[01] Karena Apel

2.2K 202 37
                                    

Bukan yang pertama, karena sudah berkali-kali empat mata kalian saling bersinggungan beberapa detik, bicara satu-dua kalimat formal, serta mengangguk sebagai penutup. Namun, khusus kala itu, memang merupakan titik balik hubungan kamu dan dia menumbuhkan tunas yang sehat ketika tanpa sadar kamu genggam opsi untuk merawat.

Seperti biasa, setelah tuntaskan serba-serbi kegiatan, kamu putuskan untuk menjatuhkan diri ke atas benda petak beralas empuk yang sering memanjakanmu mengarungi beragam alur yang disediakan alam mimpi. Seakan tidak cukup mencapai standarisasi kepuasan, kamu bergesit menggelung diri dalam kehangatan kawan benda yang sedang kamu tiduri. Sekian detik berkutat meresapi kenyamanan, bibirmu lantas menyemat senyum tanda kamu telah mendapatkannya.

"Sekarang, waktunya tidur," ujarmu sambil memejam mata. Terkadang. Tidak, bukan terkadang, tetapi betulan akurat bahwa kenyamanan yang diperoleh sebelum nikmati buaian akan hasilkan tidak hanya mimpi yang bagus, kualitas tidur pun sanggup dikantongi.

Akan tetapi, keinginanmu sederhanamu sama sekali ditentang oleh benda yang kamu abaikan esensinya sedari siang. Sehingga, lihat bagaimana benda tersebut mengamuk bersama lengking nada beruntun di atas nakas. Berbarengan membuka mata, kamu pun melepas helaan. Mungkin sudah saatnya melepas sikap abai terhadap kecanggihan zaman.

Tanganmu sigap merayap supaya mencapai keberadaan ponsel yang untunglah tidak membikinmu mesti berbalik apalagi turun sehingga meninggalkan posisi nyamanmu. Segera kamu tilik satu per satu pemberitahuan yang mampir di ponselmu, dan di sekian pesan itu, ada satu kontak yang menarik perhatianmu lebih jauh.

"Hm ... Hoseok?" Kamu bergumam pelan. Matamu terangkat ke langit kamar, menatap penuh kefokusan sampai meninggalkan lipatan di dahi. Nama yang terasa segar, tapi sayang kamu lupa siapa pemiliknya. Alhasil, kamu berusaha merayu kognisimu agar lebih tajamkan ingatan. Dan seperti pertanda bahwa kamu tidak perlu repot berjuang bersama pikiran, kamu sudah diberi jawaban jelasnya dari pesan yang menyusul. "Ah, Hoseok!"

Kamu lantas mengangguk-angguk, ingatan mengurai jelas seperti film dokumenter usai Hoseok menyinggung tentang apel. Tentu, kamu tidak lupa bagaimana peristiwa ketika kamu hendak berbelok ke persimpangan, malah disuguhi apel-apel berceceran, bahkan menggelinding. Atas dasar kemanusian dan simpati, pun kamu jelas terbiasa membantu di tiap harinya, maka kamu berinisiatif meringankan beban si pemilik apel yang nampaknya memang membutuhkan; dia keteteran.

Ingatan yang tampak menyebalkan, bukan? Apalagi ketika sedang lelah-lelahnya. Namun, sungguh, bagi kamu itu termasuk golongan memoar yang menyenangkan. Dengan mengulum senyum, kamu membalas pesan-pesan dari pemilik apel yang tidak lain bernama Jung Hoseok, tidak lupa menyertai ucapan terima kasih. Sebab, kamu pun kebagian mencicipi buah super manis itu tadi.

Beragam reaksi kamu tampilkan tatkala dapati balasan Hoseok. Kamu terkikik kala Hoseok beritahu pandangan atraktifnya padamu, kamu bergurat sungkan saat Hoseok menawarimu membagi apel secara lebih, kamu tersenyum pasrah sewaktu Hoseok mendapat persetujuanmu, dan kamu menjadi cerewet begitu Hoseok bilang dia sering sengaja tidur terlambat.

Mungkin kamu kurang atau bisa jadi tidak sadar, jika tindakan terakhirmu menjadi pemicu yang implusif dan luar biasa hebat bagi dirimu sendiri. Sebab gara-gara itulah, kamu mendapat pesan yang membikinmu ketar-ketir.

Jung Hoseok:

Kamu buka lowongan, tidak?

Lowongan menjadi kekasih.

Kalau buka dan masih kosong, aku mau isi.

Segera.

[]

[]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ENDING SCENE: Appleseok's Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang