2. Going Crazy

160 17 0
                                    

*tulisan bergaris bawah menggunakan bhs. Jepang


Malam itu Haruto bersikap aneh. Sangat aneh, dan terlalu aneh. Ia pulang paling larut daripada yang lain. Haruto tidak pernah tersenyum sebanyak itu sebelumnya. Dia juga terlihat sangat senang. Bahkan Haruto menunjukkan ketertarikannya pada semua hal. Sangat tidak biasa.

Empat yang lain bertanya-tanya. Apa telah terjadi sesuatu pada Haruto? Kepalanya terbenturkah?

Karena lelah berasumsi sendiri, Jihoon memutuskan untuk menanyakan hal itu pada Haruto secara langsung.

"Katakan padaku, kau ini sebenarnya kenapa?" tanya Jihoon dengan bahasa Jepang yang lancar.

"Kenapa?" Haruto balik bertanya.

Jihoon menghela napas sebelum melanjutkan kalimatnya. "Kau terlihat aneh malam ini. Apakah sesuatu telah terjadi padamu?"

"Aku? Aneh? Aku tidak mengerti," ucap Haruto tidak paham. Sungguh, ia sedang tidak main-main. Ia benar-benar tidak mengerti maksud Jihoon.

"Kau selalu tersenyum, menjadi lebih tertarik dengan sesuatu, dan kau lebih ceria dari biasanya. Apakah itu tidak aneh? Kau juga mendadak menjadi bodoh."

Haruto malah terkekeh mendengar ucapan Jihoon barusan. "Aku sudah tertular virus bodoh," gumam Haruto pelan. Tapi tidak terlalu pelang untuk Jihoon agar bisa terdengar.

"Maksudmu?"

Haruto menoleh ke arah Jihoon, lalu tersenyum. "Sudahlah, lupakan saja!" Haruto hendak pergi, namun dicegah oleh Jihoon.

"Apa kau sudah bertemu treasure-mu?" tanya Jihoon dengan nada serius.

Keduanya diam untuk beberapa detik. Tawa kecil Haruto membuyarkan suasana. "Menurut hyung?" ia balik bertanya sambil tersenyum. Jihoon hanya diam berpikir.

"Ya! Jujurlah, Kita semua sudah sepakat kalau kita sudah bertemu dengan treasure masing-masing, kita akan memberitahu hal ini kepada semuanya. Kita semua sudah janji," desak Jihoon.

Haruto masih tersenyum. "Kalau begitu aku akan mengatakannya kalau kalian sudah bertemu treasure kalian. Sekalian saja, biar tidak repot," katanya. Jihoon mendengus dengan tatapan dinginnya.

"Baiklah. Terserah kau saja."

Diam-diam di ambang pintu ada yang mendengarkan semua percakapan mereka. Orang itu tengah dalam kebimbangan. Haruskah ia segera mengatakan yang sebenarnya pada yang lainnya?


• • •


Haruto melempar tubuhnya ke atas kasur. Seketika memorinya beterbangan memenuhi seisi kamarnya. Memori manis. Bersama Esha, meskipun secara tidak langsung. Dia tersenyum sendiri membayangkan itu semua. "Aku menjadi gila sekarang." Ia menatap atap-atap kamarnya yang berwarna kuning pucat itu.

"Apakah begini rasanya jatuh cinta?" Haruto tersenyum dan mulai mengingat kembali hal yang terjadi setelah mengantar Esha pulang. Haruto menyentuh bibir bawahnya dan tersenyum lebar.


• • •


"Sudah sampai!" seru Esha sambil membelakangi rumahnya. Senyumnya mengembang dengan manis. Haruto menyembunyikan kegugupannya dengan batuk kecil. Hanya rumah minimalis biasa bertingkat dua, tapi cukup nyaman sepertinya. Tiba-tiba Haruto ingin menanyakan hal ini.

"Apakah Ayah atau Ibumu ada di rumah?"

"Hanya Ibu yang ada di rumah. Ayah sedang ada di kantor," jawab Esha. "Kenapa?"

"Tidak apa-apa. Sudah, masuklah!" Haruto mengibaskan tangannya, menyuruh Esha masuk ke dalam.

"Tidak mau mampir dulu?" tawar Esha. Haruto menjadi ragu. Dia belum siap untuk bertemu dengan calon mertuanya.

"Tidak."

"Yakin?"

"Ya."

"Baiklah kalau begitu. Dōro ni chūi shite kudasai!" (Hati-hati di jalan!) Esha masuk ke dalam rumahnya dengan berlari-lari kecil.

Petang kemudian datang menemani Haruto yang sedang duduk di dahan sebuah pohon yang agak jauh dari rumah Esha. Ya, dia belum pulang daritadi. Mata kuningnya yang menyala di antara gelapnya malam sedang memperhatikan gerak-gerik Esha. Ia ingin masuk ke kamar Esha sekarang. Nafsunya mulai menguasai dirinya.

Dengan sekali hentak, Haruto melesat dan langsung berdiri di sisi lain balkon kamar Esha. Syukur saja Esha tidak melihatnya. Dia sedikit mengintip dari balik pintu kaca. Esha duduk di kursi meja belajarnya dan beruntung pintu kaca itu ada di belakang Esha. Mata kuningnya perlahan berubah menjadi normal kembali.

Ia sedang menulis. Haruto membaca setiap tulisan yang ditulis Esha. Ia menuliskan semua peristiwa yang terjadi hari itu. Dan Esha menyebutnya dengan 'Haru-chan'.

Haruto terus saja memperhatikan Esha yang masih menulis. Lama-lama Esha menguap semakin sering dan akhirnya tertidur di atas meja. Haruto perlahan memasuki kamar Esha. Sepertinya Esha terlalu pulas sampai tidak sadar kalau Haruto sudah ada di sampingnya.

Pelan-pelan Haruto mengangkat tubuh Esha dan memindahkannya ke atas kasur. Haruto tidak sengaja melihat bibir Esha. Bibir mungil berwarna merah muda. Mata Haruto kembali berubah menjadi kuning. Kali ini ia benar-benar tidak bisa menahannya lagi. Ia memajukan wajahnya. Ia bisa meresakan hembusan lembut napas Esha. Dan malam itu Haruto tahu betapa manis rasanya ciuman pertama.




•°Going Crazy finished°•




Just wanna say 'Hi' - Je

Next is Bang Yedam

TREASURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang