I Wanna Sex You Up
- Color Me Badd -
||Ruby menggeliat. Rasanya tulang remuk di sana-sini. Vince menggila hingga menjelang jam 6.
Baru saja Ruby membuka mata, ia sudah diperangkap tatapan Vin di atasnya. "V-Vin?" Wajah seketika merona. Apalagi tubuh telanjangnya dikungkungi Vince.
Tanpa berkata apapun, Vince menyeringai, kemudian merosot ke selatan.
"Ha-aanghh... Viinnhh..." Ruby tak sanggup berbuat apapun saat dua kakinya dibuka dan lidah Vince sudah menari Salsa di klitoris sang biduan. Otot bokong menegang seketika ketika mulut nakal Vince menghisap di sana, disebut erangan Ruby. "V-Viinnh... di... sana kot--torrhh... anghh..."
Namun, Vince tak menyahut dan terus memoles klitoris basah Ruby menggunakan lidah agresifnya. Ruby sibuk kelojotan, gelisah sambil terus menyerang serta remas kuat seprei sekenanya. Ini terlalu intens baginya. Terlalu kuat terjangan libido dari Vince. Begitu kuatnya hingga Ruby menyerah dan berikan muncratan cairan spesialnya.
Vince terkekeh. Sepertinya senang. Ruby terengah-engah, mengatur napas, hendak bangkit, namun apa daya, Vince kembali menjajah area intimnya. Bahkan kini menjejalkan dua jari ke liang hangat yang baru saja menyemprot.
"Gyakhh! Aarkh! Viinnhh..." Ruby nyaris kejang-kejang tak jelas karena lidah Vince meliuk beringas di klitoris sembari dua jarinya intens mengocok liang intim Ruby secara cepat.
Erangan Ruby kian menggila saat ujung jari Vince menyentuh sebuah titik yang berikan sensasi luar biasa bagi Ruby. Tak pelak, cairan bening kental itu pun memuncar deras diterima mulut Vince.
"Khehehe... kau memang wanita menakjubkan, Ru. Tak salah aku memilihmu."
"Hah? Arghh!"
Dan sang biduan harus terima ketika batang pusaka sang pria kembali ditenggelamkan ke vagina. Keduanya saling berpacu dalam berahi dan lenguhan. Memompa libido masing-masing agar meraih puncak ternikmat.
"Haaggkkhhh!"
Dua insan tergolek di ranjang dengan nafas terengah-engah bermandi peluh.
Ruby terpaksa bangkit. Tak mungkin dia tidak menyiapkan sarapan. Eh, atau ini harus dikatakan... makan siang? Matanya melirik jam meja, sudah 12:46.
Hampir saja Vince berhasil menggapai jika Ruby tidak gesit melesat ke kamar mandi dan lekas mengunci saat Vince mengejarnya.
"Astaga... apa yang aku sudah lakukan?" Ruby sandarkan punggung ke dinding kamar mandi. "Gila sekali. Ough... sungguh gila. Ini... nyata-nyata gila!" Ia terus mengulang kata 'gila' setelah memikir ulang apa saja yang sudah dia lakukan semenjak semalam hingga ini.
Tangan memutar keran shower, mulai membilas tubuh. Sesekali terpekik kecil jika menyentuh area bawah karena terasa perih bila terkena air. Dia seolah kembali jadi perawan. Bedanya, tidak ada darah. Hanya perih akibat gempuran penis Vince yang menggila bertubi-tubi.
Sang biduan tersenyum kecil. Tak percaya di usia menjelang 40 dia mengalami seks luar biasa. Seluruh sendi dan syaraf miliknya seakan terbangkitkan akibat sentuhan-sentuhan ajaib Vince. Seolah... membangkitkan sesuatu yang tertidur lama di jiwa Ruby.
Usai membersihkan badan dan memakai mantel mandi, Ruby melangkah menuju dapur, bermaksud membuat makan siang. Untunglah Vince tak ada di kamar. Kesempatan itu digunakan untuk memakai baju.
Tiba di dapur, ternyata mendapati Vince sudah di sana terlebih dahulu. Dan memakai celemek.
"Halo, cantik. Kau pasti sudah lapar," sapa Vince begitu Ruby muncul. Harum wangi pancake sudah memenuhi ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lady in Red (21+)
Romantik"Cinta itu buta dan tuli. Jika dia tidak buta dan tuli maka itu bukan cinta, melainkan logika." "Apakah kau pernah merasakan cinta hingga dirimu terasa penuh akan dia?" "There is fair in love and war. Ya, ini adalah cinta dan juga sebuah peperang...