Thanks

65 16 10
                                    

Tes tes

Cairan berwarna merah gelap menetes sedikit demi sedikit. Ujung pisau semakin mendekati nadi si gadis, hingga-

Deg!




































"PARK YOORA HENTIKAN!!!"

Tidak berguna.

Teriakan seorang pria rupanya tidak lantas membuat Yoora berhenti. Seakan tuli, ia melanjutkan aktivitas laknatnya tanpa melihat siapa pria yang berani meneriaki namanya.

Menyadari Yoora tidak bergeming, pria yang masih mengenakan seragam itu langsung menyita benda tajam yang dipegang Yoora secara paksa; membantingnya asal lalu memeluk Yoora erat dengan tubuh yang masih bergetar, tak kalah hebat dari getaran tubuh Yoora.

Sedang Yoora hanya diam. Tangannya tidak membalas pelukan kakak laki-lakinya, Park Jihoon. Si bodoh yang meninggalkan adiknya sendirian sampai tengah malam.

Tak lama Jihoon merasakan bajunya sedikit basah. Ia tahu jika adiknya sedang menangis hebat dalam pelukannya. Hatinya remuk seketika melihat gadis yang seharusnya ia lindungi terlihat sangat menyedihkan. Ia belum mau mengatakan apapun. Sampai beberapa menit kemudian, Jihoon menyadari jika tubuh Yoora yang ia tahan semakin berat. Dengan hati-hati Jihoon melepaskan pelukannya; melihat bagaimana keadaan Yoora saat ini.

Mata Yoora yang sembab perlahan menyipit, dahinya mengerut seperti menahan rasa sakit, kakinya 'pun melemas. Menyadari hal itu, Jihoon langsung membopong Yoora menuju kamarnya. Ia terlihat begitu panik hingga keringat dingin menjalar di sekujur tubuhnya.

"Yoora gwaenchana?"

"Yoora apa kau bisa mendengarku?"

"Park Yoora, buka matamu!"

"Jebal Park Yoora jawab aku!"

Jihoon terus meneriaki Yoora dengan air mata yang tak bisa dibendungnya lagi. Kamar yang amat berantakan sudah menjadi hal biasa baginya jika kondisi Yoora mulai memburuk.

Jihoon teringat luka sayatan di pergelangan tangan Yoora. Tanpa fikir panjang ia mencari kotak P3K di ruang tengah dan kembali memasuki kamar; mengobati sayatan kecil yang nyaris meregang nyawa adiknya itu. Tidak ada hal lain yang Jihoon fikirkan. Hatinya hancur. Ini pertama kalinya Yoora berniat untuk mengakhiri hidupnya. Selama ini hal yang paling fatal hanyalah memukul serpihan kaca yang ia pecahkan sendiri, tidak sampai mengenai nadi.

"Oppa...."

Terdengar suara lirih dari gadis yang sudah terlihat tak berdaya; sangat lirih namun masih bisa menembus netra seorang Park Jihoon.

"Nee Yoora. Oppa disini. Gwaenchana?". Tanya Jihoon dengan nada khawatir; bercampur dengan isakan kecilnya.

Yoora hanya mengangguk pelan.

"Mianhae. Jeongmal mianhae". Lirih Jihoon. Menggenggam erat tangan Yoora yang tidak terluka.

"Aniyo, Oppa. Aku yang harusnya meminta maaf. Aku selalu membuatmu khawatir. Mianhae".

"Gwaenchana. Tapi jangan berfikir seperti itu lagi, nee? Oppa tidak suka"

Yoora mengangguk cepat dengan senyum yang merekah diwajahnya; menyiratkan betapa hangat hubungan kedua manusia bermarga Park itu.

Perlahan, senyum Jihoon luntur. Terselip ribuan pertanyaan di benak Jihoon. Mulai dari apa, kenapa dan bagimana semua ini bisa terjadi. Padahal baru empat hari yang lalu sebelum hari pertama masuk sekolah, mereka pergi menemui Dokter Ong; dokter psikiater Yoora. Biasanya mereka hanya melakukan konsultasi satu bulan tiga kali saja, tapi sekarang hampir seminggu sekali mereka bertemu.

Let Me Know || (Kim Taehyung)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang