7. Be Mine

3.5K 128 3
                                    

Be Mine
- Infinite -
||

Ketika pesta telah usai, Vince mengajak Feiying ke mobilnya. Ke mana? Hotel? Ruby sempat mengetahui mobil Vin membawa keponakan tersayang. Ia tak sempat mengejar. 

"Hei, hei, kenapa, sayank?" Benetton memegangi lengan istrinya yang panik. 

"Ben, Ben, tolong cegah anakmu. Dia... dia bawa Ying'er!" kalap Ruby terlihat memohon ke suaminya. 

"Sayank, sudahlah. Biarkan saja mereka menjalani kehidupan remaja mereka."

"Ben, kau ini. Pantas saja Vin kelakuannya begitu!"

Benetton tampak tak suka pada kalimat istrinya. "Xuehua, kuminta kau menjaga omonganmu. Apalagi ini masih ada tamu-tamu yang belum pulang." 

Ruby menarik napas agar lebih tenang. Ia jadi ciut melihat tatapan tajam Benetton. Mungkin tidak seharusnya dia berkata sefrontal itu. Bagaimana pun Vince anak semata wayang Benetton, sudah tentu amat disayang dan dibela. "Hghh... baiklah, aku minta maaf. Bisakah kita pulang sekarang?"

Di luar dugaan, Benetton setuju. Ia pun mengajak Ruby berpamitan pada tamu yang masih tersisa, dan memakai mobil pengantin menuju mansion Benetton. 

Baru saja memasuki ruang tengah, ternyata Vince sudah bersama Feiying, sedang berciuman. Feiying lekas mendorong Vin begitu tau bibinya datang bersama ayah Vin. 

Ruby hembuskan napas keras-keras. "Cepat sekali kalian akrab. Apakah aku harus berikan medali pada kalian?" nyinyir Ruby sambil lipat dua tangan di depan dada. 

Benetton sentuh lengan istrinya. "Kita ke kamar saja, ayo." 

Vince usap bibir yang telah mencium Feiying menggunakan ibu jari. Dia tersenyum sinis ke Ruby. "Ibu tiri, apakah aku tak boleh menyukai Feifei?"

Ruby yang sejatinya akan menurut Benetton ke kamar di lantai atas pun balikkan badan menghadap ke Vince. "Tentu saja aku tak masalah jika kau benar-benar menyayanginya. Omong-omong, nama dia Feiying. Oh, rupanya kau sudah memberi julukan pada ponakanku."

Vince mendengus geli. "Aku selalu berikan nama panggilan pada siapapun perempuan  yang aku sayangi. Apakah Ibu tiri mau juga?"

Betapa dongkolnya hati Ruby. Ingin sekali ia menampar Vince jika hanya ada mereka berdua saja. 

"Xuehua, sudah, jangan marah-marah begitu pada mereka, beri Vin kesempatan untuk buktikan rasa sayang dia pada Feiying." Tuan besar mengelus tepi pinggang istrinya, lalu menoleh ke anaknya. "Vin, jangan lagi panggil dia Ibu tiri, itu sangat tidak enak didengar. Panggil dia Ibu atau Mama."

"Ahh, maaf, Papa. Panggilan Mama hanya khusus untuk wanita yang sudah melahirkan aku. Baiklah, aku panggil dia Ibu, bagaimana?" Vince naikkan alisnya. 

"Bagus. Itu juga bagus, Nak." Tuan Benetton mengangguk-angguk suka. 

"Tante, aku mohon Tante jangan terlalu keras pada Vin." Sekarang Feiying berani membuka suara. "Aku... aku juga menyukai Vin. Kami... saling suka, dan aku... aku juga ingin memberi kesempatan pada Vin untuk membuktikan diri padaku. Kumohon, Tante..." Sang ponakan langsung meraih dua tangan Ruby untuk digenggam erat, menyiratkan permohonan sungguh-sungguh. 

Ruby mendengus kesal. Rasanya di ruangan ini tak ada yang memihak dia. "Ya sudah, terserah kau saja." Ia pun melengos sambil melirik tajam ke Vince, lalu naik terlebih dahulu ke kamar suaminya.

Tuan Benetton menepuk-nepuk pundak sang anak dan mengangguk penuh pengertian. "Antarkan Feiying ke keluarganya, Nak."

"Tidak, Pa. Aku ingin Feifei menginap di sini." Vince menyahut. Ruby sudah masuk ke kamar. Andai dia dengar, mungkin akan melolong tak setuju. 

Lady in Red (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang