Terkadang otak pun beberapa kali mengalah dengan kerasnya hati
Merasa menjadi pemimpin yang menguasai semua pihak
Mengikuti sang emosi yang mendorong
Tak ada kata yang bisa menggoyahkannya
Terlalu lemah untuk mengikuti kebahagiaan
Hingga mengikuti alur sang emosiAku berdiri sambil bersandar di dinding, menunggu bersama semua dengan emosiku yang selalu setia menemani. Tanganku saling meremas menunjukkan keresahan sang hati. Tetesan air matapun ikut tampil dengan semua drama yang ia punya.
Zulfan keluar dari toilet membawa segudang rasa lemas dan lemah. Aku seketika Menghapus air mata dan berdiri menedekati Zulfan.
"Ng.. gak papa?" Tanyaku memastikan.
"Gak, mau lanjut makan atau pulang?" Tanyanya.
"Pulang aja" Jawabku yakin.
"Hmm mau aku antar?" Tawarnya.
"Boleh" jawabku sambil menganggukan kepala.
Zulfan tak banyak berbicara saat kami berjalan menuju parkiran cafe. Zulfan menunjukkan sisi dinginnya saat ini, membuat rasa resah dan bingung semakin menjadi-jadi dan bercampur aduk. Aku hanya berjalan dengan tatapan ke punggung Zulfan bermain dengan rasa penasaran dan sebongkah pertanyaan yang memaksa keluar.
"Masuk" tak sadar kami sudah berara diparkiran mobil, Zulfan berdiri sambil memegang pegangan pintu mobil, menunggu ku masuk kedalam mobil hitam sedan milik Zulfan.
Dalam perjalanan tak banyak kata ataupun kalimat yang keluar dari mulut kami, hanyut dalam pikiran masing-masing. Melihat Zulfan yang dingin seperri ini membuat ku ragu untuk mengeluarkan kalimat-apalagi kata. Pandangan Zulfan yang fokus menyetir membuat suasana semakin canggung dan ragu untuk menghangatkan suasana.
Zulfan menghentikan mobil, kami sudah sampai didepan rumahku.
"Zulfan" panggilku, menghentikan niat Zulfan keluar dari mobil untuk membukakan pintu buat ku dan mengalihkan perhatiannya kepadaku, penasaran apa yang hendak aku sampaikan.
"Kamu taukan, aku memang si ratu baper, aku terlalu kekanak-kanakan untuk menyelesaikan masalah yang mampir dalam perjalanan kita. Aku gak bisa terus menyalahkan kamu tentang apa yang terjadi, mungkin aku yang kurang sehingga kamu berpaling, aku minta maaf untuk itu." Kataku sambil tertunduk dalam.
"Hannah" panggil Zulfan lembut.
"Maafkan aku Zulfan" kataku dengan bibir yang bergetar menahan tangis agar tetap pada posisinya.
Hangat, terasa hangat saat aku sadar aku sudah berada dalam dekapan Zulfan, ia menarikku dalam pelukannya, membuat tangisanku lolos dalam pengawasan ku.
"Kamu gak salah, Hannah" kata Zulfan menenangkan ku sambil mengelus lembut rambutku.
"Ayo kita buka kembali cerita kita, kita rangkai lagi dengan rangkaian kenangan yang lebih indah, lupakan semua rangkaian layu, anggap yang lau sebagai tangga agar kita bisa lebih telaten lagi dalam merangkai kenangan ini, kamu maukan merangkai kenangan sama aku lagi?" Lanjut Zulfan setelah aku lepas dalam pelukannya dan masuk dalam tatapan yang selama ini ku rindukan, teduh.
"Aku mau, Zulfan" jawabku sambil tersenyum lega dan disambut dengan senyuman Zulfan yang puas akan jawabanku.
Tuhan, maafkan aku karna egois
Aku hanya tak ingin bersabar lebih lama lagi
Terlalu sulit untuk menahan semua gejolak ini
Mungkin, jika aku bertahan lebih lama lagi, akan banyak lagi orang yang akan terluka
Aku hanya berpikir seperti itu.
Bolehkah aku egois kali ini?
Mungkin aku akan menyesal nantinya, tapi aku akan menikmati detik ini.Bersambung...
—————
Apakah keputusan yang diambil Hannah kali ini benar? Atau dia sedang terperangkap dalam permainan lain?Terus baca cerita Pick Up Happiness untuk menegetahui jawabannya yaa ><
Update: every Sunday
Sausan butuh kritik dan saran readers ni, bisa comment apa yang kurang atau ada opini yang membangun yaa ><
Jangan lupa tap ⭐️ kalau kalian menyukai cerita ini, dan share ke teman-teman kalian yaaa 🥰
-sausan-

KAMU SEDANG MEMBACA
Pick Up Happiness
Não FicçãoBukan kita yang tak bisa disatukan karena perbedaan yang kita miliki, namun kamu yang tak ingin berjuang untuk mempersatukan. Sesulit itukah? Jangan banyak tingkah. Tanyakan pada hatimu, Apakah kau sedang memperjuangkannya atau kau sedang membu...