[00] Epilog

1.1K 140 65
                                    

Di sela-sela cicitan yang berpendar oleh pengunjung di sekitar, kamu bertanya; salahkah kalau berusaha bahagia lebih awal, sehingga fakta yang terjadi malah menyajikan sebuah kontradiksi?

Namun, setidaknya kamu bangga sukses kendalikan diri, kendati presensi di hadapanmu ini berpotensi menghempas hati dan jiwamu ke dasar terdalam bernama kekalahan. Sesak berkepanjangan tentu tidak dapat dihindari, tetapi berkat kewarasan hasil didikan menahun yang masih tersisa, kamu sanggup memanipulasinya. Semoga sampai akhir, harapmu.

“Sudah lama, ya.” Vokal Hoseok tersebut kontan melesak lalu menusuk tepat pada pusat kerinduanmu yang membucah. Lengkungan bibirnya tetap sama. Manis, hangat dan indah, membikin kamu tidak berhenti berdesir akan hal itu. Gelenyarnya betul-betul serupa. Sudah pasti, karena tidak sedikit pun kamu diizinkan untuk beranjak berubah. Hidup di dunia bagian barat yang terkenal bebas dan mampu membuang kenangan masa lalu sambil tenggelamkan diri dalam pekerjaan kecintaan adalah omong kosong belaka. “Kamu apa kabar?”

Maka, bukan kesalahan apabila seulas senyum kamu hadirkan di detik berikutnya, biar terasa kaku. “Ya, seperti yang kamu lihat.” Dua tanganmu mengendik ringan, menutupi bahwasanya kamu tidak bisa menggamblangkan bagaimana keadaan orisinilmu. “Kamu sendiri, apa kabar?”

“Ya ....” Hoseok menggantung kalimatnya dengan nada panjang. Kepala hitam halusnya berjengit kecil. “Sama, seperti yang kamu lihat.”

Melihat Hoseok yang terkekeh sungguh mendorongmu untuk turut berkontribusi di setiap jengkal gemanya, tetapi kehadiran seonggok esensi di sebelah Hoseok seolah memberi batasan-batasan agar kamu tidak lancang melewatinya. Sambil memilin ujung pakaian, kamu layangi pertanyaan, “Yumi juga, apa kabar?”

Sejak Jung Hoseok mengirim pesan setelah lebih-kurang dua tahun memutuskan tali komunikasi, kamu sudah dicokoli beragam pengandaian tentang final semacam apa yang kamu maupun Hoseok dapatkan dari perjanjian sebelum berpisah. Harapan terbaik pastilah dijunjung setinggi mungkin. Namun, kedatangan Jeon Yumi mengiringi Hoseok tatkala melintasi teritori indra penglihat, kamu terlanjur pegang kepercayaan yang susah payah kamu kungkung dan kutuki.

Jika mengedepankan kejujuran dan realitas, kamu skeptis terhadap penutup yang bahagia ataupun baik-baik saja. Dan lihat, apa imbas dari diam-diam memelihara keraguan? Kalau sudah begini preskripsi, tidak ada jalan selain mengembalikan cincin pemberian Hoseok dan selesai.

Sebelum menapak di sini, kamu sudah siap, bukan? Oleh karena itu, menjadi tugas wajibmu bertahan sedikit lagi, setidaknya sampai kalimat perpisahan terucap dengan benar, dan barulah kamu pikirkan langkah bangkit semacam apa yang bakal kamu implementasikan. Meski hatimu tengah kembang-kempis sambil menjerit ingin bebas dari ketercekatan.

"Aku?" Gadis Jeon tersebut menunjuk diri seakan tak percaya. Lewat kedipan, kamu mengiyakan. "Tentu, aku di keadaan yang luar biasa. Terima kasih sudah bertanya. Jujur, aku tadinya takut kamu marah karena terusik olehku," balas Yumi dengan raut riang.

Seketika kamu terhantam. Astaga, gadis seperti ini, mana sanggup kamu saingi. Dia manis, dan agaknya punya hati yang selaras. Perpaduan sempurna, jika disandingi dengan Hoseok. Melirik ke Hoseok yang tertawa akan tingkah Yumi lantas mendesakmu berpikir untuk berhenti berlagak egois atas nama kebahagiaan pribadi, dan mulai relakan Jung Hoseok berpindah hak penuh kepada Jeon Yumi.

Tidak mustahil buat hati manusia berubah, dalam sekian detik andaikan didukung takdir pun, maka jadilah. Seperti kamu. Kamu yang luluh dengan segala perhatian Hoseok, padahal di awal tidak terbesit merentangkan tangan tanda menerima. Bergitu pula Yumi ke Hoseok. Mereka hanya butuh saling lengkapi atas status yang telah tersemat di masing-masing benang merah.

"Maaf sudah membuatmu berpikir begitu, Yumi. Dan Hoseok?" Kamu merampas dua atensi berbeda corak di depanmu.

Dipanggili olehmu, Hoseok lantas menyahut, "Iya?"

"Hm, mungkin ini terlambat. Tapi—" Kamu mengorek sesuatu dalam tas mini di pangkuanmu. Kamu mengambil jeda guna yakinkan diri sebelum kamu keluarkan lalu taruh kotak kecil berwarna biru tua tersebut di atas meja. "Aku kembalikan." Kamu beri dorongan kecil agar lebih dekat jangkauan Hoseok. Senyum bersalah kamu sematkan tatkala menatap Hoseok dan Yumi bergantian. "Maaf, ya, sudah menjadi penghalang kelanjutan hubungan kalian."

Mungkin Hoseok memang berhasil menata rajutan cacat itu menjadi lebih baik, tetapi bukan bersamamu. Jadi, kamu merasa mesti terima fakta, bahwa di pihakmulah kekalahan memilih.

"Sebentar, biarkan aku berpikir," cegat Yumi mengaruh tangan di depan dada. Ia cermati kotak cincin dengan alis tertekuk, dan sejurus kemudian, menghujani Hoseok tatapan nyalang. "Astaga! Jung Hoseok, mau sampai kapan kamu mempermaikannya? Cepat beri dia benda itu!"

Mendapat pandangan mematikan dan pukulan telak, Hoseok tidak sempat tampilkan ekspresi jenaka. Ia diburu untuk sesegera mungkin mempertontonkan kepadamu benda persegi warna kecokelatan seperti buku tua dengan ornamen ukiran klasik yang menghias. Apa? Padahal kamu hampir runtuh. Kamu telisik keseluruhannya, dan sekonyong-konyong kernyitanmu lenyap, berganti tercengung—pupilmu mengecil sesaat bersama tangan yang implusif menutupi mulut. Sontak kamu angkat pandangan.

Bagaimana?

"Ah, Taehyung sudah menjemput! Aku permisi dulu, ya. Nikmati waktu kalian." Buru-buru gadis Jeon itu menyelampirkan tasnya kemudian bangkit. Sebelum berlalu, ia berpesan, "Jangan lupa datang. Tidak, tidak. Harus datang. Oke? Hoseok, pastikan itu! Awas saja, kamu jaminannya!"

Sepeninggalan Yumi, kamu tetap terpaku pada ukiran nama di atas benda yang di mana itu adalah sebuah undangan dengan kesangsian. Jeon Yumi yang tertulis cantik di sana, bukan Jung Hoseok yang menemani. Benar, alih-alih Jung Hoseok, Kim Taehyung-lah yang menggandengi.

Bagaimana?

Lantaran terlalu berlarut, kamu tidak sadar jika Hoseok telah berpindah ke sisimu. Menarik kursi agar lebih dekat. Kamu rasakan sentuhan di kedua sisi lengan, menuntunmu menatap penuh sosok Hoseok yang melimpahimu berjuta afeksi melalui kelumbutan sorotnya. Getaran menandangi sekujur daksamu. Beragam gelegak yang melebur berlomba-lomba menyeruak. Persetan bagimu orang sekitar, karena ledakan rasa tertahan ini kelewat menggila.

"Sulit menyadari apalagi meyakinkan kedua orang tua kami, bahwa keputusan yang mereka buat itu keliru. Namun, untunglah Yumi berada di pihakku. Semua jadi lebih gampang, meskipun memakan waktu." Kala Hoseok menangkup wajahmu lalu mengusap air mata yang merembes tanpa sanggup terbendung dengan ibu jari, dia tersenyum lega. "Istirahat selesai, dan mari kita susul mereka secepatnya."[]

[s e l e s a i]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[s e l e s a i]

halah, si kamu ini kok kaku bener. Percuma dong timbul konsep semacam selingkuh dan pelakor di dunia ini? Wkwk, itu pikiran pas balik dari sekolah 😄 dramanya kebangetan banget iya, padahal awalnya ringan gitu. Eh, Yumi-nya dipinjemin ke taehyung dulu, tapi Hoseok x Yumi tetep absolut kok. Ehee.

Oh iya, buat yang berhasil baca sampe sini selamat ya, kita berada di akhir yang sebenarnya. NIKAH KAN, HAPPY KAN?!  👌😄🔫

p.s: aslinya memang mau ditinggal aja, tapi kesian banget rasanya *ngacir*

Selasa, 30 April 2019.

ENDING SCENE: Appleseok's Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang