lembar 18. Bertemu

34 8 0
                                    

-Tanpa kamu jelaskan aku sudah bisa mengerti, aku ada, tapi tidak ada untukmu.

🌻🕊🌻

Satu bulan lebih Senja memenuhi pikiranku tanpa adanya kabar sedikitpun, pulangnya ke Solo kukira hanya akan menjadi sesuatu yang akan sekedar membuat ku rindu kecil padanya, tetapi lebih dari itu, aku tidak menyukai Senja yang suka menghilang tanpa hadir dan kabar sedikitpun seperti ini, sedangkan janji yang di ucapkan dia pasti akan kembali, tapi disatu sisi, aku ternyata hanya membenci keadaannya, dan untuk Senja, aku tetap mencintainya.

Bahkan belum sempat kuajak Senja untuk duduk bersamaku diatas balkon rumah eyang sama seperti yang kulakukan seperti ini, andai waktu dapat dengan mudah kuminta untuk membawa Senja hadir sekarang juga, mungkin keadaan hatiku tidak akan se-tidak baik-baik saja seperti ini.

Menghadap kebarat menemani si jingga yang indah, menanti gelap yang mungkin sama gelapnya dengan keadaan hatiku.

Aku menelungkupkan bahu dan menyandarkan kepala pada kedua lututku, berandai semesta akan berbaik hati mengembalikan kebahagiaanku, tentang semua yang seharusnya aku rasakan sebagai kebahagiaan, bukan sebaliknya.

Tentang ayah yang akan kembali pulang dan menemani masa-masaku, berdiri disampingku dan selalu menjadi sosok yang menjadi alasanku untuk menjadi kuat.

Suara degap langkah kaki manusia terdengar menaiki anak tangga, aku kembali menegakkan posisi tubuhkan dan menunggu siapa yang datang.

"Eyang... " Kataku dengan nada suara memelan.

"Masuk nduk.. sudah gelap, lagipula diluar dingin sekali nanti Thasa sakit."

"Nggak apa-apa eyang."

Eyang merangkulku sembari sesekali mengusap lembut rambutku "Eyang nggak mau lho Thasa sakit."

Aku memeluknya, menatap matanya yang kian hari semakin sayu, "Thasa cuma punya eyang disini, Thasa nggak punya siapa-siapa lagi kecuali eyang, eyang jangan tinggalin Thasa juga ya."

Eyang berbalik memelukku, "Iya sayang.. nggak akan ada juga yang mau ninggalin Thasa."

"Ada, makanya Thasa nggak mau eyang juga tinggalin Thasa sendiri."

"Nggak sayang.. nggak ada yang mau ninggalin Thasa."

"Buktinya ayah nggak kembali buat temuin Thasa eyang sampai Thasa se dewasa ini, Thasa rindu sekali, Thasa ingin ketemu, ingin peluk, Thasa juga rindu bunda, ingin jalan-jalan bersama lagi, ingin sama-sama lagi."

Telapak tangan eyang mengusap lembut pipiku yang mulai basah, "Rindu itu tidak salah, dan kamu boleh rindu ayah sama bunda, tapi kamu nggak boleh ya menyalahkan keadaan?"

Aku mengangguk, memberi isyarat bahwa aku mengerti apa yang dikatakan eyang walaupun sebenernya aku belum benar-benar bisa menerima.

"Tuhan itu nggak pernah lho kasih sesuatu yang nggak baik, sekalipun menyedihkan hati kita, pasti ada rencana lain yang terbaik buat kita."

"Benar eyang?"

Eyang membalas dengan senyum tulusnya.

"Kalau tentang Senja, bagaimana eyang?"

"Ada apa sama Dirga?"

"Dia juga pergi eyang... " Senja lagi-lagi mengembalikan suasana hatiku yang tidak baik-baik saja ini.

Masih di tempat yang sama, menikmati semilir angin Jogjakarta dan memandangi gemerlap lampu kota dimalam hari, malam ini.

"Pergi kemana?" Tanya eyang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 12, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku Cinta Dan Dia ( REVISI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang