3. The Anger

152 14 4
                                    

Mian, next week I can't upload this story, so I upload it now. Hope you enjoy!


Yedam sekarang sedang menikmati indahnya netra sang Senja. Sendiri. Ia berjalan sambil menendang kerikil-kerikil yang ia temui. Hembusan napas sore di pinggir pantai itu terasa menyapanya dengan dingin meski Yedam tidak merasakannya.

BUK!

"Hey!" seru Yedam kepada seorang gadis yang barusan menyenggolnya. Gadis itu berhenti dan tidak membalikkan badan. Aneh, biasanya Yedam akan langsung tersulut amarahnya. Tapi kali ini tidak.

'Kenapa aku tidak marah?' batinnya.

Kau akan menemukan seseorang yang nantinya bisa mendinginkan dirimu. Kedamaian akan selalu mengikutimu kemanapun kau pergi. Kau beruntung mendapatkannya.

'Ah, si Madam lagi.'

Yedam terlalu fokus dengan pikirannya, sampai ia tidak menyadari ada benang merah yang bertautan pada jari masing-masing.

'Apa ini?'

Yedam melebarkan matanya tidak percaya. 'Berarti dia...'

"Treasure," ucap Yedam tiba-tiba. Gadis di hadapannya tampak kaget dan melihat tangannya sendiri. Gadis itu mencoba untuk pergi karena ia pikir hal ini hanyalah imajinasinya yang terlalu tinggi untuk bertemu pangerannya. Namun Yedam mencegahnya dengan cepat lalu membalik badannya. Yedam membawa manik berwarna merahnya bertemu dengan sang Hazel.

"Wow... Matamu indah..." puji gadis itu tiba-tiba. Sekarang bukan hanya matanya yang merah, namun pipinya juga berwarna sama. Yedam melepaskan tangan gadis itu dengan cepat dan mundur beberapa langkah.

"Pangeran Yedam, benarkah itu kamu? Aku tidak bermimpi, kan?!" Gadis itu histeris menatap Yedam yang beberapa langkah ada di hadapannya itu. "Ah? Pipimu merah. Manisnya~" Wajah Yedam semakin tidak terkondisikan. Rasanya lebih panas daripada saat aku terbakar, pikirnya.

"Kiyowo~"

"Aaa... Imutnya."

"Kamu memang ma--" Dengan cepat Yedam membekap mulut gadis di hadapannya itu. Gadis itu menatap Yedam dengan tatapan lucunya. Sementara Yedam merasa kesal pada gadis itu. Tapi ia tidak bisa marah padanya.

"Diamlah... Kang Yoongyu." Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali. Setelah itu mengangguk. Yedam menjauhkan tangannya. "Kamu tahu namaku?" tanya Yoongyu.

"Bukankah kita tahu nama masing-masing?" Yedam balik bertanya. Yoongyu terdiam.

"Benar juga." Lalu ia tertawa karena kebodohannya sendiri. Yedam memandang Yoongyu yang sedang tertawa dan seperti ada rasa dingin di dalam dadanya yang biasanya panas. Rasa damai dan tenang. Yedam merasakan seperti sudah mengenalnya sejak lama. Apakah ini yang namanya cinta?

"Yoongyu..." panggil Yedam. Yoongyu memandang Yedam dengan tatapan penasaran.

"Sepertinya sang Api sudah dipadamkan oleh sang Air." Yoongyu tersenyum mendengan ucapan Yedam.

"Dan sang Air merasa bangga karenanya." Keduanya tersenyum.

Tapi jangan lupa,
Tetap ada angin yang akan mengobarkannya kembali.


• • •


Yedam dan Yoongyu sekarang sedang duduk di dahan pohon dan melepas kepergian sang Siang. Mereka diam tanpa ada yang berusah mengobrol. Yedam dengan rasa damai di dadanya dan Yoongyu dengan rasa senangnya karena bertemu Yedam. Lalu Yoongyu teringat sesuatu.

TREASURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang