4. Dragon's Tear

128 14 10
                                    

Api ada di mana-mana. Meskipun lautan pohon itu sudah tidak terlihat seperti hutan, namun sang Amarah tidak mau berhenti menyemburkan kebenciannya. Kedua mata merahnya yang bersinar memancarkan suasana hati yang sudah terlukis di hadapannya.

Ia mengembangkan kedua sayapnya dan meneriakkan nama terkasih yang telah pergi. Sungguh parau suaranya. Perasaan yang ada di lubuk hatinya yang terdalam membuncah keluar. Tidak ada yang bisa menghentikannya. Tak ada yang berani menghentikan Yang Agung.

Namun secara tiba-tiba, sebuah gelombang air menghapus semua api yang ada di sekelilingnya menjadi asap tebal. Lalu gelap. Ia tidak pernah tahu siapa yang telah melakukannya.


• • •


Yedam terbangun dengan tiba-tiba. Mimpi buruk itu lagi. Kenapa harus mimpi itu yang datang?

"Kak Chan..." gumamnya ketika sekelebat wajah yang sangat ia kenal melintasi benaknya. Semenjak kejadian itu, Yedam tidak bisa benar-benar menangis. Dan itu sangat menyiksanya. Ia harus menenangkan diri.

Yedam mengambil posisi duduk di pinggir kasur lalu perlahan berdiri dan memakai jaket kulitnya. Ia buka pintu balkonnya lebar-lebar menikmati tiap hembusan napas beku sang Malam. Sudah lama ia tidak melompat dari balkon kamar semenjak ia sering dilarang ibunya. Yedam menatap mata malam yang terbuka penuh di hadapannya. Sepertinya serigala akan banyak yang keluar malam ini.

Satu hentakan kakinya langsung mengantarnya ke dahan pohon yang berada lumayan jauh dari rumah. Yedam ingin pergi ke danau tadi. Sepertinya tempat itu bisa membuatnya tenang. Secepatnya ia melompat menuju lokasi danau itu.

Udara malam itu memang menusuk tulangnya, apalagi Yedam sekarang sedang berlari. Tapi hatinya tidak bisa sedingin saat ia melihat Yoongyu. Diam-diam dalam hatinya berharap Yoongyu ada di danau itu. Entah untuk alasan apapun itu. Ia ingin bercerita kepada Yoongyu. Ia ingin menangis di hadapan gadisnya.

Tidak ada siapa-siapa. Air tenang dengan pantulan kecantikan dari bulan purnama tidak mengubah apa-apa dari perasaannya.

Ia mengeluarkan handphone dari saku jaket, hendak memberi pesan pada Yoongyu. "Tentu saja. Apa yang aku pikirkan? Dia pasti sedang tidur sekarang," ucap Yedam dengan senyum getir yang terpatri di wajahnya.

"Oh, ada vampir ternyata." Yedam membalikkan badan. Ada seseorang di balik gelapnya hutan malam di hadapannya. "Keluar."

Bayangan itu perlahan menjadi berbentuk. "Mau apa kau malam-malam ke sini?" tanya Yedam curiga. "Tentu saja berburu. Memang apa yang kami lakukan malam ini selain berburu?" balas anak muda di hadapannya ini.

"Werewolf kecil sepertimu? Untuk apa ikut berburu? Tidak takut hilang, Junghwan?" Tanya Yedam remeh. Anak muda di hadapannya memandangnya dengan kesal. "Aku sudah tidak kecil lagi! Umurku sudah 54 tahun!" ucapnya tidak terima. Umurku sudah 69 tahun, batin Yedam.

"Terserah kaulah. Sekarang lebih baik kau pergi sebelum tertinggal rombonganmu!" usir Yedam.

"Baiklah, aku pergi. Oh iya, hati-hati di danau ini. Banyak yang bilang danau ini ada naga airnya," kata Junghwan memperingati Yedam. Yang tua berdecih. "Aku juga naga. Untuk apa aku takut pada sesama naga?"

Junghwan tidak menggubrisnya dan langsung berubah menjadi seekor serigala yang ukurannya dua kali serigala normal. Junghwan melompat dan berlari menjauh dari danau. Yedam memandang kepergian werewolf muda itu dengan tatapan datar.

Dari tempatnya, Yedam bisa mendengar air danau di belakangnya berkecipak. Ia berbalik dan terkejut melihat penampakan di hadapannya. Bukan. Bukan naga air seperti yang dikatakan Junghwan tadi. Melainkan gadisnya sedang mengapung dalam keadaan tidak sadar dengan kaus putih tipis, dan jeans selutut. Kali ini, kesalahan apa lagi yang ia perbuat?


• • •


Wajah penuh tanda tanya Yedam mengamati tubuh yang terbujur di hadapannya ini. Dadanya memanas. Ingin sekali ia berteriak dan menyalahkan Yoongyu. Dinginnya malam tanpa jaket tidak dirasakan lagi oleh Yedam.

"Mmhh..." Yedam masih diam menatap Yoongyu. Perlahan mata cantik itu membuka. Dan yang membuat Yedam makin bertanya-tanya adalah mata Yoongyu yang berwarna biru muda. "Apa?"

Yoongyu seperti kebingungan. Ia bangkit untuk duduk dan mengamati sekitar. "Kenapa aku ada di darat?" gumamnya. Sepertinya Yoongyu belum menyadari keberadaan Yedam di hadapannya. "Eoh? Yedam-ssi." Yoongyu langsung bangkit sambil memegangi jaket Yedam. Mata merahnya menatap tajam netra Yoongyu.

"Hal bodoh apa yang kamu lakukan?" tanya Yedam dengan nada dingin menahan marah. Yoongyu bingung harus menjelaskan bagaimana.

"Aku... Eumm... Setiap bulan purnama aku selalu bersemedi di dalam air," jawab Yoongyu ragu. "Untuk apa kamu melakukannya?" tanya Yedam lagi dengan tajam.

"Ayahku yang memintanya. Katanya, kalau aku mau menyempurakan kekuatanku, aku harus berusaha," jawab Yoongyu. Yedam menghembuskan napas kasar dan membalikkan badan lalu berjongkok. "Yedam-ssi?"

Yedam tidak menjawab, tapi Yoongyu melihat bahu Yedam bergetar. Yoongyu bergegas mendekati Yedam dan menenangkannya. Yedam menangis. Bukan dengan air mata biasa. Air matanya berwarna merah tapi bukan darah.

"Yedam-ssi, kamu... menangis?" tanya Yoongyu hati-hati. Mata merah Yedam semakin meredup bersamaan dengan air mata yang semakin deras. Inikah air mata sang Amarah?





•° Dragon's Tear finished °•

TREASURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang