Lalisa terbangun dengan mata yang bengkak. Semalaman dia menangis dan akhirnya dia tertidur pukul 2 p.m
Dia menatap miris dirinya di cermin kamar mandi. Merutuki dirinya yang semalaman menagisi pria yang menghancurkan hatinya.
Nyatanya semakin Lisa melupakan pria itu malah semakin menyakiti hati Lisa.
"Hahhh,"
Lisa menghela napas. Dia memijit keningnya. Menangis samalaman rupanya membuat efek kepalanya sakit.
Tak ingin membuang waktu lagi, dia bergegas mandi untuk bekerja part time di sebuah kafe minimalis.
***
Aroma Cherry Blossom menguar setelah Lisa keluar kamar mandi. Dia berjalan menuju lemari pakaian dengan bathrobe berwarna hijau tosca. Dia memilih-milih baju yang akan dia kenakan hari ini. Pilihannya jatuh pada dress putih gading dengan renda.
Lalu di memakai sepatu flat shoes berwarna senada dengan dressnya. Terakhir dia membawa tas selempangnya. Sedangkan untuk make up, Lisa hanya menggunakan bedak tipis dan lipgloss. Meski begitu dia tetap cantik.
Lisa itu seorang mahasiswa jurusan Sekretaris. Kedua orang tuanya dan kakanya berada di Swiss. Sedangkan Lisa sendiri dia mendapat beasiswa di Korea. Untuk menambahkan uang jajannya dia bekerja part time walaupun orang tua Lisa selalu mengirimi uang setiap bulannya. Dia selalu menolak ketika orang tuanya mengirimi uang dengan alasan dia bisa mencari uang sendiri. Tetapi orang tua Lisa yang keras kepala tetap mengirimi uang untuk Lisa.
Padahal jika Lisa tidak bekerja part time pun dia tidak akan kesusahan mengingat keluarganya adalah keluarga kolongmerat.
***
"Lisa, tolong antarkan pesanan ini ke meja nomor 12, ya."
Mi Young menyerahkan nampan berisi 2 gelas coffe late pada Lisa untuk di antarkan pada meja pelanggan.
"Ne,"
Lisa mengangguk.
Kafe Blossom's hari ini lumayan ramai. Karenanya pelayan di kafe ini kelabakan akibat dari banyaknya pelanggan. Mereka terlihat sibuk sana-sini untuk menyatat atau mengantarkan pesanan.
"Yoo.. Lisa!"
Seseorang menepuk bahu Lisa keras dari belakang.
Lisa mendelik. Memegangi punggung mungilnya yang terasa nyeri. "wae?" tanya Lisa jutek.
Byeol terkekeh melihat raut kesal Lisa.
"Tidak apa-apa sih. Aku hanya ingin menyapamu." Byeol menyengir.
Lisa memutar bola matanya malas. "Kalau ingin menyapa tak usah sampai memukul punggungku juga, bodoh!" sarkas Lisa.
Byeol tertawa pelan.
"Bagaimana kuliahmu?" Byeol mengganti topik.
"Baik,"
"Bagus kalau begitu. Lalu bagaimana hubunganmu dengan Jung--"
"Akh unnie sepertinya ada pelanggan yang memesan. Aku ke sana dulu. Bye."
Lisa cepat-cepat pergi dari hadapan Byeol. Dengan tergesa-gesa dia menghampiri pelayan yang ingin memesan. Terlihat sekali dari wajahnya yang enggan membahas itu.
Byeol mengernyit melihat perubahan sikap Lisa ketika dia tanyakan tentang hubungannya dengan pemuda Jeon itu. Biasanya jika dirinya menanyakan tentang hubungan mereka berdua, Lisa dengan semangat menceritakan. Perempuan berumur 25 tahun itu menggeleng pelan. Sepertinya hubungan mereka sedang dilanda masalah.
Byeol terkekeh. Dasar remaja-remaja labil!
***
"Kau tampak pucat, Lis." Hanbin menatap khawatir Lisa yang tampak pucat.
Kafe sudah mulai sepi dari beberapa menit yang lalu. Dan sekarang Hanbin dan Lisa duduk di salah satu meja dekat dengan pintu.
Lisa tersentak dari lamunannya. Matanya menatap Hanbin yang kini sudah duduk di depannya.
"Kau berbicara padaku?" tanya Lisa polos.
Hanbin memutar bola matanya malas. Dengan gemas dia memajukan tubuhnya dan mengacak rambut Lisa. "Iyalah, di sini siapa lagi yang namanya Lisa? Kau fikir aku berbicara pada meja ini."
Lisa mengembungkan pipinya kesal. Menatap tajam Hanbin. Yang ditatap hanya tertawa pelan.
"Apa? Kau jatuh cinta padaku?" gurau Hanbin.
Lisa memasang wajah mual. Kemudian menatap Hanbin dengan pandangan meledek.
"Itu tidak mungkin,"
Hanbin terbahak. Kemudian dia kembali bertanya ke topik awal. "Kau sakit? Wajahmu pucat."
"Ani. Aku tidak sakit." Lisa menggeleng.
"Kau... Kau ada masalah yah?" Hanbin menatap Lisa dalam.
Lisa menggeleng pelan. "Aku... Aku tidak memiliki masalah apapun tuh,"
"Bohong." Cecar Hanbin, "apa ini tentang pemuda itu lagi?" lanjutnya.
Lisa menghela napas. Dia tidak menjawab, yang dia lakukan hanya menduduk menatap meja. Enggan membalas tatapan Hanbin yang mengintimidasi.
"Mau berbagi?" ujar Hanbin lembut.
Bahu Lisa bergetar. Sekuat tenaga dia menahan air matanya keluar. Dadanya sesak karena dia menahan isak tangis. Meski begitu dia tidak membuka mulutnya.
Hanbin memajukan tubuhnya ke Lisa, ia mengelus pucuk kepala Lisa lembut, "sstthh jangan menangis."
Lisa mendongak menatap Hanbin yang menatapnya lembut. "Ani. Aku tidak menangis."
Hanbin terkekeh, kemudian ia menggangguk. Lalu ia kembali duduk di kursinya.
"Bagaimana jika hari ini kita ke taman bermain?"
"Tidak bisa. Hari ini aku ada kelas."
"Eyy. Bolos sekali tidak apa-apa nona Morgentheler."
Lisa mendelik, "ish! Jangan panggil aku dengan nama itu. Inikan bukan di Swiss."
Hanbin tergelak di kursinya.
"Ne, makanya mau yah bolos? Kan bolos sekali tidak membuat seorang Lalisa Morgentheler bodoh."
"KIM HANBIN!"
"Hahahhahh."
Tbc.
Jangan lupa voment guys-
Tertarik lanjut?-
KAMU SEDANG MEMBACA
ONCE AGAIN
Fanfiction"Seharusnya aku tahu cintamu hanyalah sebuah permainan." .. .. .. .. .. "I love you." "I'm so sorry but it's fake love." start : 05 April. Finish : - Liskokk {Lisa Jungkook} Fanfic. Don't like, don't read!