Mereka sudah berkunjung ke Ayam Goreng Mbok Sabar di Jl. Raya Magelang 7, Sleman. Tapi tidak ada yang mengenal nama Lestari di sana. Mereka diberitahu untuk mendatangi pusat rumah makan itu di daerah Jagalan 23 Yogyakarta dan dalam perjalanan menuju ke sana Pak Supangat, pengacara almarhum Mahendra menelepon Abi.
"Kami sedang di Yogya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" sapa Abi dengan sopan.
"Begini Mas Ageng, kebetulan sedang di Yogya bersama Mas Alit, kenapa ndak sekalian melihat tanah tinggalan Bapak yang memang diberikan kepada kalian?"
"Kami tidak yakin punya cukup waktu untuk melihatnya, Pak. Kami harus mendatangai beberapa tempat."
"Tapi Mas Ageng, wasiat kanjeng Romo spesifik sekali. Kalian akan mewarisi tanah itu dan kalian harus melihatnya segera."
"Ada apa di tanah itu, Pak?"
"Ada beberapa bangunan yang dikelola oleh sebuah Yayasan. Itu nanti juga harus diambil alih oleh kalian. Bapak dengar kemarin kalian akan mewakafkan tanah itu, kan bisa sekalian dibicarakan dengan pengelola yang ada sekarang? Bisa ya mas Ageng datang ke sana? Saya akan menelepon mereka agar menunggu."
"Coba Bapak sms saja alamatnya ya Pak. InsyaAlloh jika sempat kami akan coba mampir."
"Baik Mas Ageng. Saya akan sangat menghargainya. Terima kasih."
"Siapa, Bi?"
"Pak Supangat. Dia ingin tahu apa kita bisa sekalian melihat lahan warisan Romo di Yogya. Mumpung kita ada di sini."
"Apa dia tahu kita sedang apa?"
"Kurasa tidak. Tapi suaranya tadi agak mendesak. Mungkin kita bisa mampir sebentar."
"Ck! Bi! Kita gak punya cukup waktu. Kita sudah issued tiket pesawat untuk besok malam, kan?"
"Ya, aku tahu. Eh! Ini sudah di jalan Jagalan?"
"Yup. Itu ... Di kiri jalan. Stop, Bi! Itu rumah makannya!"
Mereka memarkir mobil di dekat jembatan lalu berjalan pelan menuju rumah makan yang dimaksud.
Dibanding dengan yang di Jl. Raya Magelang, Sleman, rumah makan di Jagalan ini kelihatan lebih kuno. Bangunannya juga bangunan lama. Dan ukurannya jauh lebih imut dari restoran yang ada di Sleman.
"Kurasa di sini pusatnya."
"Sepertinya. Tapi kok lebih imut ya, restorannya? Kita tanyakan saja pemiliknya. Tapi perutku lapar Bi. Sekalian pesan saja, ya?"
"Aku ayam gorengnya saja."
"Yah. Of course!"
Setelah makanan terhidang, Abi dan Sean berlomba makan. Ayam gorengnya terbuat dari ayam kampung muda sehingga dagingnya imut dan empuk. Warna ayamnya sendiri tampak kecoklatan dan ada rasa manis legit saat dimakan. Dagingnya pun empuk. Sean memakan ayam bagiannya dengan nasi dan sambal. Sementara Abi hanya memakan ayamnya saja. Karena restorannya masih sepi, mereka sempat mengobrol dengan orang yang menunggu warung.
"Apa bedanya ayam goreng di sini dengan yang di Sleman, Pak?"
"Oh sama saja, Mas. Resepnya sama. Yang di Sleman itu dijalankan oleh salah satu putra. Sekarang memang anak anak mbok Sabar yang mengelola restorannya. Yang di sini dikelola oleh putra sulungnya, mas Bagyo."
"Mas Bagyonya ada? Kami ingin bertemu."
Lalu pelayan itu pamit ke dalam untuk memanggil lelaki berkulit gelap bernama Bagyo yang ternyata lebih tua dari mereka.
"Pak Bagyo, perkenalkan nama saya Wicaksono, dan ini kakak saya Abimanyu. Kami sebetulnya sedang mencari istri saya. Namanya Lestari, anak mbok Saliyem, asli Solo. Apa Bapak kenal dia?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Blue Saphire (Sudah Terbit)
RomanceDr. Satrio Wicaksono adalah dokter ahli bedah jantung anak yang dikenal bertangan dingin. Belum pernah ada ceritanya dia mengalami kegagalan dalam setiap operasi yang ditanganinya bersama team. Pembawaannya periang dan easy going. Sangat suka kegiat...