04. Anak Baru

1.6K 183 10
                                    

Suasana kelas XI IPA 4 tampak riuh. Katanya akan ada murid baru cowok. Tentunya para cewek-cewek heboh, terlebih kabar dari Bimo, sang ketua kelas, anak barunya ganteng.

Danis tidak menampilkan cengiran seperti biasanya. Wajahnya dia tekuk, dia malas. "Ah anjir, males banget duduk sama anak baru."

Panji tertawa. "Mampus lo. Mampus. Mampus."

"Bangke lo, Pan."

Atlanna merasa bersalah. Keempat cowok itu bersahabat sejak lama. Dalam pikiran Atlanna seharusnya yang duduk dengan Sean itu Danis, bukan dirinya. Cewek itu tampak gelisah, dia tau dia salah.

Atlanna menoleh ke Danis yang duduk di serong kirinya, meja Danis satu baris di belakang dari barisan meja Atlanna. "Mau tukeran?"

Danis langsung mengubah raut wajahnya, tidak cemberut lagi. Lagi-lagi dia menampilkan cengirannya. "Gak usah, Na. Anak barunya cowok, gue takut lo kenapa-napa."

Tidak hanya Sean yang peduli pada Atlanna. Danis, Juna, dan Panji, mereka benar-benar peduli.

Atlanna berpikir lagi, ada benarnya dengan apa yang dikatakan Danis, menghayal untuk duduk bersama dengan cowok selain keempat temannya kini saja tidak bisa.

Tari, wali kelas masuk, karena memang sekarang jadwal perwalian kelas. Tari bilang kalau anak baru akan bersekolah mulai besok lusa.

Anak-anak cewek makin tidak sabar, apalagi Vina, si cewek yang pertama menebar gosip tentang anak baru. Dia juga yang melihat kalau anak baru ganteng karena berpapasan di ruangan TU.

"Apaan sih lo pada alay banget. Palingan juga gantengan Sean." celetuk Juna.

Vina menatap ledek ke arah Juna. "Seganteng apapun Sean juga gak bakal bisa dideketin sama kita-kita. Orang dia nempel mulu sama Atlanna." Vina spontan menatap Atlanna sambil cengengesan. "Gue ngomongin Sean ya, Na, bukan lo-nya."

Sean tidak memperdulikan celotehan-celotehan anak kelasnya dengan ketiga sahabatnya tersebut yang terus beradu argumen. Cowok itu menatap Atlanna yang tatapannya kosong. Atlanna biasanya diam, namun kali ini tatapannya beda.

"Kenapa, Na?"

"Gak enak sama Danis."

Sean terkekeh. "Kayak baru kenal sama Danis aja. Kalo pun nanti lo yang duduk sama si anak baru. Dia belom paham lo gimana, dan gue juga gak tau sifat dia gimana, kalo nanti lo nampar dia dan dia orangnya tempramental gimana?"

Atlanna diam saja mendengarkan Sean sedang berceramah. Selalu begitu, ketika Sean membujuk atau menasehati Atlanna cowok itu mengeluarkan kata-kata yang membuat Atlanna sedikit lega.

"Danis cowok, si anak baru juga katanya cowok pasti bentaran doang mereka juga akrab." Sean cengengesan. "Lagian gue juga ogah duduk sama Danis, kolong mejanya kotor banget."

Danis mendengar omongan Sean. Dia bangkit dari duduknya kemudian menghampiri Sean. Cowok itu menoyor kepala Sean. "Ngaca, Bre. Kolong meja lo gak beda jauh sama punya gue." Danis menatap Atlanna, kemudian berjongkok di samping cewek itu. "Jangan ngerasa gak enakan sama kita. Mau gue nanti duduk sama orang yang bau keteknya ampun-ampun juga gue jabanin dah, yang penting lo aman, Na." Danis melanjutkan, "Lagian kasian kalo nanti tuh anak baru ditampar kayak Sean waktu itu. Untung Sean anak bageur, Na, kagak salah lo nampar Sean."

"Makasih, Danis."

"Pokoknya sampe lulus lo harus duduk sama Sean terus. Karena gue yakin Sean yang bisa lebih ngejagain lo dibanding gue, Juna sama Panji. Tapi jangan lupain kita bertiga juga, Na. Terbuka sama kita bertiga juga ya, Na. Jangan sama Sean aja."

SEANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang