1

477 45 0
                                    


"Lisa!"

Lisa yang merasa terpanggil menengok. Gadis berambut broken blonde itu tersenyum cerah setelah melihat siapa yang memanggilnya.

"Jisoo-unnie."

Jisoo tersenyum lantas menghampiri Lisa. Alisnya mengernyit melihat sesuatu yang mengganjal di wajah Lisa.

"Kau habis menangis?" selidik Jisoo melihat mata Lisa yang sembab.

Lisa gelagapan melihat selidikan Jisoo. Dia mengusap matanya dan tertawa, "Aku? Menangis? Hahah.. Tidak. Aku tidak menangis unnie, aku kelilipan.. Ya kelilipan!"

Jisoo menatap datar Lisa. Jelas dia tidak percaya apa yang dikatakan Lisa. Dia tahu Lisa sedang menutupi sesuatu darinya dan Lisa tidak bisa membohonginya.

"Aku tahu kau berbohong. Katakan apa yang terjadi, Lisa. Jangan menyimpan semuanya sendiri." Ujar Jisoo.

Manik Lisa berembun, sekuat tenaga dia menahan tangisnya. Dia tahu, Jisoo tidak mudah dibohongi. Berteman sejak kecil membuat ke duanya saling memahami perasaan masing-masing. Terlebih dia sudah menganggap Jisoo sebagai kakaknya.

"Aniya aku tidak apa-apa unnie." Lisa tersenyum cerah seolah lapisan embun tadi tidak melapisi matanya.

"Benarkah?"

"Iya," melihat tatapan Lisa dan senyumannya yang mengembang membuat Jisoo mau tak mau mempercayai Lisa. Meski sebagian hati kecilnya masih tidak mempercayai Lisa.

"Oh! Apa yang unnie bawa?" tanya Lisa berkedip lucu melihat paper bag yang di bawa Jisoo.

Jisoo tersenyum lebar, "ini Pie Coklat, aku membelinya di Taro's Bakery. Kau mau?"

Lisa mengangguk semangat. Dia sangat menyukai pie apa lagi jika itu yang berhubungan dengan coklat!

"Mau!"

Jisoo menyerahkan satu paper bag di tangan kanannya. Sebenarnya dia ingin memberikan pie itu pada Lisa ke apartemennya, tak di sangka dia bertemu Lisa di pinggiran trotoar.

"Wahh~ Kamsahamida unnie."

Jisoo mengangguk membalas ucapan terima kasih Lisa. Kemudian dia mengernyit menyadari sesuatu.

"Sedang apa kau di sini?"

"U-uh? Aniya aku sedang jalan-jalan saja di sekitaran sini." Tersenyum gugup menatap Jisoo.

"Jalan-jalan di cuaca yang hampir beku begini? Ckck." Jisoo mengeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir dengan Lisa.

"Hahahah tenang saja unnie aku kan kuat! Seorang Lisa mana mungkin bisa jatuh sakit!" ada rasa perih di hatinya saat menyebut dirinya kuat.

Jisoo tersenyum geli melihat kelakuan Lisa yang lucu--menurutnya. Melihat senyuman dan tawa Lisa sepertinya benar, kalau Lisa tidak apa-apa.

"Kalau begitu kita pulang sekarang. Suhu udara di sini benar-benar membuat tubuhku beku." Jisoo menggandeng lengan Lisa erat kemudian berjalan di atas trotoar yang mulai di lapisi salju itu.

Sedangkan Lisa tertawa mendengar ucapan Jisoo.

****

Lisa memasuki apartementnya dengan tergesa. Dia kemudian melepas bootnya lalu diganti dengan sandal rumahan berbentuk kelinci. Dia berjalan menuju ruang tengah untuk menyalakan saklar dan penghangat ruangan. Lalu dia menuju dapur untuk meletakan pie yang diberikan Jisoo untuknya di meja pantry.

Lisa menghela napas, menatap jarum jam yang kini menunjukan pukul 7p.m. Keadaan apartementnya benar-benar sepi seperti tak ada tanda-tanda kehidupan. Yang terdengar hanya detik jarum jam dan helaan napas dirinya.

Dia menatap ruangan ini dengan sendu. Seolah sesuatu baru saja terjadi dengan ruangan ini. Maniknya berembun, air mata yang dia tahan sedari tadi akhirnya turun membasahi pipinya. Tangisannya pecah, dia menutup wajahnya kemudian beringsut di sudut meja pantry. Tangisan gadis itu benar-benar menyayat hati. Siapapun yang mendengarnya pasti ikut merasakan sakit yang amat sangat pada gadis itu.

"Hisk.. Hikss k-kenapa di-di s-sini se-sesak s-sekali," Lisa memukul-mukul dadanya yang tampak sesak. Dia meremas kerah bajunya guna menghilangkan sesaknya. Tapi sesaknya semakin menjadi.

"Hiks.. Seharusnya aku tau kalau cintamu hanya sebuah permainan."

Lisa mengingat kenangannya dengan pemuda yang sangat dicitainya itu.

ONCE AGAIN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang