hiasan kamar mita

86 8 4
                                    

Kami yang kini berhadapan dengan jarak yang dekat saling mengeluarkan aura tak sedap. Aku rasa, mita ingin melukaiku dengan benda itu.

Mataku, yang hanya mendapat sedikit cahaya diruang ini, melihat dengan tak jelas. Tanganku meraba-raba sekitar saat mita tertawa terbahak. Dan ya! Aku dapat!
Tapi, ahh!
Ini melukaiku saat aku meraba bentuknya. Tak apa, berarti ini cukup tajam jika mita macam- macam.

Aku menarik kakiku dengan perlahan. Aku ambil ancang ancang untuk berdiri jika saja mita mulai menyerang.

" Kau tau, sayang? Kematian purna sungguh membuatku terkejut. Belum lagi saat aku harus memberi tau orang tuaku bahwa ia meninggal. Dan sekarang, ayahku, terbaring di rumah sakit, karena ulahmu itu!"

Dengan sedikit berbisik mita berkata padaku hingga suasana terasa makin mencekam.

Jujur, aku terkejut mendengarnya. Mengapa ayah mita sampai harus masuk rumah sakit karena kematian purna?

" A-aku turut bersedih atas ma-masuknya ayahmu kerumah sakit. Semoga sakitnya menjadi penebus dosa dan se-semoga beliau bisa cepat sehat kembali" Kataku dengan takut-takut

"Terima kasih atas do'anya. Kau adalah penjahat yang baik" Ucap mita sambil memegang pundakku.

Setelah itu, kami sama-sama diam untuk beberapa saat. Sungguh, aku tak tau harus apa. Aku tak mengerti apa-apa.
Sampai akhirnya, kumandang azan terdengar sayup-sayup dari luar. Ini sudah masuk ashar.

Aku tak mau ketinggalan dengan ibadah wajibku satu ini. Maka dari itu, aku memberanikan diri untuk berkata,
" Mita, sudah adzan. Aku ingin menunaikan kewajibanku. Ayo, kita keluar!"

Mita langsung mendorong tubuhku dengan tangannya. Aku langsung hilang keseimbangan.

" Heh! Masih sok suci kamu? Tanganmu itu sudah kotor karena telah membunuh purna! Tak usah berpayah-payah kau bertopeng didepanku. Aku sudah tau wajah busukmu!"
Cerca mita dengan tanpa spasi.

" Mita, aku sudah bilang, bukan aku pelakunya. Aku berani bersumpah,Mita! Dan jika aku pelakunya, apa alasan aku untuk melakukan perbuatan keji itu?"
Aku hampir menangis. Hatiku sakit sekali saat dituduh melakukan perbuatan keji itu terus menerus.

" Karena, kau, mencintai, PURNA!"
jawab mita dengan penekanan di tiap kata.

"Lalu mengapa aku membunuhnya saat itu. Asal kau tau, beberapa menit sebelum purna meninggal, ia sedang menyatakan cintanya padaku!"
Sekarang, aku yang kesetanan. Dimana otak mita?

Mita terdiam cukup lama. Mungkin ia terkejut dengan kata-kataku. Aku memang tak memberi tau siapapun mengenai ini, kecuali kepada aparat untuk kepentingan penyelidikan.
Wajar kalau mita terdiam.

" Bagaimana?,"
Ku tanya dengan keras.
"Kau puas?"

" Aku puas! Dan sudah cukup! Kebohonganmu makin kemana-mana! Lepas saja tudung panjangmu ini! Kau iblis berkedok malaikat! Kau pembohong! Pembunuh!"
Lagi, mita kesetanan.
" Kalau purna memang harus meninggal, maka aku juga harus meninggal. Tapi aku tak ingin meninggal jika pelaku pembunuhan purna hidup bahagia setelah ia merenggut nyawa kami. "

Apa? Mengapa sampai ia harus meninggal? Sungguh hal yang sangat janggal.

" Disini gelap. Aku tak tau mana tubuhmu yang harus aku lukai."
Ucapnya dengan yakin.

Srett
Ia menggoreskan benda itu dengan sembarang ke tubuhku. Dan,

"Ahh! Allahu!"
Aku menjerit. Pisau itu melukai pipi kanan bawahku.

" Apakah itu sakit? Kasihan!"
Tanya mita tanpa perasaan bersalah.
Sungguh, ia sudah gila!

" Tapi itu tak lebih dari sakit yang kami rasakan!"
Lanjut mita dengan nafas yang mulai menderu.

" Kami? Siapa yang kau maksud kami?"
Tanyaku penuh selidik sambil memegang pipi kananku yang terluka. Aku harap pendarahannya akan terhenti.

" Kau tak perlu tau. Aku takut, kau akan memasukkan mereka ke agenda pembunuhanmu!"

" Astaghfirullah. Mita, sadarlah! Kau buta dan tuli! Hatimu tertutup oleh kebencian!"

" Diam kau! Tak usah kau ceramahi aku! Aku lebih tau darimu"
Jawab mita sambil mengacungkan senjatanya tepat di leherku.

" Sepertinya kepalamu bagus untuk kujadikan hiasan kamar!"
Tuturnya sambil menaik-turunkan daguku dengan ujung pisaunya.

Ia pun menarik pisau itu, dan berkata,

" Ada kata-kata terakhir?"


JEANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang