Jeongin terbangun dari tidurnya dengan keadaan ranjang di sebelahnya kosong. Ia langsung meraih ponselnya, mengecek jam yang sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Tepat ketika ia mendudukkan dirinya di tepian ranjang, pintu kamarnya terbuka. Hyunjin masuk sembari tersenyum dengan membawa sebuah makanan.
“Good Morning, Sunshine.” Sapa Hyunjin sembari mengecup bibir Jeongin yang sedikit terbuka dengan mata yang masih sayuㅡmengantuk.
“Kamu darimana?” Tanya Jeongin sembari mengangkat kepalanya, menatap Hyunjin yang membuka jaketnya.
“Di seberang ada cafe, jadi saya ke sana cari sarapan. Kamu lucu kalau lagi tidur, saya enggak tega banguninnya.” Hyunjin menjelaskan sembari tersenyum, membuat Jeongin hanya mengangguk lalu melangkah masuk ke dalam kamar mandi.
Hyunjin raih ponselnya di atas meja, melihat beberapa panggilan masuk dari kontak bernama Papa. Ditelponnya balik pria paruh baya itu sembari menatap keluar jendela. Salah satu kota besar di Amerika Serikat khususnya California ini bahkan sudah produktif di pagi hari.
Ponselnya berdering, tersenyum saat terdengar suara menyapa dari ujung sana.
“Hyunjin, ditelpon kok enggak diangkat? Papa lagi kerja, terus tiba-tiba keinget kamu lagi libur, kan.” Tanya Papa di ujung sana.
“Tadi Hyunjin lagi keluar, Pa. Beli sarapan buat Jeongin.” Balasnya sembari tertawa pelan.
“Loh? Subuh kok sarapan?”
Hyunjin tertawa pelan mendengar pertanyaan Papa-nya itu, seharusnya ia yang bertanya pada sang Papa, di Indonesia sana sekarang masih tengah malam menuju subuh, apa yang pria itu lakukan sampai larut begini?
“Hyunjin lagi di Amerika, Pa.” Balasnya sembari melirik Jeongin yang keluar dari kamar mandi dengan baju kaos dan celana selututnya.
Jeongin mengerinyitkan dahinya mendengar percakapan Hyunjin dengan seseorang yang ia panggil Papa itu. Setahu Jeongin, ia waktu itu bertemu Ayah Hyunjin dan membantu pria itu mengantarkan minuman ke cafe di belakang kampusnya.
Setelah Hyunjin menutup telponnya, yang lebih muda langsung memeluknya dari belakang. Jeongin lebih pendek, sehingga laki-laki itu hanya mencapai tengkuknya lalu menenggelamkan kepalanya pada bahu tegap kekasihnya itu.
“Itu Ayahmu yang waktu di kampus?” Tanya Jeongin sembari membiarkan Hyunjin menariknya lalu duduk di sofa dan membiarkannya duduk di pangkuan yang lebih tua. Menyender pada dada dengan hidung Hyunjin menempel di ceruk leher laki-laki itu.
“Bukan, sayang. Barusan itu Papa.”
Lagi-lagi, dahinya mengerinyit. “Loh? Beda?” Tanyanya, penasaran.
Hyunjin tersenyum, memeluk erat pinggang Jeongin lalu membawanya untuk benar-benar duduk di pangkuan.
“Papa itu Papa kandung saya. Kecil, saya dititipin ke Ayah Jinyoung karena Papa kerjanya suka keluar negeri, Mama mau enggak mau ikut, tapi kasihan saya. Walaupun sampai detik ini, Papa sama Mama masih mentingin bisnis dan pekerjaan mereka. Akhirnya saya dititipin ke Ayah Jinyoung, dan sebenarnya Tante Suzy itu bukan Tante saya. Dia teman Ayah doang, Ayah gak punya niat dan gak mau menikah. Tapi karena terbiasa, saya panggil Ayah deh.” Jelas pria bermarga Hwang itu panjang lebar.
Jeongin mengangguk, walaupun Hyunjin hidup bergelimang harta, namun laki-laki itu memang kurang dengan sesuatu atas nama kasih sayang keluarga.
Dan bisa saja, hal tersebut yang membuat Hyunjin menjadi seperti ini. Namun dengan hebatnya berhasil menarik Jeongin untuk jatuh dalam pesonanya. Keheningan menerpa, namun Hyunjin paham apa yang ada di kepala Jeongin. Ia memberi isyarat kepada Jeongin untuk membalikkan tubuhnya agar duduk berpangku dan menghadap ke arahnya.
Satu kecupan ia curi dari bibir manis itu.
Satu kecupan lagi di pipi.
Lagi, kali ini di hidung.
Hyunjin tak tahan, gemas dengan pemandangan di depannyaㅡJeongin yang memerah hanya karena Hyunjin yang terlalu lembut padanya. Menggemaskan.
Diciumnya bibir itu sembari tersenyum, memeluk erat pinggul sempit itu sembari mendongak karena sang submisif berposisi lebih tinggi darinya. Lagi-lagi Jeongin merona, namun kali ini ia lebih berani. Melumat dan menggigit bibir Hyunjin. Tertawa pelan saat tak sengaja giginya beradu.
Ciuman terlepas, dahi bertemu dahi. Hyunjin menatap manik indah itu dalam-dalam, tersenyum dan berbisik, “Saya sayang kamu. Terlalu sayang.”
Jeongin tak menjawab, yang ia lakukan hanya kembali mencium bibir tebal itu. Membiarkan Hyunjin mengkat tubuhnya dan berjalan ke ranjang. Dengan perlahan menjatuhkan tubuhnya di atas sana, melepas ciumannya, dan menyerang leher jenjang itu dengan ciuman-ciuman basah.
“Baby, I love you so much.” Bisik Hyunjin lagi sembari menyingkap kaos yang dikenakan Jeongin lalu mengecup pelan perut laki-laki itu.
“Hnhh, I love you too, Daddy.”
Oh shit, Jeongin baru saja membangunkan singa lapar di pagi hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEE SAW.
FanfictionJeongin sudah melihatnya, keindahan tiada tara dari seorang laki-laki yang tak seharusnya ia rasakan. Status: ON GOING. 🔛