[04] Akhiri Status

633 130 51
                                    

Lampu jalan yang berkedip di ujung sana seperti mengisyaratkan petunjuk, jika detik yang dilalui makhluk-makhluk di bumi sedang berada di bawah kuasa rembulan, kendati eksistensi si ratu malam itu hanya berupa gurat cahaya terkungkung awan-awan tebal. Baik langkahmu ataupun langkahnya, sama-sama terhenti di depan sebuah pagar yang aslinya berwarna langit di kala siang.

"Terima kasih untuk hari ini," Kamu berucap dengan intonasi yang kentara sekali beritahu seberapa bahagianya kamu.

Hoseok bilang hari-hari yang kalian lalui termasuk bagian dari kencan, tapi khusus hari ini, kalian laksanakan seperti apa kencan di makna sungguhan. Kendati yang dilakukan sangatlah klise—ke bioskop, makan, jalan-jalan di taman sampai angkasa mengganti selimutnya—hasilnya tetap tidak membuatmu menyesal habiskan waktu di luar rutinitas lazimmu di perpustakaan.

Melihat kepuasan menguasaimu, Hoseok lantas mengangguk, mengumbar senyum lalu berkata dengan nada manisnya langsung menusuk pendengaranmu, "Terima kasih kembali, karena sudah luangkan waktunya."

Jung Hoseok memang bukanlah cinta pertama, tetapi kenyataan bahwa dia satu-satunya orang yang menyambung lalu mengikat suatu simpul pada benang merahmu juga tidak bisa diremehkan gelegaknya. Padahal, sewaktu belum meresmikan hubungan, Hoseok sudah semanis itu; menjadikan kamu pusat dari segala curah kelakuan. Namun, setelah label kekasih tersemat, semua jadi terasa lain. Apa-apa yang dia kerjakan acapkali berhasil bikin pipimu memanas, belum lagi kedutan di sudut bibir senantiasa enggan diam. Dan demi genggaman kalian yang belum terlepas, itulah yang sedang melandamu.

"Lenturkan saja, karena nyatanya senyum lepas tidak bayar, kok. Aku senang malah, lihat kamu senyum-senyum. Rasanya ingin menerkam, tapi ingat tadi sudah kebagian."

Tanpa basa-basi, kamu hantam sisi lengan Hoseok yang tengah cengengesan itu dengan tangan bebasmu. Dan bukannya bungkam, Hoseok justru makin keras cekakakannya. Mengakibatkan kamu keteteran akan panas suhu tubuhmu yang mendadak naik, apalagi kala ingat di bagian singgungan Hoseok. Kamu menekuk leher, bermaksud menyembunyikan wajah di balik sana.

Mata Hoseok yang tinggal segaris itu sudah terbuka lebih lebar. Dia taruh tangannya di puncak kepalamu, tinggalkan jejak berupa usapan afeksi yang rupanya telah jadi adiksimu. "Aduh, lucu sekali, sih."

Dasar Jung Hoseok, desismu tanpa desibel dan aslinya kehabisan kata. Namun, tidak dapat ditampik bahwa saat pandanganmu terangkat pada profilnya, seulas senyum bebas pun hadir tanpa di minta. "Kalau begitu, aku masuk dulu, ya. Nanti aku kirim pesan."

Hoseok mengangguk satu kali dan menandas, "Berarti tugasku adalah membalasnya."

Seiring persetujuan tersebut, kalian melepaskan gandengan yang nampaknya malas berpisah, tetapi mesti tunduk oleh keadaan. Sebelum berjalan lebih jauh dari pagar, kamu beri Hoseok lambaian sebagai ucapan sampai jumpa. Puas mendapat balasan setimpal, kamu mengambil banyak langkah memunggungi Hoseok. Namun, sontak berbalik ketika posisimu sudah di depan pintu. Hoseok masih di sana, padahal jelas-jelas kamu kasih pesan agar Hoseok juga segera masuk ke tempat tinggalnya.

Atas dasar penasaran lantaran atensi Hoseok tidak berlabuh di presensimu, melainkan pada hunian punyamu, kamu pun mengambil langkah besar mendekatinya. Bahkan di jarak sedekat ini, intensitas pandangan kekasihmu itu asik pilih melumati bentuk bangunan sambil berpangku tangan. Alismu mengernyit tipis, dan ketimbang menerka akan sesuatu yang samar, kamu akhirnya bertanya, "Ada apa? Kenapa tidak kembali?"

"Sebaiknya sudahi saja status kita," pungkas Hoseok lurus.

Kamu atau siapa pun tahu, sekarang bukan otoritasnya siang. Tetapi rasanya, kamu seperti tersambar petir di siang bolong. Jika ini mimpi, kamu bahkan belum mengecap yang namanya manjaan dari kasur kesayanganmu. Kamu tercekik di kerongkongan, dan entah sejak kapan ribuan partikel oksigen di sekitar bertransfigurasi menjadi duri begini.

Ada apa? Kamu hendak tanyakan itu, sayangnya kondisimu tengah tercekat. Kamu larut mengobrak-abrik, siapa tahu temukan setitik kesalahan di momen kalian yang padahal kelewat baik-baik saja beberapa menit lalu.

"Status kita yang lainnya, sebagai tetangga. Sebaiknya kita akhiri."

Astaga, itu ternyata. Alih-alih layangkan tendangan sesuai hasrat, kamu mengembus napas lega sambil pampangkan senyum selaras. Untunglah matamu lambat memproduksi air, sehingga hanya kabut super tipislah yang tertinggal. Selagi pemudamu itu penuhi matanya dengan sorot mintai tanggapan, kamu menghapus titik air di ekor mata.

"Ayo tinggal bersama," ajak Hoseok bersama raut kesungguhan. "Kalau rindu tidak perlu telepon atau berjalan beberapa langkah ke depan, tinggal tangkap kemudian peluk." Sekonyong-konyong kamu terjerembab dalam sebuah rengkuhan, sebab Hoseok praktekan apa yang ia utarakan. "Lebih efisien, bukan?"

Kamu suka musik, dan detak jantung Hoseok sudah menjadi melodi kesukaan sejak pertama kamu merasakan kungkungan tersebut. Tidak tinggal diam, tanganmu turut serta melingkari pinggang Hoseok. Arkian, mendongak untuk resapi keindahan dirinya dari bawah sini. "Kenapa mesti repot-repot pindah, jika menginap adalah solusinya?"

Hoseok menunduk, cermati alur wajahmu sejenak lalu menarik sebelah sudut bibir. "Begitu?" Tatkala mendapat anggukan, dia kembali menyimpanmu, hanya saja kepalanya yang ia taruh di bahumu. Dari jarak sedekat itu, kamu rekam sekaligus arsipkan bagaimana resonasi kekehan kecil Jung Hoseok. "Sebenarnya, aku hanya cari alasan buat peluk kamu."

Kamu berdecak gemas, sementara tanganmu elus lembut punggung kokoh tersebut. "Kenapa mesti cari alasan? Padahal tinggal kamu lakukan juga pasti akan kusambut."

Jeda sejenak tercipta sampai Hoseok selesai dengan terkesiapnya.

"Kamu ini, terkadang pandai sekali mengacak-ngacakan perasaan orang." Hoseok ciumi sisi kepalamu berkali-kali. "Semoga yang kamu beri tanggungjawab hanya aku saja, yang lain tidak usah."[]

Jung Hoseok:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jung Hoseok:

Kalau sewaktu-waktu ajakan itu kuucapkan lagi, pastikan jawabannya 'iya', ya.

ENDING SCENE: Appleseok's Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang