12. Friendship

19 7 0
                                    

"Saat gue hanya meminta permintaan kepada orang yang gue sayang, tapi mereka tidak bisa memberikannya walaupun mudah. Setidaknya gue masih punya banyak orang yang gue sayang, contohnya sahabat yang selalu membuat gue tertawa."

~~~

Seperti biasa, gadis mungil itu sudah siap berangkat ke sekolah namun hari ini dia memakai jaket putihnya, gatau juga kenapa.

Saat gue sampai di bawah anak tangga, gue liat ada mamah di depan Tv. Gue berjalan mendeket ke arah mamah namun suara bang Gibran yang tiba-tiba keluar dari kamar, membuat mamah mendekat ke arah bang Gibran. Gue lari ke arah mamah, tapi telat. Mamah sudah meluk bang Gibran.

Nggak jauh dari mereka berada langkah gue terhenti. Ada rasa sesak di diri gue. Ada tiga. Pertama, bener ucapan mamah yang mau pulang. Hanya karena bang Gibran, iya bang Gibran, bukan lo Aleta. Mungkin jika yang sedang berada di posisi bang Gibran itu gue. Apa mau mamah cuti kerjanya?

Kedua, saat gue ingin meluk mamah, mamah sendiri berjalan ke arah yang lain, seakan gue orang yang tak kasat mata. Seakan gue orang yang tak di inginkan di dunia ini. Nggak, gue nggak boleh egois, bang Gibran kangen mamah sama seperti gue kangen mamah, jadi gue nggak boleh ngerusak suasana ini.

Tapi, kenapa terasa sesak? Dan ketiga, saat bang Gibran bilang, lusa dia bakal balik lagi ke Singapore. Seolah gue baru saja menemukan senyuman kecil gue dan langsung kembali hilang lagi.

Saat langkah gue terhenti, bang Gibran melihat gue, menyadari gue. Namun dengan cepat gue langsung berlari ke luar rumah.

Dari kompleks rumah Aleta berjalan, sampai depan halte biasa gadis nunggu taxi online, tapi saat ini dia belum memesannya.

Tiba-tiba terdengar suara klakson motor dari arah belakang gue, dan saat gue lihat. Motornya Raka.

"Pagi.." ucapnya dengan senyum semangat

A L E T ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang