Prolog

3.1K 259 46
                                    

New York, US

Waktu telah menunjukkan pukul 8PM. Semua orang yang bekerja telah kembali pulang ke rumah, dan beberapa orang memilih beristirahat setelah lelah beraktifitas seharian. Tetapi tidak dengan Willem. Lelaki berambut kecokelatan sedang duduk berhadapan dengan seorang wanita yang tidak lain adalah kakaknya, Keana.

Daging steak yang disantapnya terasa meledak di lidahnya yang sangat pemilih soal makanan. Alasannya karena dia mudah alergi jika makanannya tidak terlalu matang. Pasti berakhir menginap di rumah sakit. Ya, begitu.

"Will, bagaimana kuliahmu? Apakah sudah mencapai tahap akhir? Tolong jangan berikan jawaban yang mengesalkan." Keana memulai obrolan setelah hampir lima belas menit hanya diam.

Willem menghela napas berat. Apa yang dilakukannya mendapat tatapan tajam dari sang kakak. Dia buru-buru nyengir lalu menjawab, "Semua dalam tahap akhir. Sebentar lagi aku lulus, Kee. Tenang saja."

"Senang mendengarnya. Oh ya, kenapa sampai detik ini aku tidak pernah mendengar kau memiliki kekasih? Apa jangan-jangan kau menyukai laki-laki?"

Willem yang kala itu sedang meneguk air putihnya langsung tersedak. Dia terbatuk-batuk mendengar tuduhan Keana. Setelah sekian lama baru bertemu kembali, Keana langsung mengatakan kalimat yang tidak beralasan.

"Benar kau menyukai laki-laki? Apakah laki-lakinya itu Banyu?"

"Yang benar saja Kee aku menyukai Banyu. Tidak! Aku hanya belum menemukan yang tepat."

"Cepatlah temukan pendampingmu sebelum kau meninggal," ucap Keana enteng.

"Kee! Sembarangan sekali kalau bicara!" Willem berdecak kesal. "Kenapa kau harus kembali ke New York? Menyebalkan sekali!" keluhnya.

"Aku kembali karena..." Keana mulai bercerita. Namun pandangan Willem teralihkan ketika melihat seorang wanita yang duduk sekitar beberapa meja dari tempatnya.

Dilihatnya wanita itu tersenyum ketika seorang pria di hadapannya mencium puncak kepalanya. Setelah kepergian si pria, senyum wanita itu meredup. Tangan wanita itu melempar kasar tisu yang dipakainya untuk menghapus bibir berlipstick merah ke atas meja. Untuk beberapa saat Willem memperhatikan raut wajah wanita itu yang akhirnya sibuk dengan ponselnya. Ada perasaan yang sulit Willem jelaskan ketika melihat wanita itu.

"Hello, Willem Kyle Smith! Kau mendengarkanku tidak?"

Suara Keana membuyarkan pandangan Willem dari sosok misterius yang membuatnya tertegun. Dia buru-buru menyahuti sebelum Keana menyadari apa yang diperhatikannya.

"Aku dengar, Kee. Oh ya, bagaimana..." Willem tidak sempat melanjutkan karena perbincangan seorang wanita di meja sebelahnya cukup mengusik telinga. Dia memilih mendengarkan percakapan mereka.

"Bukannya itu Deborah William? Pemilik William's Group bukan?"

"Ya, dia datang bersama kekasihnya. Oh, Simon Haynes! Siapa yang tidak menyukai kekasihnya Deborah?"

Willem tidak hanya mendengarkan karena ekor matanya ikut melirik, mencoba mencari tahu kemana pandangan kedua wanita sebelahnya memandang. Ternyata pandangan mereka tertuju pada sosok wanita yang sempat dia pandangi sebelumnya.

Dalam hati Willem mengulang nama wanita itu. Oh, namanya Deborah William.

"Kenapa setelah kembali aku sering mendengar nama Deborah? Sungguh, apa tidak cukup mereka membahas betapa beruntungnya dia?" Keana menjadi sosok yang mengatakan kalimat tak terduga itu.

Willem langsung menanggapi. "Kau mengenal Deborah? Aku merasa asing mendengar namanya."

"Tidak. Aku hanya tahu soal kekasihnya, Simon Haynes. Siapa yang tidak mengenal putra bungsu pemilik perusahaan Haynes Corp? Simon sasaran empuk para wanita matre di luar sana. Sementara Deborah sasaran empuk untuk dicemooh oleh para wanita iri."

Willem diam sejenak. Dia sudah lama menetap di New York, tetapi kenapa tidak pernah mendengar kedua nama yang diperbincangan oleh beberapa orang? Bahkan kakaknya yang baru kembali setelah lama menetap di Melbourne saja tahu!

"Aku tidak tahu mereka berdua. Apa mereka sangat terkenal dikalangan semua orang?"

"Come on, Willem! Memangnya kau tidak tahu Simon Haynes masuk dalam jajaran pengusaha muda paling terkenal di seluruh Amerika versi majalah American Famous?"

Willem menggelengkan kepalanya. Ada decakan dari mulut Keana yang membuat Willem terpaksa menunjukkan cengiran kudanya.

Dari pandangan lurusnya, Willem kembali melihat Deborah yang sibuk menggerai rambut yang sempat dikuncir ke belakang. Beberapa saat kemudian sosok pria yang dibicarakan telah kembali. Seketika itu pula senyum Deborah terlihat mengembang seperti sebelumnya. Lipstick merahnya sudah dipoles persis seperti sebelum ditinggal oleh Simon. Perubahan ekspresi yang drastis. Begitu pikir Willem.

Entah apa yang menyihirnya namun Willem terpesona oleh sosok Deborah. Ada rasa penasaran yang besar untuk mengenal Deborah lebih jauh.

*****

Jadi gimana nih prolog terbarunya? jangan lupa kasih vote dan komen ya ^^

CJ akan rutin update ceritanya ^^

CJ akan rutin update ceritanya ^^

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kiss Me Until I Lost My Mind (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang