Are We Done Yet?

1.3K 153 19
                                    

Trigger Warning: suic!de.
And... Drama.

Jeongin sampai di Indonesia pada pukul 10 malam, baru saja ia menyalakan ponselnya, sudah ada ratusan panggilan masuk dari Hyunjin, Daehwi, bahkan Samuel yang berusaha menghubunginya. Tak ia balas satupun pesan yang masuk, mengambil taksi online dengan tujuan rumahnya.

Ia tak tahu jika akan serumit ini, ia pikir drama hidupnya hanya akan menjadi sebuah cerita klasik biasa. Ternyata tidak semudah itu. Langkahnya terlihat tenang, tidak terburu-buru walaupun hatinya sudah gaduh.

Tujuannya malam ini hanya satu, ia harus mencari hotel untuk menginap sebelum pulang. Karena ia tahu, orang tua nya sudah tidur dan ia tak mungkin menghubungi Hyunjin walaupun sejak tadi lelaki itu menelponnya. Ponselnya sendiri sudah di-switch off lagi tepat ketika ia duduk di dalam taksi online yang ia pesan.

Jeongin menatap keluar jendela, memperhatikan gedung-gedung sembari menghela nafas. Ia merasa hampa. Bahkan ia membayangkan dirinya terjun dari salah satu gedung tersebut.

••••

"Lo yakin? Ini udah hari entah keberapa dan mereka udah nolak lo berkali-kali, Hyunjin... Lo kuat balik selalu babak belur?" Seungmin berucap sembari melangkah menuju mobil Hyeju.

Hyunjin mengangguk, "Gue yakin Jeongin pasti udah di rumah. Dia pulang ke Indonesia sejak terakhir kita ke rumahnya. Gue yakin dia udah di rumah sekarang. Udah dua hari, Seungmin." Balasnya sembari masuk ke dalam mobil yang dikendarai teman dekat Jeongin itu.

Seungmin ikut masuk, duduk di sebelah Yerim yang sepertinya sudah penat secara mental dan fisik selama ini karena ia harus menjadi penengah dan selalu menurut. "Lo oke?" Tanya Seungmin, dan Yerim hanya mengangguk.

Hyeju hanya diam, menyetirkan mobilnya menuju rumah Jeongin dengan tenang. Ia sesungguhnya tak tega melihat Hyunjin yang terus-terusan lebam ketika keluar dari rumah Jeongin, sama seperti Seungmin. Namun laki-laki itu benar-benar keras kepala.

Dan ketika mereka sampai di rumah Jeongin, Hyunjin langsung turun. Melangkah ke depan pintu yang sudah terbuka sembari menunduk. Berniat ingin mengucapkan salam namun nafasnya tercekat begitu saja ketika melihat Jeongin sudah terduduk di lantai sembari menangis.

"Jawab, Jeongin! Kenapa kamu kecewain Mama kaya gitu?!" Teriak Ibu Jeongin sembari menarik tangan anaknnya untuk berdiri.

"Liat, pacarmu udah datang lagi. Bilangnya mau bawa kamu ke Amerika sana. Kalian tau kan ini salah?!" Sang Ibu menunjuk Hyunjin, membuat Jeongin menatapnya dan menangis sembari menggeleng.

Sang Ayah sudah terduduk di kursi, ia tak tahu lagi harus berbicara seperti apa. Jeongin yang keras kepala, hanya mau hal terjadi sesuai dengan keinginanya. Ditambah Hyunjin yang setiap hari datang dan berjanji untuk membahagiakan Jeongin. Ayah dan Ibu tentu saja tak mendengarkan. Mereka tetap tak terima bahwa anak laki-laki kesayangan mereka juga menyukai laki-laki lain.

"Kalau Mama bisa berharap, mama ga mau punya anak kaya kamu!" Pekik Ibu sembari mendorong Jeongin ke arah Hyunjin hingga terjatuh.

Ibu melangkah dengan terburu-buru, mengambil sebuah tas berisi berkas dan barang penting milik Jeongin dan melemparkannya ke arah dua laki-laki tersebut. "Terserah kalian berdua aja, saya ga mau liat wajah kalian berdua lagi. Ga usah balik dan mohon bantuan apapun saat kalian udah di sana!" Ucapnya sembari mendorong Hyeju, Yerim, dan Seungmin untuk keluar lalu menutup pintu rumah tersebut secara kasar.

Yerim dan Hyeju terdiam, Seungmin berusaha membantu Jeongin berdiri setelah itu mereka berlima langsung berjalan menuju mobil. Jeongin tak henti menangis, membuat Yerim dan Hyeju bahkan Seungmin tak tega mendengarnya.

"Sekarang mau kemana, kak?" Tanya Hyeju.

"Ngumpul di apartemen gue dulu aja, kalian berdua gapapa kok masuk. Biar gue pesen makanan buat ramean." Bukan Hyunjin, Seungmin lah yang menjawab. Kedua temannya itu tengah kalut dan ia tak mau Hyunjin justru memutuskan sesuatu dalam keadaan seperti ini.

Hyunjin saat ini tidak memikirkan dirinya sendiri, ia terfokus kepada Jeongin di dekapannya. Walaupun mereka benar-benar bersama di negeri yang jauh sana, ia yakin trauma Jeongin tidak akan secepat itu berlalu. Pasti ada saat-saat dimana Jeongin akan berteriak dan menangis tiba-tiba bahkan ketika bisa saja ia marah secara tidak disadari. Hyunjin bukan orang yang tempramental, tapi ia tahu Jeongin akan berubah menjadi seratus kali lebih sensitif dan ia tidak mau menyakiti laki-laki kesayangannya itu.

Tidak, Hyunjin tidak akan meninggalkannya setelah apa yang terjadi. Hyunjin akan belajar untuk kembali membuatnya hidup dengan tenang, masih ada banyak orang di sekitarnya yang ingin ia bahagia. Hyunjin akan terus bersama Jeongin. Ia bertekat, selama apapun untuk terus bersama Jeongin di pelukannya.


Woah. Chapter ini isinya sedih-sedihan ya......

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SEE SAW.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang