Hyeju diam tak bersuara ketika Mama Jeongin menelpon laki-laki yang sudah jelas sahabatnya itu. Sementara Yerim hanya menghela nafas, menenangkan diri walaupun hatinya benar-benar tak siap dengan apa yang akan terjadi. Sumpah, ia tak pernah meng-iya-kan ajakan Hyeju hanya sajaㅡ oh ayolah, dia juga menolak perjodohan sialan ini!
“Kita gak akan batalin perjodohannya.” Ucap Mama Jeongin setelah telponnya diputuskan begitu saja oleh anaknya.
Mata Hyeju membulat, sementara Yerim justru sudah menduganya. Semuanya sia-sia, tak akan ada pembatalan terhadap hal gila yang sebenarnya sangat kuno ini. Ayahnya sedang dalam perjalanan menuju kediaman keluarga Yang ini.
Sejak tadi, Mama Jeongin sudah berusaha menghubungi anak laki-lakinya yang tengah kabur entah kemana di daratan Amerika tersebut. Ponselnya tidak aktif, seluruh sosial media nya hilang. Bahkan Yerim sendiri pun tak tahu kemana hilangnya Jeongin. Ia berani bersumpah bahwa laki-laki itu tidak memberi kabar sama sekali sejak ia berdalih liburan ke Amerika bersama temanㅡpacarnya itu.
Ayah Yerim sudah datang, masuk tanpa salam dan langsung menghampiri sang anak, memberikan tatapan bertanya.
“Jeongin kabur sama pacarnya.” Celetuk calon besan-nya itu.
“Emang dia gak bisa dilacak?” Balas Ayah Yerim sembari menatap Mama Jeongin dengan tatapan tajamnya.
“That’s not the point, sir.” Hyeju yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara. Yerim sudah melarangnya, namun tetap saja perempuan semi-tomboy itu memaksa.
“Jeongin punya pacar, dan itu seorang laki-laki. Teman sekamarnya.” Lanjut Hyeju. Kalimatnya sukses membuat Ayah dari temannya itu mengerinyitkan dahinya.
“Mereka kabur bersama, ke Amerika sana. Ponselnya udah gak bisa dilacak, sosial medinya udah mati semua.” Sambunya lagi, berusaha menjelaskan.
Ayah Yerim terduduk di atas sofa, menggeleng pelan sembari memijat kepalanya yang pening mendadak setelah mendengar penjelasan Hyeju. Ia tak mungkin memaksakan terus hal gila ini, terlebih sekarang ia sudah tau bahwa anaknya dan Jeongin memang tidak akan bisa disatukan seperti rencana awal.
“Kita harus batalin perjodohannya.”
•••••
Jeongin meringkuk di dalam selimut, memeluk Hyunjin dengan erat setelah menangis berjam-jam. Ponselnya pecah setelah sebelumnya ia menonaktifkan sosial medianya dan membiarkan Hyunjin menghempaskan ponselnya.
Hyunjin sudah memutuskan dan keputusannya sudah bulat. Ia akan meninggalkan Jeongin di Amerika bersama Daehwi sementara dirinya akan mengurus seluruh surat-menyurat Jeongin dan dirinya serta mencari kampus baru di Amerika atau bahkan mencari kerja. Melihat bagaimana Jeongin menangis di pelukannya tadi membuat ia marah dan juga sedih di saat yang bersamaan.
Ia merasa bahwa Jeongin sudah dewasa, dan Jeongin berhak memilih jalan hidupnya. Jeongin juga berhak menjadi apapun yang ia mau. Selagi itu tidak merugikan siapapun di dalam hidupnya. Hyunjin sudah tahu, Hyeju yang melakukannya. Sejak awal ia mengenal Jeongin dan bertemu Hyeju, perempuan itu selalu menatapnya dengan tatapan yang terlihat kagum. Namun, tatapan kagum milik Hyeju itu hanya karena ia kagum dengan hubungan Hyunjin dan Jeongin, bukan karena Hyunjin.
Hyeju kagum karena ia ingin mempunyai hubungan tertutup seperti Hyunjin dan Jeongin. Hyeju suka perempuan.
Hyunjin sudah mengetahuinya sejak lama, sejak ia mendapati perempuan itu sedang memperhatikan Yerim yang sedang bersama Jeongin saat itu. Dari tatapannya, perempuan cantik itu cemburu. Bukan terhadap Yerim, namun kebalikannya.
“Baby, hey, listen. We won’t back, okay? I will stay here with you. We just need to take some documents and move here. Okay?” Bisiknya sembari menghapus air mata Jeongin yang tak berhenti mengalir.
Hyunjin menundukkan kepalanya, memberikan ciuman penenang kepada laki-laki manis di pelukannya. Perlahan beranjak, menindihnya dan menyeret bibirnya menuju lehernya. Membisikkan kalimat-kalimat bahwa ia bersumpah, ia tak akan membuat Jeongin menangis lagi.
Tangannya saling menggenggam, ciuman dilayangkan lagi pada bibir manisnya. Mengangkat tubuh Jeongin, Hyunjin membuatnya duduk di pangkuan yang lebih tua. Hyunjin menyender pada sandaran kasur, memeluk erat Jeongin dan terus-menerus melumat bibir mungil itu.
Tak peduli lagi dengan air mata yang menyelinap di antara bibir keduanya, Hyunjin tidak tega melihat kekasih mungilnya menangis. Ciuman terlepas, entah kesekian kalinya, Hyunjin terus menerus memberikan afeksi-afeksi pada tubuh Jeongin guna menenangkan.
Hyunjin bersumpah, hal ini harus menjadi terakhir kalinya Jeongin menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEE SAW.
FanfictionJeongin sudah melihatnya, keindahan tiada tara dari seorang laki-laki yang tak seharusnya ia rasakan. Status: ON GOING. 🔛