Jadi kapan diam ini akan mencair..?
Entah ini hari ke berapa, anggap saja aku tak pandai untuk mengingat atau menghitung hari. Tapi aku pikir ini sudah lama, terlalu lama malah. Ya, terlalu lama kita diam..
Apa kau tak bosan? Atau sekedar tak nyaman degan sikap kita ini. Apa kau pikir ini baik? Atau memang ini adalah satu-satunya jalan, agar kita tak saling memperdebatkan kata hati dan logika yang selalu saja berbeda..
Aku tak menyalahkan. Karena jujur aku juga tak ingin disalahkan. Bukankah ini semua adalah keputusanku. Ya, aku yang memutuskan untuk mendiamkanmu. Dan sebagai balasannya kau menghadiahkan sebuah kado untukku. Kau bungkus rapi, dan tak lupa kau pasang pita warna merah di atasnya..
Awalnya kupikir ini kado yang indah. Hingga akhirnya aku buka dan tahu apa isinya. Isinya membuatku kecewa. Karena seindah apapun kau membungkus kadonya, jika didalamnya itu ternyata hampa dan tak berarti apa-apa apakah aku akan tertawa..?
Kosong. Sama dengan bohong. Penipu. Palsu. Sial, bodohnya aku telah mempercayaimu. Aku tak tahu jika kau mahir untuk menerbangkan sekaligus menenggelamkan harapan pria lugu seperti aku. Tapi bagaimanapun juga aku harus berterima kasih padamu. Ya, kau adalah tokoh antagonis yang paling aku kagumi..
Mengagumi tokoh antagonis? Kenapa tidak? Kau kembali mengingatkanku tentang sebuah pelajaran. Bahwa tak selamanya harapan itu akan selalu menjadi kenyataan. Hidup tak melulu tentang cinta, manis, dan bahagia. Akan selalu ada getir, pahit, dan luka yang mengiringinya..
Bicara mengenai luka. Kita semua pasti pernah merasakannya. Tak terkecuali kau dan aku. Tapi lihat semua itu tak selamanya. Jika luka itu masih membekas, biarkan saja. Karena suka ataupun tidak waktu sendiri yang akan merawatnya. Ini hanya masalah penerimaan. Penerimaan keadaan. Penerimaan yang baik tentunya..
Jadi ceritakan padaku patah hatimu hari ini. Aku akan mendengarnya jika kau mau. Tunggu, aku siapkan dua cangkir kopi hangat dulu. Anggap saja ini perumpamaan. Tak selamanya yang pahit itu tak baik, terkadang ada sebuah kehangatan didalamnya. Bukankah untuk mencairkan sesuatu butuh sesuatu yang hangat..?
Jadi kapan diam ini akan mencair..?
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa Yang Tertinggal
Teen FictionAku lelaki. Suatu saat kaki kuatku pasti tak mampu berdiri lagi, suatu ketika harga diriku tak akan utuh lagi, suatu hari aku ingin menangis dan berteriak kepada dunia juga. Oleh sebab itu aku menulis. Menulis adalah caraku menangis. Jariku adalah d...