"Ahh sakit mas"
"Pelan-pelan assh"
"Lain kali jangan gini lagi ahh"
"Sakit ih!"
"Nanti bekasnya jangan lupa dibersihin"
"Iya-iya Alina, jangan bawel ah"
"Gimana gak bawel, kamu suka jahil banget sama istrinya sendiri. Udah tau lagi motong wortel, malah dikagetin"
"Iya maafin saya. Habisnya kamu serius banget tadi, hehe"
"Yaudah iya, kamu cepetan mandi sana. Aku mau lanjutin masak dulu"
"Siap bos!"
Sejak hari dimana Alina berjanji bahwa akan mengganti panggilannya untuk Raihan, mereka berdua telah menjadi semakin akrab, kecanggungan diantara mereka pun mulai terkikis dengan sendirinya. Semuanya berjalan lebih baik dari sebelumnya. Namun, Raihan mengaku bahwa lebih nyaman menggunakan kata 'saya' daripada 'aku' untuk membahasakan dirinya sendiri. Alina tak keberatan, asal mereka berdua kini bisa sama-sama berdamai dengan keadaan daripada sebelumnya.
Hubungan mereka nampak harmonis seperti suami-istri pada umumnya, getaran didada juga semakin sering terasa namun mereka berdua masih terlalu gengsi untuk mengaku cinta. Untuk urusan di ranjang, mereka tetap rutin melakukannya satu minggu sekali demi memenuhi kebutuhan biologis.
Semua kembali berjalan sebagaimana semestinya. Dengan Raihan yang masih sering kali melembur dan Alina yang hobi menghabiskan waktunya bersama teman-teman SMA nya.
Pagi itu setelah sarapan, Raihan segera bersiap pergi ke kantor dengan Alina yang sigap membawakan tas serta mengantarkannya ke depan pintu.
"Hari ini lembur lagi gak mas?"
"Iya, hari ini saya lembur lagi. Ada beberapa Client yang datang dari perusahaan lain mau menjalin kontrak. Maaf ya"
Tanpa sadar, Alina menghela nafas dan memasang wajah murung yang sukses membuat Raihan merasa tak enak hati. Segera ia rengkuh pinggang Alina dan memeluknya hingga membuat Alina tenggelam dalam dekapannya.
"Janji hari ini terakhir lembur, saya akan menyuruh Tiara menyusun ulang semua kegiatan dan janji temu saya."
Alina hanya bisa pasrah dan mengangguk mengiyakan, ia tak bisa menyalahkan Raihan karena ini semua adalah tuntutan pekerjaan. Alina melepaskan diri dari pelukan Raihan dan mendongak guna menatap wajah suaminya. Ia baru menyadari bahwa diusia Raihan yang belum terlalu tua, sudah ada beberapa guratan-guratan samar di parasnya. Harusnya ia mengerti kondisi suaminya 'kan? Tak mudah menjadi Raihan, dan Alina merutuki dirinya beberapa menit yang lalu karena merasa egois akan keadaan suaminya.
"Udah jangan cemberut lagi, pergi kencan saat akhir pekan kayaknya seru, gimana hm?"
"Ke-kencan?" Alina membulatkan matanya dalam bukaan maksimal serta pipi merah merona parah saat mendengar kalimat yang Raihan tanyakan padanya.
Selama ini mereka hanya menjalankan apa yang menjadi kewajiban mereka semata. Bahkan untuk ungkapan rasa cinta belum sekalipun terucap dari bibir keduanya. Namun ajakan Raihan pagi ini sukses membuat Alina salah tingkah, ia tak tau harus bahagia atau kecewa. Pasalnya, hubungan mereka kini masih abu-abu, tidak jelas dan tanpa kepastian. Diawal pertemuan, mereka tak cukup baik dalam menyikapi satu sama lain, ditambah lagi dengan adanya pernikahan yang terjadi tak jauh setelah pertemuan pertama. Mereka jelas suami-istri secara sah baik dalam mata hukum maupun agama, namun yang Alina bingungkan adalah mereka bertemu karena paksaan, bercinta pun karena berada dalam ambang kesadaran, mereka jelas bukan sepasang kekasih pada awalnya dan kini Raihan mengajaknya berkencan?? Ini hanya sebuah pertanggung jawaban atau murni sebagai bentuk rasa kasih sayang?

KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Ditangan Mama [ON GOING]
Teen Fiction[Slow Update] Raihan Syahreza. Lelaki berusia matang yang belum juga mendapat jodoh. Bukan karna tak laku, Ia hanya tak ingin. Hingga membuat Sang Mama harus turun tangan untuk mencari pendamping hidup yang pas bagi Raihan. Apa yang harus Raihan la...