TENTH : Terimakasih

744 46 8
                                    

Gemericik suara hujan terdengar diluar. Membuat beberapa orang yang lalu lalang seketika berlari menghindari hujan untuk sekadar berteduh hingga hujan reda. Ada juga beberapa yang langsung tancap gas pulang menuju rumahnya yang hangat.

Amanda terdiam menatap hujan. Sedari tadi gadis itu hanya melamun tak jelas. Tidak ada yang benar-benar di pikirkannya. Dia hanya ingin sendirian dan merenung. Entah memikirkan apa.

Gadis itu masih berada didepan kelasnya yang terletak di lantai tiga. Anak-anak kelas X sudah turun ke bawah untuk pulang. Namun Amanda masih tetap tak bergeming. Sesekali dia menatap ke bawah, ke arah lapangan yang tampak lengang. Ya. Tentu saja. Tidak ada yang berminat bermain hujan-hujanan layaknya anak TK seperti yang dilakukan dirinya dulu.

"Lagi ngelamunin apa, cantik?" Sapaan seseorang berhasil membuat Amanda sedikit terkejut. Dengan cepat, Amanda menoleh ke sumber suara. Didapatinya tiga orang laki-laki dengan baju seragam dikeluarkan serta kancing kerah kedua yang dibuka.

Amanda melirik ke lengan salah satu cowok itu dan mendapati bet yang bertuliskan angka 'XII'. Kelas dua belas. Berusaha mencari tahu lebih banyak tentang mereka, Amanda melihat dada kanan ketiga cowok itu bergantian. Namun sia-sia. Tidak ada badge name yang terpasang di sana.

Amanda menghela napas. Penampilan ketiga cowok itu tampak amburadul tak jelas layaknya penampilan anak-anak nakal. Amanda merasa takut, namun sebisa mungkin dia menutupinya. Mereka tidak boleh mengetahui ketakutannya, karena itu akan membuat mereka semakin senang.

"Sendirian aja nih?" Timpal salah satu temannya.

"Sini angetin abang dong, neng!" Amanda berjengit. Dia menatap ketiga cowok itu was-was.

"Siapa kalian?" tanya Amanda berusaha menutupi ketakutannya. Dia memasang wajah galak, namun sepertinya itu malah membuat mereka semakin tertantang.

"Siapa kita itu gak penting! Yang penting itu siapa kamu, cantik!" Ketiga cowok itu tertawa puas melihat ekspresi Amanda yang mulai terlihat ketakutan.

"Mau apa lo bertiga?" sentak Amanda.

"Kita mau elo." Salah satu dari ketiga cowok itu maju mendekati Amanda. Dia meraih pergelangan tangan Amanda yang langsung ditepis kasar oleh gadis itu.

"Singkirin tangan kotor lo dari gue!"

"Wihh...jadi ini ya, cewek kemarin sore yang udah berani-beraninya ngelawan Dinda? Boleh juga nyalinya." Cowok yang tadi meraih pergelangan tangan Amanda manggut-manggut sembari memegang dagunya.

"Jutek, asli. Haha!" sahut salah satu cowok berambut ikal.

"Gue suka yang beginian, nih" tambah cowok yang satunya.

"Bening juga mukanya. Badannya juga...sexy."

"Ayolah, cantik!" Salah satu cowok itu mencolek pipi Amanda.

"Jangan pegang-pegang!"

"Pegang gak boleh. Berarti cium boleh dong?" ketiga cowok itu semakin bertindak kurang ajar. Amanda mulai mundur selangkah berniat menghindari ketiga cowok itu.

"Jangan kurang ajar kalian ya! Gue bisa teriak supaya kalian digebukin satu sekolah kalau berani macem-macem sama gue!" Amanda menggertak.

"Teriak aja sono! Teriak sampe suara lo ilang! Percuma juga! Gak ada yang bakal nolongin lo! Semuanya udah pada pulang! Kalaupun ada, dia juga gak bisa denger, karena suara lo kalah sama suara hujan!"

"TOLONG! TOLONG!" Karena mulai merasa terpojok, Amanda pun berteriak sekuat tenaga. Berharap ada yang mendengar dan menolongnya. Namun sayang,  sepertinya memang benar apa yang dikatakan oleh ketiga cowok itu, bahwa tidak akan ada yang mendengar suaranya di tengah derasnya hujan seperti ini.

THE ICE GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang