Raka Budi Wijaya.
Seorang laki-laki yang selalu ku harap.
Perasaan ini menyiksaku, terlalu malu untuk mengungkapkannya dan serasa fatamorgana bagiku.
terlalu lama memendam,seolah perasaan ini dipaksa terbenam dari hatiku.
.
.
.
.
.
the first story b...
Segera ku berlari menuju kelas Raka. Sesampainya di sana ternyata kelas sudah di mulai.
Ku ketuk pelan jendela kelas berharap Raka tidak sengaja melihatku.
" kamu ngapain di sini?!" bisik Raka keheranan menyadari aku di luar.
" pak! Saya izin ke kamar mandi." ujar Raka kepada pak guru di depan.
" boleh, jangan lama-lama." izin pak guru.
Raka segera keluar kelas, menghampiriku yang diluar.
" Raka!! Kamu lupa ya ada tanding basket sama adik kelas yang tempo hari itu." jelasku bimbang.
" Aduh! Aku juga lupa lagi. Tapi, tenang nanti sore ada latihan basket kok." ucap Raka memberi solusi.
" ah, akhirnya bisa tenang aku." aku menghela napas.
" SIAPA ITU YANG BERISIK DI LUAR KELAS!!" teriak keras pak guru yang mengajar di kelas Raka.
"RAKA DAN EMA CUCI MOBIL SEKOLAH SEKARANG!" teriak pak guru mempergoki kami berdua.
" iya, pak." jawabku pelan seraya pergi melaksanakan hukuman.
. . . " wah. Ema ni buat masalah aja." ketus Raka sebal saat membersihkan mobil sekolah.
" ish, ini juga gara-gara kamu. Yang lupa pertandingan penting itu siapa??!" ujarku ikut sebal.
" rasakan ini wahai Raka!!" usilku menyemprotkan air ke arah Raka.
" pasukan air sabun. Tembak!" perintah Raka membalas dengan cipratan air sabun yang dibuatnya.
" ahahaa, pasukan air selang jangan kalah. Serang!" balasku.
Siswa yang kebetulan baru di luar kelas bergumam melihat kelakuan kami berdua.
Setelah hampir lima belas menit kami bermain dan membersihkan mobil sekolah, aku pun menganti bajuku yang basah kuyub dengan baju ganti yang ada di koperasi.
" Raka. Kapan -kapan lagi ya!" ajakku senang.
" yah kamu mah enak pas jam kosong. Lah aku punya tugas segunung." sebalnya, tapi raut wajahnya terlihat senang.
" ngomong-ngomong tanggal dua september itu kan ulang tahunnya Sinta kan?! Gimana kalau kita buka toples harapan kita?!" ajakku baru teringat.
" toples harapan yang kita kubur di halaman rumahmu? Boleh juga udah enam tahun, nanti kalo kelamaan bukanya udah kemakan ulet." Raka mengiyakan usulanku.
" kita buat suprise. Nanti biar ku ajak Sinta main ke rumahku, lalu kamu jadi pangerannya yang dampingin Sinta."
" pangeran? Ogah lah masa' jadi pangeran, kalau jadi atlet aku mau." tolak Raka.
" kenapa juga harus pangeran?" tambahnya.
" kamu lupa ya? Sinta itu dulu suka banget sama pangeran-pangeran di barbie." ujarku. . . . "anak-anak. Besok kan hari pahlawan, kalian boleh bercerita, menggambar, atau membawa boneka tentang pahlawan kalian! Jangan lupa ya." ucap bu guru di depan kelas.
" iya bu guru." kompak satu kelas menjawab.
" yasudah. Sampai besok pagi!" ucap bu guru lain menutup.
Keesokan harinya...
Aku membawa gambaranku tentang supergirls. Raka tak luput tentang olahraga, ia bercerita dengan semangat tentang ayahnya yang seorang atlet atletik berprestasi. Sedangkan Sinta, ia mengambar dan membawa boneka pangeran yang seperti di barbie.
" Sinta, pahlawan kamu pangeran?" tanya bu guru.
" iya bu guru. Nanti kalo gede Sinta mau sama pangeran terus." jawab Sinta dengan polos.
" kamu mau menikah dengan pangeran barbie?!" usil Raka dengan santai.
Seketika satu kelas menertawakan pahlawan Sinta.
"Hhuuwehhhhhhh."
Sinta pun menangis keras, Raka di paksa minta maaf oleh bu guru.