Hari ini Jeongin sudah berjanji untuk menemui Daehwiㅡteman lamanya yang pindah ke Amerika ini. Ia tak tahu mengapa sahabat dekatnya itu tiba-tiba tak datang ke kampus kala itu, lalu mendapat kabar bahwa ia pindah ke Los Angeles. Maka dari itu, Jeongin ingin menghampirinya dan meminta penjelasan mengenai masalah tersebut.
Omong-omong, Jeongin langsung kabur tadi setelah menggoda Hyunjin. Dan sang dominan hanya tertawa melihat kekasihnya berlari begitu saja.
Hyunjin menurut saja, ia tak kenal siapa Daehwi, namun mana mungkin ia tak menuruti permintaan kekasihnya?
Di lobby hotel, sudah ada seorang laki-laki bule yang menunggu Hyunjin untuk memberikan kunci mobil yang pria itu sewakan selama ia berada di Los Angeles. Setelah mengkonfirmasi bahwa ia akan berpindah ke hotel di tengah kota, Hyunjin langsung menggenggam Jeongin ke arah parkir. Membukakan pintu untuk kekasihnya itu.
“Daehwi udah send-loc, belum? Tapi kita cari hotel dulu, ya?” Tanya Hyunjin ketika berhenti di lampu merah.
Jeongin mengangguk, lalu kembali menatap jalanan di kota Los Angeles. Toko-toko berderetan, pejalan kaki, dan pasangan-pasangan yang berciuman tanpa rasa malu. Hal yang benar-benar tak pernah ia lihat di Indonesia.
“Kamu kenapa ngelamun?” Hyunjin melirik laki-laki yang lebih muda darinya itu, mendapati si manis tengah melamun memperhatikan setiap sudut kota.
“Enggak apa-apa, cuma kaget sama kebiasaan orang di sini.” Balas Jeongin sembari tersenyum manis menghadap ke arah Hyunjin.
“Imagine we are married and moved here, having kids from the adoption. Living happily without people disturbing our own life and our little family.” Hyunjin bergumam, tanpa berniat menatap Jeongin yang sudah memerah wajahnya entah mengapa.
Ia tentu paham dengan maksud Hyunjin. Ia juga bahkan mengerti bahwa hal yang sekarang tengah ia lakukan itu salah. Tuhan menciptakan laki-laki untuk perempuan, dan ia telah melanggar hal tersebut. Puluhan ayat di dalam kitab ia lupakan begitu saja.
Di sisi lain, Jeongin benar berharap hal yang baru saja disampaikan Hyunjin akan benar terjadi. Ia tak apa harus jauh dari kampung halaman. Entahlah, ia hanya membenci bagaimana keluarganya terus-menerus memaksanya.
Sekitar 40 menit dalam perjalanan, Hyunjin memilih sebuah hotel baru yang tepat terletak di tengah kota. Setidaknya ia tak perlu jauh-jauh jika ingin membeli makanan atau sekedar berjalan di malam hari dan duduk di restoran cepat saji.
Barang-barang diturunkan, sebuah kamar yang bisa dibilang mahal pun sudah dipesan. Jeongin duduk di atas ranjang, memperhatikan Hyunjin yang tengah melepas kemejanya. Menunjukkan bahu lebarnya dan punggung tegap itu. Kakinya merangkak naik ke atas ranjang, memberi isyarat kepada yang lebih muda untuk menghampirinya, memeluk lehernya, dan mencium bibir tersebut dalam-dalam.
Pinggang diangkat, kaki melingkarㅡmengikat diri pada pinggang yang lebih tua. Hyunjin melangkah masuk ke dalam kamar mandi dengan bathub itu.
“Mandi, ya.” Bisik Hyunjin setelah melepas ciumannya, sembari mendudukkan tubuh ringan itu di sebelah wastafel. Membiarkan Jeongin melepas bajunya sementara ia menyalakan air untuk mengisi bathub.
Setelah sepenuhnya naked, Hyunjin kembali menggendong tubuh polos Jeongin masuk ke dalam bathub berisikan air hangat itu. Perlahan-lahan duduk dan membiarkan Jeongin di pangkuannya. Bibir kedua insan itu kembali bersatu. Shower dengan suhu hangat dinyalakan, membuat kedua tubuh polos itu menjadi panas. Jemari kasar Hyunjin mulai mengeksplor punggung polos Jeongin, membuat sang submisif melenguh di setiap sentuhannya.
Ciumannya turun hingga ke leher, Jeongin mendongakkan kepalanya. Tubuhnya semakin rapat, membuat kedua bagian sensitif mereka bergesekan. Hyunjin menggeram rendah, Jeongin mendesah halus.
“A-ahhㅡ” Jeongin mendesah dengan refleks, meremat rambut yang lebih tua.
Selesai dengan leher, Hyunjin semakin turun menuju bahu dan dada yang lebih muda. Membuat Jeongin tak tanggung-tanggung mendesah bebas ketika lidah hangat itu menyentuh kedua titik di dadanya. Meremat rambut yang lebih tua, menahannya agar tetap mengerjai setiap inci dari tubuh polosnya di bawah guyuran shower itu.
Hyunjin melepas ciumannya pada tubuh Jeongin, mengangkat pinggangnya lalu melesatkan miliknya masuk tanpa memberi aba-aba.
“Ah! Fuck!” Pekik sang submisif, mencakar punggung polos milik dominannya dan memejamkan mata.
“Did you still remember what have you done at this morning?” Bisik Hyunjin dengan suara beratnya, menghentakkan pinggulnya dengan cepat seolah tak memberi ampun.
“H-haahhㅡ y-yes!” Balas Jeongin tanpa berusaha menahan desahannya. Ia sudah tak peduli lagi, yang ia rasakannya hanya nikmat, nikmat, dan nikmat.
“Count this as a punishment.”
Merinding. Jeongin merinding setelah mendengar kalimat itu, sedetik kemudian ia dibuat mendesah keras.
Hyunjin bahkan hampir lupa ia dan Jeongin harus menghampiri Daehwi malam ini.
ㅡㅡ
eng-ong, sehabis ini bakal mulai masuk konflik, ehe ~
KAMU SEDANG MEMBACA
SEE SAW.
FanfictionJeongin sudah melihatnya, keindahan tiada tara dari seorang laki-laki yang tak seharusnya ia rasakan. Status: ON GOING. 🔛