Malam hari dilewati Abi dengan sangat gelisah. Dia tidak bisa langsung tidur melainkan terus bergulingan di samping Ratri dan membuat istrinya ikut-ikutan tak bisa tidur.
"You look too jumpy, Abi. Gak bisa diam. Ada apa?"
"I don't know, I cannot recognize my own feeling Ratri. Perasaanku campur aduk. Sedih, senang, bingung, marah, kecewa, penuh harap, bersemangat, khawatir, so many feelings at the same time. It confused me! Aku kelihatan lemah, ya?"
Belum pernah Ratri melihat Abi serapuh itu. Suaminya itu, meski usianya agak jauh di bawahnya, tapi pembawaannya selalu dewasa. Cenderung cool. Jauh lebih sabar dan mature dibandingkan Sean yang hanya setahun lebih muda dari Abi.
Melihatnya resah dan tak bisa tidur begini membuat Ratri prihatin. Direngkuhnya kepala suaminya ke dalam pelukannya, lalu diciuminya pipi suaminya dengan penuh sayang.
"Kau masih ingin ngobrol sama Mom?"
"Ya, tapi kita kan sudah ngobrol bareng sepanjang hari tadi, Ratri. Ini juga sudah waktunya tidur kan? Sudah malam sekali pula."
"Mungkin ngobrolnya bisa disambung lagi besok."
"Iya. Aku sudah kasih tahu Ghea, aku cuti dan tak mau diganggu selama satu minggu ke depan. Kita semua akan pulang ke Sentul dan aku akan bisa bicara banyak hal dengan Mom."
"Nah! Itu ide yang bagus. Plus kamu sadar kan, waktu kalian untuk bersama tidak hanya satu minggu tapi untuk selama-lamanya sampai maut memisahkan?"
"Iya. Kita akan keep in touch selamanya dengan Mom. Itu pemikiran yang sangat menyenangkan, Ratri! Tapi aku masih terus merasa cemas. Too excited to sleep. Aku gagal mengelola emosiku. Maaf sudah membuatmu menyaksikan aku yang seperti ini, Ratri!"
"Look Abi, I get it. Aku ngerti kamu pasti excited sekali. Tidak setiap hari kamu bertemu Mom, kan? Setelah sekian tahun tak bertemu? Semua orang akan mengerti apa yang kau rasakan sekarang."
"Kau tidak menganggapku lemah? Aku tidak kelihatan konyol?"
"Apa aku tertawa?"
"Ya, enggak sih."
"Bi, kalau boleh aku beri saran, dari semua emosi yang sedang menyerbumu saat ini, mungkin kita bisa sort it out menjadi dua bagian. Memudahkan kamu mengenali masing masingnya, mengurangi rasa 'penuh' dan 'kewalahan' yang sekarang kamu rasakan."
"Maksudnya?"
"Ya kita bisa sort those emotions you feel now into two. Positif and negatif. Itu salah satu cara untuk membuat hati kita mengerti apa yang sebetulnya sedang kita rasakan. Kurasa bisa mengurangi rasa gugup dan gelisahmu."
"How?"
Ratri tertawa kecil lalu berlari ke meja kerjanya, mengambil sehelai kertas dan ballpoint. Lalu menggambar garis lurus di tengah kertas. Pada sisi kiri dia menulis 'Positive Feelings' lalu di sisi kanan garis dia menulis 'Negative Feelings'. Lalu dia meminta Abi untuk menyebutkan apa saja yang dia rasakan.
Awalnya Abi bisa menyebutkan apa yang dia rasa secara bertubi tubi. Positif maupun negatif, diucapkan secara random, campur aduk.
Lalu perasaan itu dituliskan Ratri sesuai kriterianya. Bingung, misalnya dimasukkan ke sisi negatif. Bersama sama dengan perasan marah, sedih, gelisah, kecewa, khawatir, ragu ragu, dan sakit hati. Bahagia dimasukkan ke sisi positif, bersamaan dengan penuh harapan, lega, bersemangat, bersyukur, dan gembira.
Secara ajaib perasaan penuh di dada Abi menjadi jauh berkurang, dan dia memasukkan kata bersyukur berulang kali ke sisi positif dan membuat Ratri gembira.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Blue Saphire (Sudah Terbit)
RomanceDr. Satrio Wicaksono adalah dokter ahli bedah jantung anak yang dikenal bertangan dingin. Belum pernah ada ceritanya dia mengalami kegagalan dalam setiap operasi yang ditanganinya bersama team. Pembawaannya periang dan easy going. Sangat suka kegiat...