" Sin, ke kantin yuk!" ajakku malas.
" gak ah, baru mau ngerjain pr ." jawab Sinta.
" ya ampun, baru ngerjain pr! Ini itu dikasihnya udah dari sebelum kenaikan kelas loh!" kagetku seraya menepuk-nepuk mejanya dengan keras.
" kamu buat suara aja, maklum aku kan juga manusia. Sering lupa." jawabnya santai.
" tapi ini manusianya kebangetan, lupanya juga kebangetan!!" ucapku cemberut.
" dari pada kamu ngomel-ngomel terus mending kamu ke kantin belikan aku makanan."
" ish, mau apa kalau gitu?" aku mengalah.
" roti sama es teh aja. Yang cepat ya mbak." ejek Sinta.
" iya mbak tunggu sebentar!!" kesalku di panggil mbak oleh Sinta.
........................................................................
Sesampai di kantin, aku bergegas menuju rak kaca depan kantin tempat roti pesanan Sinta dijual.
" hap!"
" untung tinggal satu bisa ku ambil." ucapku lega melihat tanganku sudah duluan mengambil roti yang tersisa satu.
Aku melirik perempuan di sampingku, sepertinya tidak asing bagiku ,aku pernah lihat sebelumnya.
Ku lihat bed kelas nya. Kelas sepuluh.
" maaf dek, kamu yang dulu pernah ketemuan sama Raka kan?" tanyaku memastikan.
" eh..iya kak. Perkenalkan nama saya Bella dari kelas sepuluh." jawabnya.
" oh. Perkenalkan juga namaku Ema, panggil aja Kak Ema." ucapku memperkenalkan diri.
" kakak ini sahabatnya Kak Raka kan?"
" ya begitulah." jawabku tersipu.
" enak ya punya sahabat kaya' Kak Raka." kata Bella memujiku.
" ada dukanya ada juga senangnya kalau sahabatan. Aku tinggal dulu ya!!" jawabku terasa aneh bagiku sendiri.
Aku segera kembali ke kelas, saat melewati kelas dua belas ips dua aku memperlambat jalanku.
Nampak Raka duduk jauh dari pintu kelas, wajahnya terkena sinar matahari yang masih remang-ramang membuatku senyum-senyum sendiri.
Tet..tet..tet..
Bel masuk tidak sengaja membuyarkan lamuanku. Mau tidak mau aku harus kembali ke kelas.
" kasihan Sinta!!" batinku mencoba untuk kembali secepat mungkin.
........................................................................
" ah capeknya!!" aku merenggangkan badanku yang capek setelah belajar matematika yang menurutku sulit.
" Sin, aku pulang duluan ya!!" ucapku sambil menenteng tas.
" tunggu, Ma. Aku boleh ngak tidur dulu di rumahmu?" tanya Sinta berbisik.
" kamu mau kabur lagi?" tanyaku.
" enggak, paling-paling nanti juga ngak ada orang di rumah. Tau lah kamu sama keluargaku." jelas Sinta malas.
" oke. Tapi kamu harus kasih tau keluargamu dulu!" suruhku.
Sinta mengangguk. Akhirnya Sinta ikut aku pulang ke rumah.
Keluarga Sinta menurutku adalah broken home. Ayahnya gila akan kerja sedangkan ibunya juga gila akan kemewahan dan mabuk-mabukkan. Sinta mempunyai adik laki-laki berumur tujuh tahun, namanya Satya.
Hanya adiknya yang diperhatikan, ibunya selalu membedakan Satya dengan Sinta. Sedangkan Sinta, ia anak yang tak berani mengelak.
Sinta, tiba-tiba aku teringat pertama kali kita bertemu...
........................................................................
Hari kedua aku masuk sekolah...
Seperti kemarin aku duduk di dekat jendela dan sesekali mengobrol dengan Raka di sampingku yang cuma sehari kami sudah seperti kenal lama.
" anak-anak!! Kalian kedatengan teman baru. Ayo nak perkenalkan diri!" ucap bu guru di depan bersama seorang gadis cantik menurutku, tapi nampak wajahnya suram.
" hai teman-teman. Namaku Sinta Pratama Arnetha, panggil saja Sinta." ucapnya memperkenalkan diri dengan suara imutnya.
" Sinta duduk di sana ya! Samping nya Raka yang ceria." suruh bu guru didepan.
Mendengarnya Raka langsung tersenyum lebar, gigi nya yang belum rapi dan ditambah ada yang beberapa bolong membuat siapa saja yang melihatnya ingin mencubit.
" namaku Raka, aku suka olahraga. Kamu mau kuajarkan olahraga?!!" pinta Raka mengulurkan tangannya.
" namaku Sinta." jawabnya ceria mengulurkan tangan.
" Sinta, namaku Ema. Nanti aku ajak main-main ya!!" ajakku.
" oke!!"
........................................................................
" Sinta kamu nunggu dijemput?" tanyaku saat hendak pulang.
" iya. Kamu duluan aja." suruhnya.
" oke. Besok main lagi ya!!" jawabku.
Aku berbalik arah, takut papa menunggu ku terlalu lama.
Sit. Mobil di hadapan Sinta berhenti, keluar dari mobil seorang perempuan paruh baya yang nampak baru mabuk.
Aku segera bersembunyi, takut dengan perempuan itu.
Sinta hanya diam, ia terlihat sedih saat mengetahui ibunya mabuk-mabukkan lagi.
" Sinta!! Ayo cepat masuk atau ibu tinggal!!" teriak perempuan itu atau ibu Sinta.
Sinta hanya menurut, ia segera masuk. Dan sesekali di tarik-tarik oleh ibunya untuk bersegera.
Saat mobilnya melewati ku.Sinta tak sengaja melihatku bersembunyi. Wajahnya kaget, ia takut orang lain mengetahui masalah keluargannya.
Malamnya, aku takut tak berujung. Melihat anaknya takut, ayahku memintaku untuk bercerita.
" ya ampun, kasihan Sinta. Dia cantikkan seperti kamu." ucap ayahku setelah aku selesai bercerita.
" ayah! Aku takut banget. Kalau besok di sekolah, aku nantu gak bisa main lagi!" aku hendak menangis saking takutnya.
" gak apa-apa kok. Ada ayah disini." ayah menenangkanku.
Keesokan harinya, seperti biasa Raka selalu membuat masalah. Kali ini ia tak memakai dasi sekolah.
Tak lama kemudian Sinta masuk. Aku Mengalihkan pandangan, berharap tak bertatapan dengan Sinta.
" Ema. " panggil Sinta.
Aku menoleh, berusaha bersikap seperti biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perasaan yang Terbenam
Teen FictionRaka Budi Wijaya. Seorang laki-laki yang selalu ku harap. Perasaan ini menyiksaku, terlalu malu untuk mengungkapkannya dan serasa fatamorgana bagiku. terlalu lama memendam,seolah perasaan ini dipaksa terbenam dari hatiku. . . . . . the first story b...