5. Pujian
Hari ini aku berjanji mau menemani Dian sahabatku yang bakal chek up kandungan. Karena suaminya David lagi berada di Singapur untuk bisnis. Ghani anak pertama Dian pun ikut karena dia ingin sekali melihat adiknya. Ghani yang berusia 6 tahun begitu antusias begitu dia tau akan mempunyai adik.
Setelah kami sampai di rumah sakit dan akan duduk mengantri setelah aku mendaftarkan Dian dan kami menunggu giliran, tiba tiba seorang anak gadis kecil dan imut yang berusia 4 tahun tiba tiba menubruk kakiku, untung aku mempunyai reflkeks yang bagus untuk memegangnya kalau tidak si kecil itu akan duduk indah di lantai rumah sakit." Armel... Jangan lari nak.."
Terdengar teriak kan yang nggak begitu keras dari wanita paruh baya. Dan tiba tiba Ghani mendekati ku dan tersenyum kepada gadis kecil itu.
" Dek jangan lari lari ya di rumah sakit, adek nggak kasihan liat nenek adek yang capek." Nasehat Ghani. Aku dan Dian hanya tersenyum melihat tingkah Ghani dan si anak kecil yang menggemaskan.
" Hai cantik anak Sholehah jangan lari lari lagi ya sayang." aku pun mengelus lembut kepalanya yang tertutup jilbab, yang membuatnya menjadi sangat cantik.
" Yan kalau ini anak , anak aku bakal aku jodohin nih sama Ghani." kata ku pada Dian Sahabatku. Dian hanya tersenyum sambil mengelus perutnya.
Gadis yang bernama Armel itu hanya tersenyum.
" Maaf ya nak." kata wanita paruh baya itu kepadaku sepertinya neneknya, tiba tiba beliau mengulurkan tangannya.
" Martha "
" Arsyla "
" Nggak apa apa kok buk namanya juga anak anak, anak nya cantik ya buk." puji ku.
" Alhamdulillah makasih nak atas pujiannya, kamu juga cantik, mengingatkan ibu dengan mantu ibu." Terlihat sendu di wajah ibu yang bernama Martha setelah menyebut mantunya yang katanya mungkin mirip dengan ku , entahlah aku hanya bisa melihat sorot kesedihan di matanya.
Setelah perkenalan singkat aku dan ibuk Martha aku mendengar beliau mengobrol dengan cucunya.
" Armel kalau lari kayak tadi nanti nggak nenek bawa lagi ke tempat abi."
Melihat interaksi mereka aku hanya bisa tersenyum. Aku memang dari dulu suka dengan anak kecil, bahkan Ghani anak Dian dulu lebih sering bersama ku.
Tiba tiba dari kejauhan aku melihat Armel berlari sambil berteriak memanggil abi. Pria yang memakai sneli itu langsung menggedong Armel. Ternyata orang tuanya dokter dan aku merasa nggak asing dengan wajahnya.
" Ibu Dian" panggil perawat yang membuat lamunan ku buyar setelah Dian menarikku untuk masuk ke ruang pemeriksaan.
"Assalamu'alakum." sapa kami setelah masuk.
" Wa'alaikum salam." jawab seorang dokter cantik.
" Apa kabar syil udah lama ya kita ngak kopdar nih"
" Alhamdulillah sehat devi"
Devi pun langsung memeriksa kandungan Dian, Devi adalah sahabatku. Kami yang sama sama hidup menjadi anak kos. Kami di kampus yang sama tapi beda fakultas.
" Buk Dian harus lebih aktif lagi ya, inshaallah dalam beberapa hari lagi dekbaynya bakal berada bersama kita"
Dian selalu saja tersenyum, aku yakin dia sangat gembira.
" Umi arsy jadi bentar lagi dekbaynya bakal bisa Ghani gendong dong. " tanya Ghani polos. Aku hanya mengangguk dan tersenyum menjawabnya.
" Iya bentar lagi Ghani bakal jadi abang nanti kalau adek ceweknya lahir Ghani mau kasih nama apa. " Kali ini Dian yang bersuara.
" hmmm Ghina aja mi, Kaniya Ghina Azzura"
Aku dan Dian tersenyum, setelah berpamitan pada Devi yang bilang kandungan Dian baik dan dekbaynya sehat, kami pun pergi meninggalkan ruangan rumah sakit.
Sewaktu kami di parkiran gadis kecil bernama Armel tiba tiba langsung berlalu ke arah ku dan langsung memeluk kakiku. Dan aku pun kaget begitupun Dian. Aku langsung menggendongnya entah ada perasaan apa di dalam diriku di saat aku menggendongnya, bahkan dia langsung membenamkan wajahnya ke curukku.
Pria bersnelli itupun mengahampiri kami bersama buk Marta, ya wajah pria yang rasanya nggak asing bagiku.
" Sini nak sama abi."
Tapi sang anak nggak mau pindah, ya Allah kenapa anak ini nggak mau sama abinya, uminya mana sih, aku mulai kasihan melihat abi dan neneknya susah membujuknya. Tiba tiba Ghani menyuruhku untuk jongkok.
" Adek cantik nggak kasihan sama abi sama nenek kasihan lo mereka, nanti uminya nunggu lo di rumah." bujuk Ghani
" Armel nggak punya umi cuma punya bunda." rengek Armel.
" yay udah bundanya nunggu lo dek." bujuk Ghani lagi.
" katta abi Bunda ada di surga. "
Astaghfirullah mendengar kata- katanya kenapa dengan dada ini. Ya Allah jadi dia ...
" Maaf nak sepertinya dia rindu bundanya." buk Marta menatap ku dan ah.. Abinya juga.
Akhirnya aku membujuknya dengan bilang nanti bakal bertemu lagi.
Dan diapun tersenyum dan senyumnya mengingatku dengan seseorang." Terima kasih." kata abi dari Armel yang aku liat tag namanya Azlan, namanya seperti tidak asing lagi.
Kami pun pergi meninggalkan rumah sakit dan pulang kerumah masing masing. Dan aku dengan kebingungan yang luar biasa pada hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Brondong ( Falling in love ) End
ChickLitSequel Anugrah Terindah Arsyila Romeesa Farzana Seorang dosen dan bisnis women ini yang pernah kecewa dengan yang namanya cinta, yang merasakan kekerasan dalam sebuah hubungan dan di akhiri dengan penghianatan dia menutup hati dengan yang namanya p...