S'6

53 16 22
                                    


Ketika cinta dan jiwa
yang melebur bersama waktu,
terkubur menjadi debu, pada akhirnya
kembali tumbuh subur bersama dikau,
sang penakluk hati yang baru.

***

Brukk

"Aduhh"

"Aduhh"

Ringis mereka berbarengan.

Ila mengelus kepalanya yang sedikit berdenyut lalu melihat orang yang ditabraknya.

"Kak Sava?"

"Ehh, Ila?" sahut orang yang dipanggil Sava itu.

"Kak Sava! Kangen!" langsung saja Ila menubrukkan tubuhnya.

"Kakak juga, sayang"

Cukup lama berpelukan.

"Kapan kakak pulang? Kok gak ngabarin Ila sih,"

Sava terlihat sedang berpikir, "Sekitar 2 atau 3 hari yang lalu, tapi baru masuk hari ini"

"Owhh, pantes aja Ila gak pernah liat" Ila mengangguk-anggukkan kepalanya. "Oleh-oleh buat Ila mana kak?" tangan Ila menadahkan tangannya ke depan muka Sava sambil menaik turunkan alisnya.

Sava hanya terkekeh mendengar penuturan Ila. Ia memang dekat dengan Ila karena ayah mereka bekerja satu kantor.

Sejak bertemu, mereka sudah langsung merasa cocok satu sama lain. Terlebih mereka satu sekolah sehingga memungkinkan untuk bertemu setiap hari.

"Nanti kakak ke rumah Ila aja ya, anterin oleh-olehnya sekalian main. Udah lama kakak gak ketemu sama mama kamu"

Senyum Ila kembali merekah lebar, "Siap kak."

"Oh ya, Ila tadi kenapa lari-lari? Lagi ngejer siapa?"

Nah lho, ditanyain lagi.

Ila menelan salivanya kasar, "Itu, Ila tadi ngejer..... temen Ila. Iya temen Ila. Dia belum bayar kas kelas, jadi Ila mau ngejer biar dia bayar kas"

Ila sedikit kesusahan benafas, seketika oksigen disekitarnya menipis. Ia menggigit bibir bawahnya kuat menahan gugup akibat berbohong.

"Oalah, kakak kira ngapain. Gak perlu pake kejer-kejeran juga kan. Masih mending tadi nabrak kakak, kalo guru gimana?"

Ila langsung menghela nafas lega. Untung saja Sava percaya padanya.

"Hehe. Iya deh, gak bakal lagi"

Kringg

"Yaudah ya La, kakak mau ke kelas. Kamu juga, dateng-dateng langsung nagih kas itu gimana coba. Letakkin dulu lah tasnya"

Sejurus kemudian Ila mengangguk dan pergi dengan langkah gontai menuju kelasnya.

Sebenarnya, hati kecilnya masih merasa sangat penasaran dengan Ravindra. Tapi, apa boleh buat kesempatan untuk mengetahui hal itu malah hangus karena ia kehilangan jejak.

Beberapa kali Ila menghela nafas kasar. Bahkan saat jam pelajaran pun ia tak bisa fokus karena memikirkan hal tadi.

"Nath," panggil Jessica.

Nathalie sedikit berbalik menghadap Jessica yang duduk dibelakangnya. Alisnya sedikit terangkat tanda menanggapi panggilan Jessica.

"Tuh anak kenapa?" jari Jessica menunjuk Ila.

"Tau nih, dari tadi bengong mulu" Nathalie menjawab dengan berbisik.

"Tumben banget materi musik gak semangat dia"

STRUGGLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang