
Aku menggeser simbol hijau di layar handphone dan menunggu sambutan suara dari seberang sana.
"Hannah, kamu dimana?" Pertanyaan yang sepertinya sudah lama menunggu akhirnya tersampaikan.
"Aku akan segera kesana" jawab ku.
"Baiklah, aku akan memesan pesanan seperti biasa ya" nada santai Zulfan belakangan ini sering membuat darah ku naik.
Aku mematikan sambungan panggilan itu, beranjak dari zona ragu ku, dan mengambil langkah berani untuk menghadapi apa yang sudah sepantasnya ku hadapi.
Aku meninggalkan rumah besar nan sepi itu. Mendatangi tempat yang sudah menungguku.
- - -
Namaku Hannah Khairunnisa, aku berumur 19 tahun, aku anak dari pasangan ayah bernama Ryan dan ibu bernama Tyas. Aku juga mempunyai kakak bernama Haura dan adik bernama Haritz. Kami adalah keluarga modern yang terus bersaing di dunia metropolitan. Tak pernah puas akan hal yang terus berdatangan. Aku adalah salah satu wanita yang selalu bermimpi ingin menikah muda, alasannya ingin pergi dari keluarga yang selalu tak bisa dipegang.
- - -
Terlihat punggung pria yang masih kucintai. Iya, masih ku cintai, entah mengapa rasa ini terus memelukku, enggan meninggalkan rasa kecewa yang telah mendorong keras rasa itu. Perlahan ingin ku lari kedekapannya, melupakan semua kesalahan yang berdiri jelas.
Aku berjalan mendekati meja yang diduduki Zulfan.
Zulfan yang menyadari kehadiranku menghentikan kegiatan mengaduk minuman yang sudah tinggal setengah itu dan menoleh kepadaku.Duduk dihadapannya, memandangnya seperti ini membuatku terus mengulang kenangan yang bergantian mempresentasikan moment nya.
"Hannah, masih suka milkshake strawberry?" Tanyanya dengan senyuman yang ragu-ragu ia tampilkan.
"Apa hubunganmu dengan Shofia?" tanyaku terus terang.
Shofia, wanita yang belum lama ini sudah menjadi tersangka perusak hubungan ku dengan Zulfan.
"Untuk sekarang, sungguh, tak ada lagi hubungan ku dengan dia, bisakah kita tidak membahasnya? Mari lupakan saja, aku tau aku salah dan aku minta maaf atas itu" jelasnya tanpa ragu
Aku terdiam, tak tau harus bereaksi seperti apa, sebagian diriku setuju sedangkan hatiku tentu saja menolaknya.
"Aku mengenalnya saat aku mulai aktif dihimpunan politik, benar kalo aku sempat tertarik terhadapnya, tapi aku sadar itu bukan perasaan cinta seperti perasaanku terhadap kamu, Hannah. Aku sadar perasaan ku terhadap Shofia hanya perasaan kagum karna dia terlalu pintar terhadap bidang itu" aku melihat ketulusan dimata Zulfan saat ia menjelaskan.
"Di rumah makan itu.." nada suarku semakin merendah dan semakin menunjukkan bagian diriku yang setuju akan kata yang dikeluarkan Zulfan.
"Aku berencana mengakhiri hubungan ku dengannya waktu itu" seperti mengerti apa yang akan aku tanyakan, Zulfan langsung menjawab pertanyaan yang belum sempat ku selesaikan.
"Jangan mencoba berbohong" tegasku kali ini.
"Tidak, tak ada gunanya aku berbohong" tegasnya tak kalah.
"Aku kehabisan kata kata kali ini" jujurku.
"Tak perlu banyak berpikir, kita.."
"Tunggu, kenapa waktu itu kamu sama sekali gak menahanku atau mencoba menjelaskan?" Potongku setelah pikiran ku berjalan dengan normal kembali.
"Aku pikir kamu perlu waktu sendiri dulu, kamu tau makanan yang panas gak akan bisa kita tangani dengan langsung memakannya kan? Tapi setelah ku pikir makanan itu sudah sedikit hangat, aku menghampirinya, namun sepertinya belum sehangat prasangka ku" raut seriusnya masih setia bersamanya.
"Jadi, apa rencana mu setelah ini? Kamu berharap apa? Masih ada yang kamu mau setelah ini?" Emosi ku kabur dari perangkap.
"Aku ingin kita masih tetap bersama" Zulfan mengungkapkan keinganannya seperti pinta ku namun wajahnya terlihat pucat.
"Kamu ditolak, terlambat, aku gak bisa, kesalahan yang kamu perbuat cukup buat aku menutup hati untuk kamu" jawabku layaknya tak perduli dengan wajah Zulfan yang semakin kelabu dan berlumuran keringat.
"Ken.. kenapa? Jang.." belum terselesaikan apa yang akan disampaikan, aliran darah sudah meluncur bebas dari hidung Zulfan, membuat Zulfan menghentikan perkataannya dan mengusap aliran darah itu dengan tangannya, darah itu pun pindah ke tangan Zulfan yang terlihat sedikit bergetar.
Bersambung...
—————
Apa yang akan terjadi? Apa yang akan dilakukan Hannah kali ini? Apa Hannah akan kembali bersama Zulfan?Terus baca cerita Pick Up Happiness untuk menegetahui jawabannya yaa ><
Update: every Sunday
Sausan butuh kritik dan saran readers ni, bisa comment apa yang kurang atau ada opini yang membangun yaa ><
Jangan lupa tap ⭐️ kalau kalian menyukai cerita ini, dan share ke teman-teman kalian yaaa 🥰
-sausan-

KAMU SEDANG MEMBACA
Pick Up Happiness
No FicciónBukan kita yang tak bisa disatukan karena perbedaan yang kita miliki, namun kamu yang tak ingin berjuang untuk mempersatukan. Sesulit itukah? Jangan banyak tingkah. Tanyakan pada hatimu, Apakah kau sedang memperjuangkannya atau kau sedang membu...