1. Mr. Lust

320 20 0
                                    

Haruto berjalan dengan gontai menuju kamar mandinya. Dengan nyawanya yang belum sepenuhnya berkumpul, ia menatap pantulan diri. Masih tampan. Meskipun umurnya sudah tidak bisa dikatakan muda lagi.

Haruto membasuh wajahnya yang nyaris sempurna itu. Ahh, menyegarkan sekali. Ia lalu menjalankan morning routine-nya dengan cepat. Karena ia tahu 'saudara-saudaranya' pasti sedang menunggu di bawah dengan tidak sabar.

Setelah siap, Haruto turun dengan langkah yang agak tergesa. Ia pasti sudah terlambat. Sesampainya di ruang tengah, 'saudara-saudaranya' sudah memandangnya dengan tatapan tajam. Haruto hanya bisa tersenyum kikuk menanggapi tatapan mereka. Apalagi saat melihat Asahi. Tulangnya mendadak seperti rontok.

"Terlalu lama," ucap Jihoon dengan nada dinginnya.

"Dasar, kau ini laki-laki atau perempuan?" ejek Jaehyuk.

"Apa kau pakai make-up dulu?!" tanya Yedam dengan nada tinggi. Asahi hanya diam dan terus memberinya tatapan membunuh.

"Maaf. Semalam aku terlalu asyik bermain game sampai larut. Jadinya aku kesiangan," jelas Haruto dengan takut. Saat seperti inilah yang paling Haruto tidak suka. Ia akan kalah kalau 'saudara-saudaranya' sudah kesal.

"Sudahlah, daripada membuang lebih banyak waktu, lebih baik kita mulai pencarian sekarang," ucap Jihoon sambil bangkit dari duduknya lalu keluar dari rumah. Yang lain mengikut. Inilah kegiatan mereka selama ini. Mencari ikatan benang merah di antara beribu gadis di sekitar mereka.

Sudah bertahun-tahun mereka menetap di Korea untuk mencari 'harta karun' mereka setelah puluhan tahun berkeliling dunia. Semoga 'harta karun' mereka memang berada di sini. Mereka semua berpencar dengan harapan bisa bertemu dengan treasure mereka.


• • •


Haruto tidak ada ide mencari 'miliknya' kemana. Ia hanya mengikuti langkah kakinya saja. Ternyata mall bukanlah tempat yang terlalu buruk, pikirnya. Ia melihat-lihat sekeliling.

Banyak sekali gadis yang terpesona oleh ketampanannya itu. Tapi ia terus saja memasang wajah cuek, karena sedari tadi ia belum menemukan orang yang dia cari. Akhirnya ia memutuskan untuk ke lantai tiga, tempat menjual berbagai macam kebutuhan fashion.

Entah kenapa ia tertarik dengan salah satu toko baju di sana. Haruto memasukinya tanpa ragu. Ia melihat-lihat toko itu dengan asyik, sampai...

BRUK!

"Aww..!" terdengan suara rintihan kecil dari orang yang ditabraknya.

Haruto menoleh ke arah seorang gadis yang sebelumnya tidak sengaja ia tabrak. Matanya melebar ketika perlahan benang merah terbentuk dari jemari gadis yang tengah kesakitan itu. Benang itu lalu menaut jari kelingkingnya.

'Yoon Esha, apakah itu kamu?'


• • •


Kecelakaan kecil itu berakhir di salah satu tempat duduk yang ada di mall. Selama 30 menit, hanya diam yang menyelimuti mereka.

"Hey." Ada desiran aneh dan tidak normal pada syaraf-syaraf yang ada di dalam tubuh Haruto. "Apa?" tanya Haruto menyembunyikan kegugupannya. Sial, semoga gadis ini tidak menangkap gelagatnya yang aneh. Diam. Haruto menghela apas.

"Kamu mau apa?" tanyanya dengan tidak sabar. Gadis itu menatap Haruto tepat pada netranya. Haruto menemukan binar tersembunyi di mata gadis manis dengan freckles itu. 'Aku tidak yakin Esha adalah orang Korea asli,' pikir Haruto.

"Watanabe... Haruto?" tanya Esha dengan wajah yang menurut Haruto imut. "D-darimana kamu tahu namaku?!"

"Aku treasure-mu, Yoon Esha." Binar di matanya semakin berpendar. "Kamu tahu? Aku sudah mencarimu puluhan tahun," ucap Esha degan nada kesal. "Itu salahmu. Kenapa juga kamu harus mencariku? Seharusnya aku yang mencarimu. Kamu hanya perlu menungguku. Kalau begini sama saja kamu merepotkanku," omel Haruto dengan cepat. Esha mengedip-ngedipkan matanya lucu. Sial, pipi Haruto memanas! Haruto memalingkan pandangannnya ke arah lain.

"Yaa... maaf. Aku hanya terlalu senang telah terpilih menjadi treasure dari sekian banyak vampir wanita. Kamu harus tahu, menikah dengan seorang pangeran adalah impianku dari dulu," ucap Esha dengan nada bersalah dan menunduk. Haruto paling tidak bisa melihat yang seperti ini.

"Kwiyowo..." gumam Haruto. Esha yang masih bisa mendengarnya mengangkat wajah. "Kwiyowo? Siapa? Aku? Eyy... aku tahu kalau aku itu imut. Tidak usah malu-malu mengatakannya," Esha menggoda Haruto terus-menerus.

Tiba-tiba Haruto menyesal sudah menganggap Esha itu gadis yang imut, manis, cantik, dan apalah itu.

"Damare! Urusai." (Diamlah! Berisik)

"Wlee... vampir tsundere," ejek Esha sekali lagi sebelum bangun dari duduknya.

"Oke, sepertinya kita harus berpisah dulu di sini. Aku harus pulang," kata Esha.

"Pulang saja, sana!" usir Haruto dengan garang. Meskipun Haruto berkata demikian, ada sedikit rasa berat untuk berpisah dengan Esha. Pencarian puluhan tahun dan hanya ada pertemuan satu jam?! Yang benar saja! Haruto mau lebih!

Saat Esha hendak berbalik meninggalkan tempat itu, dengan sigap Haruto menahan tangan mungil Esha. Gadis itu membalik badan dengan tatapan bingungnya yang membuat Haruto salah tingkah. "Biar kuantar kamu pulang," katanya dengan agak gugup.

Perlahan senyum di bibir mungil Esha mengembang. Haruto ini manis sekali!

"Baiklah, kamu yang mengatakannya," kata Esha. Desiran asing sekali lagi menjalari tubuh Haruto. Rasanya seperti ribuan kupu-kupu terbang di dalam perutnya. Cepat-cepat Haruto melepas genggaman tangannya dan berjalan mendahului. Esha hanya mengikutinya dari belakang.


• • •


Setelah beberapa lama berjalan, Haruto bingung di mana rumah Esha. Ia berhenti mendadak dan membuat Esha juga berhenti. Haruto berbalik dengan wajah masam.

"Di mana rumahmu?" tanya Haruto dengan dingin.

"Tidak jauh lagi, kok. Lurus saja, sampai pertigaan di depan belok kanan, sampai di depan sebuah hotel lalu belok kiri, ada gang masuk ke situ dan belok kanan, setelah itu kita akan berada di kompleks rumahku, lurus mengikuti jalan, blok ketiga belok kanan, rumahku yang berwarna oranye," jelas Esha dengan panjang dan lebar. Mulut Haruto melongo mendengar penjelasan Esha. Sungguh, tidak ada satu kalimatpun yang ia hafal.

"Kenapa bukan kamu saja yang menunjukkan jalannya daritadi?" tanya Haruto dengan sinis.

"Lah, siapa yang berjalan mendahuluiku tadi? Tanpa bertanya pula," balas Esha dengan santai.

"ARGHH!!" Haruto menarik tangan Esha agar gadis itu bisa berjalan di sisinya.

Sejenak Haruto menyesali kebodohannya barusan. Tanpa berpikir dulu ia menggenggam tangan Esha, dasar sang Pangeran Nafsu memang selalu gegabah. Tapi, ia merasa nyaman dengan genggaman tangan itu. Perlahan, Haruto menyelipkan jemari panjangnyanya dengan jemari mungil Esha. Pipi Haruto sudah mulai panas lagi saat merasakan balasan dari Esha.

Haah... sepertinya hari itu akan menjadi salah satu hari paling berharga bagi Haruto. Menemukan cinta sejatinya.



•°Mr. Lust finished°•




Next or unpub?

TREASURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang