Prologue

6.2K 329 27
                                    

18 Juli 2017

Cewek berambut panjang digerai itu nampak tergesa-gesa. Dia terlambat, padahal ini hari pertama Masa Orientasi Siswa. Dengan wajah murung ia menatap gerbang sekolah telah ditutup rapat. Atlanna menghela napas. Belum masuk sudah dapat masalah.

Dia lalu berdiri dibarisan para siswa yang terlambat juga. Ketua OSIS berbicara di depan dengan suara lantangnya. Atlanna sama sekali tidak mendengarkan celotehan yang diucapkan ketua organisasi intra sekolah tersebut.

Yang sekarang dia lakukan adalah menundukkan wajahnya. Dia takut mereka melihat wajahnya yang sembab. Atlanna meringis ketika dia ditarik oleh seseorang untuk menuju ke depan.

"Begini nih, contoh ade kelas yang belom apa-apa udah songong. Bukannya dengerin apa yang Yudha bilang, malah nunduk mulu."

Atlanna sedikit mendongakkan wajahnya, melihat cewek bawel yang baru mengomongi dirinya. Orin, si wakil ketua OSIS.

"Nengok juga. Gara-gara telat lo nangis sampe mata lo bengkak? Ga punya nyali lo? Terlambat aja nangis."

Melihat Atlanna dimarahi oleh kakak kelasnya, Orin, banyak yang menertawakannya. Apalagi kondisi wajah Atlanna yang semrawut.

Atlanna menyesal menangis semalaman. Itu semua karena papanya. Dia benci.

"Nama lo siapa?" tanya Orin yang sudah geram melihat Atlanna diam saja.

"Atlanna."

"Nama lo bagus. Tapi mental lo lembek banget. Telat aja mewek kayak abis diapain aja."

Ucapan Orin membuat gelak tawa hampir semua anak baru yang terlambat, sekiranya ada 20an anak yang terlambat dan juga beberapa anggota OSIS.

Yudha selaku ketua OSIS menyuruh semuanya diam. Begitupun Orin, ia juga langsung diam.

"Ya elah, Dha, seru kali." bantah Orin.

Baru saja Yudha ingin berbicara, seorang siswa baru dari barisan terlambat maju. Dia mengikis jarak antara dirinya dengan Atlanna. Mengetahui cowok itu mendekat, ia mundur beberapa langkah, dia tak nyaman.

"Kakak kelas monyet lo! Berani ke ade kelas! Punya otak gak lo?! Tolol!"

Atlanna yang mendengar itu kaget. Ia menatap sekilas cowok yang ada dihadapannya dalam beberapa meter itu.

"Dih lo songong banget sama kakak kelas! Mau gue lapor-"

Ucapan Orin terputus karena Yudha membungkam mulutnya, lalu ia membisikkan sesuatu ke telinga Orin.

"Lo gak tau? Itu Sean, bodoh. Cucu pemilik yayasan sekolah ini. Bego lo!"

Mendengar bisikan Yudha, Orin terdiam. Orin lalu menatap Sean.

Melihat respon Orin yang tiba-tiba terdiam, Sean berdecih. "Dasar kakak kelas gak ngotak. Bego dipelihara."

Sedetik kemudian ia menggenggam tangan Atlanna untuk membawanya jauh dari sana. Badan Atlanna bergetar. Ia sawan.

Sampai di parkiran, akhirnya Atlanna mengatakan sesuatu. "Lepasin tangan gue."

Suara Atlanna lemah, namun ketus. Atlanna menatap Sean sebentar, lalu dia menunduk lagi. Sean buru-buru melepaskan tangannya, dia tau cewek dihadapannya kini terlihat tidak nyaman.

Lepas dari genggaman Sean, Atlanna membuat jarak beberapa langkah.

Sean tertawa, guna mencairkan suasana. "Selow aja kali sama gue. Jangan gitu amat."

Sean pikir, cewek itu akan tertawa atau minimal mengulaskan senyuman, namun nyatanya nihil. Atlanna menatap datar ke arah Sean.

"Jangan gitu dong ngeliatin gue. Gue tau gue ganteng. Tapi gak gitu juga liatinnya."

SEANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang