"Otak aku terlalu sulit memikirkan hal yang berat, hidupku udah berat jangan tambah beban pikiran otakku yang imut ini lagi."
~Andira Jelita~
***Dengan langkah lambat dan perasaan takut Dira melangkah masuk kedalam rumah besar berwarna putih yang ada dihadapannya.
Jantungnya saat ini berdetak lebih kencang dari biasanya, ia takut atau bahkan sangat takut pada sosok laki-laki yang menjadi papanya.
Bukan tanpa alasan ia takut pada papanya, dulu saat ia masih kecil ia pernah melakukan kesalahan yang bahkan dirinya pun tak tahu perbuatan siapa. Tapi papanya menuduh Dira yang melakukannya karena banyak tetangga yang mengatakan jika Dira sangat nakal.
Dira dipaksa oleh papanya mengakui kesalahan yang bahkan ia sendiri tak pernah melakukan kesalahan apapun. Hanya karena nakal dan selalu menganggu anak lain Dira dicap sebagai anak pembuat kerusuhan di komplek.
Semoga aja bukan papa yang di telpon Pak Suryo
Dira terus saja berdoa dalam hati semoga saja Tuhan mendengar doa hambanya yang kesusahan. Menarik napas sedalam-dalamnya Dira membuka pintu rumahnya.
Berjalan perlahan tanpa berniat memunculkan suara apapun dan semoga saja penghuni didalam kamar yang ada diujung ruangan tidak menyadari ada yang masuk kedalam rumah.
BRAAKKK!!!
Suara pintu terbanting cukup keras terdengar ditelinga Dira. Gadis itu saat ini mematung ditempatnya tak berani menoleh atau melihat ke arah munculnya suara itu.
"Sudah saya bilang kalau kamu nggak bisa memberikan prestasi yang bagus dalam pelajaran setidaknya bersikap yang baik jangan melakukan hal bodoh dan konyol disekolah."
Dira masih mematung ditempat dengan wajah yang ia tundukkan kebawah menghitung garis keramik yang ia pijaki saat ini, dan dalam hati tetap berdoa semoga saja ia tak diusir dari rumah.
Tuhan gue nggak mau tidur dibawah plosotan, udah nggak muat juga badan gue sekarang
Disaat yang menegangkan seperti ini gadis itu selalu saja merasakan otaknya berjalan lambat, sejak tadi ia memikirkan alasan apa yang cocok dia berikan untuk sang papa yang sedang murka.
"Kalau kamu sudah tidak mau sekolah seharusnya bilang,
Apa kamu nggak mikir kalau selama ini kamu itu sudah menghabiskan semua uang Dahlia untuk biaya kamu sekolah."Sejak Dira SMA ia memang di biayai oleh sang kakak untuk sekolah, papanya tak mau membiayai sedikitpun keperluan Dira. Pak Miko ayah Dira entah mengapa selalu menganggap kehadiran Dira ditengah keluarganya sebagai pembawa sial.
Sejak Dira kecil ia tak pernah mau menyentuh Dira sama sekali, entah apa salah Dira yang pasti laki-laki yang masih terlihat muda dari umurnya tersebut sangat membenci Dira dan menganggap apapun yang dilakukan Dira adalah kesalahan.
Bahkan untuk keperluan Dira pun ia tak akan memenuhi sedikitpun, sejak kelas 3 SMP Dira sudah terbiasa mencari uang sendiri dengan cara ikut manggung dengan grup band Firman yang bernama RACUN tersebut.
Miko maju beberapa langkah untuk menatap gadis bungsunya itu, sebetulnya ia tak pernah menganggap Dira sebagai anaknya, bahkan teman-temannya pun tak ada yang tahu jika laki-laki itu mempunyai dua anak gadis.
"Lebih baik kamu berhenti sekolah, dengan begitu kamu tidak lagi menyulitkan Dahlia karena terus saja mengeluarkan uang untuk anak kurang ajar seperti kamu."
Dira merasa otaknya benar-benar semakin melambat memaknai ucapan sang papa, untuk saat ini gadis itu memberanikan diri menatap laki-laki bertubuh tinggi besar yang ada dihadapannya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika
Teen FictionJika saja semua tak pernah terjadi Mungkin tak ada hati yang tersakiti ....