BAB 4

48 11 0
                                        

   " Ema. Maaf ya yang kemarin!!" ucap Sinta

   " ngak kok, aku yang harusnya minta maaf." kataku dengan cemberut.

   " aku takut nanti gak dapet temen main lagi." ucapnya lagi.

   " aku mau kok main sama kamu." ucapku, Sinta tersenyum, semula yang wajahnya bagaikan mendung berubah menjadi pelangi yang indah.

   " aku juga mau kok." ucap Raka mengagetkan, ternyata dari tadi dia menguping pembicaraan ku dengan Sinta.

   " iya. Makasih temen-temen!"  senangnya.

........................................................................

   " Ema?! Oyy!!" Sinta mencoba menyadarkanku dari lamuan.

   " kamu nglamuin apa?" tanya Sinta.

   " enggak kok. Aku cuma tiba-tiba keinget pertama kali kita ketemu."

   " ngomong-ngomong. Raka aneh ya kecilnya, dia bilang mau jadi temenku tapi ngak tau masalahnya." jelas Sinta takjub dengan sikap Raka kecil.

   " iya,hahahahha." tawaku.

   " kamu masih ingat ngak sama Catya?" tanyanya.

   Deg. Si perempuan itu lagi, mungkin ini berlebihan mendengar namanya saja aku muak.

   " kemarin aku lihat dia jalan-jalan di deket sini sih, tapi ngak tau juga. Mungkin salah lihat." jelas Sinta, ia tau jelas perasaanku ke Catya dan itu sama persis dengan dirinya.

   Yaitu perasaan kesal yang berkabut-kabut.

........................................................................

   " Wah, ada Sinta. Mau main ?" tanya riang mamaku melihat aku masuk rumah bersama Sinta.

   " iya tante. Maaf ,kalau nganggu." ucap Sinta merasa bersalah walaupun satu-satunya rumah yang terbuka padanya hanyalah rumah sahabatnya ini.

   " ke kamarku langsung yuk!" ajakku.

   " jangan lupa nanti turun buat makan!!" teriak mama dari bawah.

   " kamu mandi dulu sana gih!" pintaku seraya merebahkan badan di kasur.

   " iya-iya." pergi Sinta membawa handuk dan baju baru yang dibawanya.

   Handphone Sinta bergetar. Aku mengambilnya, aku tak berniat membukanya namun ada yang menjanggal dari pesan masuk.

   Aku memastikan Sinta sudah masuk kamar mandi, lalu membukanya dengan hati-hati.

........................................................................

   IBU: jangan kabur lagi kamu!!"(17.00)
   IBU: kalau nanti gak pulang, kuberitahu ayahmu!!"(17.00)

........................................................................

   Seketika bulu ku berdiri, pesan dari ibunya seraya memaksa Sinta pulang segera.

   Aku merasa kasihan kepada Sinta, setiap ia pulang, ia akan disuguhi pemandangan ibunya yang tak kapok-kapoknya mabuk. Adiknya, Satya kadang-kadang takut dengan sikap ibunya sendiri.

   Sinta sangat menghormati dan menyayangi ayahnya, menurutnya ayahnya saja yang memperhatikannya. Walaupun tak banyak kasih sayang yang diberikan ayahnya. Ia tau ayahnya kerja keras untuk masa depan yang lebih baik.

   Makanya kenapa Sinta selalu berusaha untuk membahagiakan ayahnya. Tapi melihat kelakuan ibunya membuat semangatnya meredup.

   Aku segera mengembalikan handphone milik Sinta dengan serapi sebelumnya. Dan bersikap biasa.

   " aku sudah. Gantian kamu!" suruh Sinta keluar dari kamar mandi.

   " oke." aku segera masuk.

........................................................................

   " ema, kamu tadi buka pesan ku?!" tanyanya menakutkan.

   " eh." kagetku.

   " jawab aja."

   " maaf aku kira tadi pesan penting." jawabku cengar.

   " orang kaya' gitu penting." ucanya muak.

   " ish, kamu ngak boleh kaya' gitu. Dia itu masih ibumu."

   " tapi kelakuannya itu loh. Aku dah ngak kuat." isaknya.

   " kan ada aku, Raka, sama masih banyak lagi orang yang peduli kamu." jawabku mengelus-ngelus punggungnya.

   " tau ngak? Kenapa ibuku bisa kaya' gitu??" tanya nya malas.

   Aku tak berani menjawab.

   " dulu ibuku itu baik. Tapi semenjak gila dengan barang-barang mewah, dia berubah. " tangis Sinta.

   " aku takut Ma, cuma ke rumahmu yang terbuka untukku!."

   " udah-udah... Makan yuk!!" ajakku menghibur.

    Sinta mengangguk, sesekali ia menghapus air matanya.

........................................................................

   Aku tak bisa berbuat apa-apa untuknya.

   " semoga kamu baik-baik aja!!" batinku menghela nafas selagi berdoa.

   " ya ampun!! Aku lupa." teriakku kaget.
.
.
.

   " pertandingannya Raka!!"

Perasaan yang TerbenamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang