tangga

81 11 1
                                    


Itu pertama kali aku mengenalnya.
Azkan. Siswa angkatanku. Kelas IPS 3.

Saat aku turun dari bus keesokan harinya, aku sudah melihat azkan duduk di halte. Persis di posisi yang ia duduki kemarin.

" Dasiku?" Ia bertanya setelah menjawab senyumku.

" Oh, kau kesini hanya untuk itu?"

" Ya, aku tak suka dilingkungan orang pintar". Jawabnya setengah berbisik saat aku sudah mendekat.
Aku lihat ia memainkan dua jarinya saat berkata orang pintar.

" Oh, begitu". Aku tak ingin berlama-lama.

"Ini. Sudah dicuci bersih. Tanpa darah",
Kataku sambil menyodorkan dasinya yang kemarin ku lilitkan di kepalaku untuk menghentikan pendarahan di dagu.
" Terima kasih".

" Sama-sama. Aku duluan" Katanya lalu meninggalkanku.

Saat aku hendak melangkah, aku merasa ada yang memperhatikanku dari jauh. Aku pun memperhatikan sekitarku yang hanya ada siswa-siswi lain yang berlalu lalang dengan sibuknya. Biasa, lingkungan orang pintar.

Aku berjalan ke arah tangga. Menarik nafas dan berusaha menghilangkan rasa takutku akan ketinggian. Nasib punya kelas di lantai tiga!

Aku berjalan di jalur kiri dengan perlahan. Dan berpegangan erat pada pegangan disamping tangga. Tiba-tiba,

" Lambat sekali!" Seru seseorang dibelakangku.
Aku menoleh. dan benar saja, dia azkan.

" Cepat. Atau bel pulang akan berbunyi" Ledeknya.

" Aku phobia ketinggian"
Aku membela diri.

" Remeh!",
"Terus jalan, aku dibelakangmu".
Jawabnya sambil merentangkan tangan.

" Astaghfirullah. Mau apa kau?"
Aku fikir dia seperti akan memelukku.

" Menghalau angin. Supaya langkahmu tak terlalu bergetar". Jawabnya singkat.

" Tak usah berpikir macam-macam. Aku juga pandai menghormati wanita!" Serunya dengan senyum yang sombong.

"..."

" Mau jalan atau jadi penunggu tangga?" Tanyanya sembari menaikkan sebelah alisnya.

" Remeh!" Jawabku membalikkan omongannya.

Aku melangkah dengan lebih cepat. Takut terjadi fitnah jika kami bersama. Dan aku juga tak nyaman dengan jalaran hangat di pipiku.

Saat sudah di koridor, azkan menyamai langkahku. Ia menoleh kearahku.

"Pipimu memerah. Siapa yang merebusmu?" Tanyanya sok serius.

" Kau pikir aku kepiting?" Aku jawab datar.

" Kau tembok!",
Ia melangkah lebih cepat dan masuk ke sebuah ruangan.
" Datar. Tak berekspresi!"
Lanjutnya setelah melangkahkan kaki ke ruang...... BK!

JEANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang