lembar 10- Baru

49 16 0
                                    

Sekalipun kita tidak mau, semua ada bagian dari rencana semesta yang hakikatnya harus kita terima, ya, percaya saja kalau bahagia pasti selalu melakukan tugasnya.

Apa yang lebih buruk dari rasa patah hati? Lebih dari sesekali kehilangan orang yang awalnya didekap erat lalu pergi, bisu seribu kata. Tapi sekali lagi, pencipta alam raya ini pasti yang menyiapkan dan merencanakan segalanya jauh lebih indah dari sekedar yang kita rencanakan. Tidak ada yang buruk jika kita mau menerimanya dengan hati, membuka lembar demi lembar yang baru, walaupun ditemani rasa sakit sesekali.

Kuredam sebentar rasa hati
Biar sendu dulu menepi
Semendung hati yang sendiri
Bersama amarah tak tertangani

Kian gelap dan sepi
Hujan yang mulai membasahi pipi
Tapi hati harus kembali
Tentram biarpun sendiri

Singkatnya, Nat, hanya tentang bagaimana caramu menghargai perasaan seseorang, yang mau bertahan untukmu, sekalipun kamu pergi dengan mengatas namakan bukan salahmu.

Kalau saja kamu tahu,satu saja yang ingin aku rasa daripada dirimu,juga dimiliki rasanya seperti aku memiliki rasamu.

Setidaknya,aku tahu seberapa penting aku untukmu, ada atau tidaknya aku dihatimu, sampai disatu titik aku tahu sampai mana kita masih akan bertemu.

"Nduk,serius kamu mau ke Jakarta?"

"I-iya, eyang."

Eyang membalas dengan tatapannya sedih

"Eyang, Thasa kan sudah dewasa, gimana pun ayah dia tetap ayah Thasa, kalau ayah nggak mau temuin Thasa, biar Thasa yang temuin ayah."

"Kamu ndak takut sendiri disana?"

Aku hanya memberi isyarat bahwa aku tidak, tidak takut sendiri, aku harus berani membuka halaman baru untuk menuju tujuanku.

"Thasa sudah pesan tiket kereta, nanti sore Thasa akan berangkat, eyang antar Thasa ke stasiun ya. "

"Nathan ikut antar?"

Lagi-lagi nama itu muncul, aku diam seribu kata, entah kalau nama itu terdengar ditelingaku seakan beku, dia sudah tidak tahu kemana perginya, jangan harap peduli, ingat aku saja tidak, pergi dengan cara baik-baik pun akan tetap menyakitkan kalau soal ditinggalkan.

"Thasa pamit, Eyang." Aku meraih tangan lembutnya.

"Hati-hati, kabari eyang, ya..."

"I-iya eyang, eyang jangan sampai telat makan, diminum obatnya tepat waktu ya, kalau ada apa-apa langsung kabari Thasa."

Eyang mencium keningku dengan lembut, sungguh, empat tahun terakhirku indah di Jogja pun karena hadirnya eyang, orangtua keduaku, tak berharap banyak selain ia tetap selalu ada dan menjadi teman hangatku di Jogja. Sangat berat untuk meninggalkan kota ini, meskipun hanya sebentar singgah, bukan menetap, tetapi aku harus tetap kembali ke Jakarta, meskipun hiruk pikuk nya tidak sama sekali menenangkan ditambah masa lalunya. Aku harus tetap kembali, untuk ayah.

Kereta sudah membawaku menuju Jakarta, kota asalku, eyang sudah mulai menjauh bayangannya, aku bisa bayangkan bagaimana raut sedihnya.

Eyang hanya khawatir aku sendiri, aku akan tetap kembali pulang ke Jogja karena disana juga rumahku, disela waktu libur kuliah aku hanya ingin menggunakan waktunya sebaik mungkin,untuk mencari ayah dan membawanya ke Jogja.

🌻🕊🌻

Udara sejuk dan keramahan Jogja kini sudah berganti atmosfernya, kota Jakarta, akhirnya aku menginjakkan lagi kakiku dikota ini setelah 4 tahun yang lalu, kukira tidak akan lagi ada Jakarta untukku, Jakarta yang penuh dengan kesesakannya.

Aku memilih menepi sebentar, duduk disebuah kedai eskrim tentunya, benar saja tetap itu yang kucari dimanapun yang menurutku bukan hal buruk,ya,walaupun kali ini hanya duduk sendiri. Eskrim coklat dengan topping keju diatasnya sekarang yang menemaniku.

Sudah tercatat tujuan pertamaku adalah datang kerumah yang sudah 4 tahun lalu kutinggalkan, berharap ada sosok yang kucari didalamnya, pasti ada, sekalipun dia bersama istri barunya itu atau bahkan sekarang sudah punya buah hati selain aku.Ah,yasudahlah, yang terpenting aku bertemu dengannya, akam kuberi tahu bagaimana 4 tahunku tanpa bunda dan ayah.

Tetap saja aku sendiri disini, padahal dulu Nathan janji akan menemani untuk bertemu ayah lagi, buatku saat ini, kata-kata tetaplah kata-kata yang layaknya tanpa tuan, begitu terucap ya sudah, semuanya tetap hanya sekedar kata-kata.

Kalau juga bunda masih ada sampai saat ini, setidaknya aku tahu harus mengadu dan memakai pundak siapa aku harus menangis, tapi kenyataannya tidak, semuanya pergi.

Aku percayakan kalau semua dilakukan pasti punya alasan, aku memang salah saat itu, yang aku bawa amarah dan kecewa karena aku benar-benar merasa ditinggalkan,lalu aku pergi meninggalkan Jakarta. Setidaknya kedatanganku beberapa waktu ini tidak sia-sia,bisa membawa kembali aku dan ayah yang baik-baik saja lagi. Ayah pasti punya alasan kenapa dia pergi.

🌻🕊🌻

*tok tok tok*

"Permisi!!"

"Ayah!!"

Belum juga ada tanda-tanda dari dalam rumah ini, rumah yang ku tempati 4 tahun lalu kini sedikit berubah, lebih indah dan semua tertata rapih.

Sekitar 10 menit menunggu diteras belum juga mendapat balasan dari dalam rumah, atau mungkin didalam sedang sibuk, bisa jadi, atau ayah sedang pergi dengan istrinya keluar. Aku memutuskan untuk menunggu disini sampai kapanpun, ku yakinkan diriku sendiri untuk bersabar dan berprasangka baik, aku pasti bertemu ayah hari ini.

"Permisi! Ayah.. Ini Thasa!"

"Iya tunggu sebentar!"

Terdengar balasan dari dalam rumah,yang kutangkap di telingku adalah suara laki-laki,aku ingat sekali bagaimana suara tegas ayah, suara barusan bukan miliknya, suara bariton laki-laki muda.

Aku Cinta Dan Dia ( REVISI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang