part 6 - Piano

24 6 0
                                    

Seorang gadis kini tengah berlari tergesa-gesa, di Koridor sekolah.

Jam sudah menunjukkan pukul 07:10, untung saja satpam di sekolah itu baik, kalau tidak habis sudah dirinya.

Sesampainya di depan pintu kelas, jantung gadis itu berdegup kencang, karna ini hari keduanya bersekolah, dan dirinya sudah terlambat.

Dengan membaca bismillah, Euis mulai memberanikan diri membuka pintu kelas.

Pintu terbuka, menampakan sosok pria yang berbaju rapih, dengan kumis melintang dibawah hidungnya.

Semua orang seketika melihat kearah Euis, bahkan pria itu menatapnya dengan marah.

"Masih baru sudah belajar terlambat, mau jadi apa kamu?"

"Maaf Pak, Euis terlambat bangun," ucap  Euis, dengan nada takut.

"Pergi! Bersihkan ruang musik yang berada dipojok sana! Bapak kasih keringanan karna kamu masih baru, tapi kalau terjadi lagi, hukumannya akan lebih berat dari ini, kamu mengerti?!"

"Iya Pak, maaf sekali lagi," balas Euis, sambil menunduk, lalu pergi ketempat yang guru itu tunjuk.

*****

Sesampainya ditempat tersebut, Euis mulai membuka pintu yang sudah hampir berkat dan berdebu tersebut.

Saat melihat bagian dalam ruangan itu, Euis menggeleng kepalanya karna begitu kotornya tempat tersebut, ya kecuali piano yang masih bersih dan mengkilap itu.

Entah saha nu betah lama-lama ditempat gelap jeung kotor kos kie, duh pasti beberes na lama iyeu mah, batin Euis meringis.

Euis mulai menyapu ruang itu, dengan alat-alat yang ia ambil di ruang guru sebelum kemari.

Sarang Laba-laba tak lupa ia bersihkan, dengan menaiki tangga, karena atap ruangan itu sangat tinggi.

Debu demi debu, gadis itu bersihkan hingga benar-benar bersih. 

Tak lupa Kaca-kacanya pun ikut dibersihkan nya.

Tapi setiap kali, ia membersihkan sesuatu, matanya selalu tertuju pada piano hitam nan elegan itu.

Ia pun mencuri kesempatan, untuk mendekati piano cantik itu.

Disentuhnya piano tak berpemilik itu, dan Euis tersenyum senang.

"Oh jadi ini namanya piano, duh meni bagus pisan," ucap Euis girang.

Karna di desanya dulu tak pernah ada piano, yang ada hanyalah angklung dan seruling, hanya itu yang pernah dilihat Euis di desa.

Euis mulai membuka penutup piano itu, bahkan buku Aluna nada tersedia rapih diatasnya.

Gadis itu menekan tombol piano dengan asal, dan ketika benda itu berbunyi, Euis tersenyum girang.

Sungguh begitu polos, gadis itu.

Tak lama ia mulai bosan dengan bunyi-bunyian tersebut, dan entah mengapa matanya terasa berat.

Pada akhirnya, ia membaringkan tubuhnya di sofa dekat jendela.

Dan perlahan-lahan rasa kantuk nya mulai meraja lela, Euis memutuskan untuk tidur sebentar di sofa itu. 

*****

Seorang pria berbaju olah raga berwarna merah, masuk kedalam ruang musik dengan heran.

Tumben nih ruang bersih, siapa yang ngebersihin? Batinnya bertanya.

Ia pun mengangkat kedua bahunya, karna tak tau dan tak tak mau peduli. 

Dengan segera ia berjalan kearah piano kesayangan, walau ia tau, ada piano yang lebih besar dirumahnya, tapi tetap piano itu yang sering ia mainkan, saat sedang bosan tentunya.

Didudukinya kursi itu dengan elegan, jari-jari tangan yang panjang dan kecil itu mulai menempatkan diri di atas piano.

"Kali ini untuk hidupku yang kelam,"

*****

Terang! Itulah yang pertama kali ia lihat, saat kelopak matanya terbuka.

Dalam kondisi setengah sadar, ia melihat pesekitaran nya, dan ia baru sadar, ia pasti sudah lama terlelap ditempat ini.

Tak lama telinganya menangkap sebuah Aluna merdu, terdengar lambat tapi indah.

Saha nu main piano nya?  [Siapa yang main piano ya?], batin Euis bingung.

Tangga nada itu, terus dimainkan Giam dengan hati yang teramat sedih.

Aku mohon Tuhan, Kembalikan kebahagiaanku! Aku hanya ingin bahagia itu saja, walaupun aku yakin, kau hanya memberikan kebahagiaan itu sementara, aku tetap ikhlas, maka dari itu kabulkan permohonanku! Amin - giam Desierio

Akhirnya sudah, eh kok dikit ya 🤔
Ya udahlah, yang penting jadi 😁
Maaf klo masih banyak kesalahan 😓

Baiklah sampai jumpa di part-part selanjutnya
😄😄😄

Cinta EuisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang