19

420 46 14
                                    

Kayla's POV

Kini aku berada di kantin dengan Daniel dan Corbyn, sepagi ini. Kami sengaja makan di kantin sepagi ini untuk sarapan bersama.

Dari kejauhan samar-samar aku melihat Tiffany sedang bersama teman-temannya sembari membawa nampan berisi makanan. Ia berjalan mendekat, ditengah-tengah ia berbicara kepada teman-temannya lalu ia berjalan mendekati meja kami.

"Hai Daniel!" Ucapnya sembari meletakkan nampannya di meja sebelah Daniel.

"Oh hey." "Boleh aku bergabung denganmu? Kebetulan aku sedang sendirian, rasanya tidak enak jika aku menyantap sarapanku sendiri."

Apa maksud dia mengucapkan kata 'denganmu' itu? Kita disini bertiga, apa dia benar-benar buta? Dan juga apa dia penipu? Aku jelas melihatnya bersama teman-temannya tadi.

"Tentu." Jawab Daniel. Aku membelalakan mata kearah Daniel tak percaya, walaupun Daniel tidak melihat responku.

Aku menendang kaki Daniel dari bawah meja, Daniel langsung melihat kearahku. "Apa yang kau lakukan?" Bisikku padanya sembari menutup wajahku dari gadis itu.

Tiffany tersenyum kearahku. Ia mulai mengomel dan bercerita tidak penting kepada Daniel. Ya, hanya kepada Daniel.

Aku muak, lalu bangkit berdiri dan menarik lengan Daniel keluar dari kantin. "Kay! Daniel! tunggu!" Oh iya, aku melupakan Corbyn.

"Hey, ada apa?" Tanya Daniel ketika aku berhenti di depan kelasnya.

"Kau masih tanya ada apa? Jelas jelas Tiffany hanya berbicara denganmu, kau juga kenapa menurut dengannya?" Tanyaku marah, tapi tidak sampai menyentak.

"Kau cemburu? Maafkan aku, sebenarnya aku tidak tertarik dengan apapun yang ia bicarakan tadi, dia terlalu banyak bercerita, itu membuatku mual." Jelas Daniel.

Aku membuang muka dari Daniel "Kau masih marah? Maafkan aku, lagipula statusku dengan dia hanyalah teman, yang aku sayangi hanya kau Kay."

"Terserah saja."Aku berbalik dan meninggalkan Daniel yang memanggiliku

🌻

Kelasku hari ini adalah olahraga. Kami satu kelas bermain di aula sekolah katena tema olahraga hari ini adalah senam lantai.

Mr.Raymon meminta seluruh siswa untuk melakukan sikap lilin selama 30 detik, dan roll belakang.

"Oh aku tidak bisa roll belakang." Keluhku kepada Corbyn.

"Aku akan mengajarimu." "Benarkah?" Corbyn mengangguk lalu mulai berjalan dan berdiri membelakangi matras.

Ia mulai mengoceh tahap-tahap apa saja yang harus aku lakukan. Begitu juga aku, aku sudah mencoba tetapi tetap saja aku tidak bisa akhirnya aku pasrah.

"Baik buat yang tadi gagal dalam penilaian silahkan berdiri disini." Ucap Mr.Raymon ketika penilaian telah usai.

Aku pun berbaris sesuai dengan perintah Mr.Raymon. Tunggu, hanya aku?

"Tidak ada lagi? Baiklah, untuk Kayla silahkan kamu membereskan semua matras ini ke gudang, yang lain silahkan kembali ke kelas.

Aku langsung mengiyakan ucapannya dan menggulung tiga matras di hadapanku dan membawanya menuju gudang.

Setelah sampai di gudang, aku baru menyadari bahwa gudang sekolahku sangat kecil dan hanya menyimpan peralatan olahraga. Suasana disini pengap, dan ventilasi udara hanya ada satu, itupun ukurannya tergolong kecil.

Aku meletakkan peralatan olahraga yang aku bawa di bawah rak. Aku mendengar suara pintu gudang tertutup, membuatku langsung menoleh.

"Oh tidak." Gumamku dan berlari kearah pintu. Aku mencoba membukanya. Ini terkunci.

Aku membuka paksa tapi tetap saja. Ini membuatku mengetuk pintu itu dengan keras. "Hey! siapa disana?! Buka pintunya!" Teriakku dari dalam.

Samar-samar aku mendengar tawa perempuan diluar sana. "Hey! Ini tidak lucu! Cepat buka!"

Suara tawa itu menghilang, dan aku tetap menggebrak-gebrak pintu. Jelas saja tidak ada yang merespon, ini adalah jam pelajaran, gudang juga jauh dari kelas. Tetapi aku tidak menyerah untuk tetap berteriak untuk meminta bantuan.

Perlahan aku merasa sakit kepala dan badanku lemas.

Tidak, aku tidak boleh pingsan!

Aku terus menggebrak pintu sekuat yang aku bisa dan berteriak meminta tolong.

Siapa saja tolong aku.

Ketukanku mulai melemah, suaraku hampir tak bisa keluar.

Siapa pun, Daniel, tolong.

Hingga pada akhirnya usahaku tetap sia-sia dan semuanya menjadi gelap.

🌻

Aku terbangun di uks sekolah. Syukurlah, terimakasih Ya Tuhan.

"Oh kau sudah bangun?" Aku menoleh kearah sumber suara.

Zach?

"Kau baik-baik saja?" Ia memberiku segelas teh hangat padaku. "Minumlah."

Aku menatapnya tak percaya. "Kenapa?" Tanyanya. Aku langsung mengambil segelas teh dari tangannya.

"Bagaimana kau bisa terkunci disana?" Tanyanya.

"Aku tidak tahu."

"Bagaimana kau bisa tidak tahu? Apa seseorang menguncimu? Kau harus melaporkannya pada tata tertib, agar mereka mengecek CCTV-nya." Ucapnya dengan nada yang sedikit naik.

"Zach, tempat gudang berada di belakang sekolah, dan disana tidak ada CCTV."

"Oh, begitukah?"

Hening, tidak ada yang berbicara lagi.

Aku meminum tehku. "Terimakasih." Ucapku dan Zach melihat kearahku. "Terimakasih sudah menolongku." Lanjutku.

"Tidak apa, aku akan mengurus ini untukmu." Ucapnya.

"Apa?" Ucapku tak percaya.

"Aku akan mencari tahu siapa yang berani melakukan itu padamu."

"A-Tidak perlu, sungguh-" "Lalu kau membiarkannya begitu saja? Kau sampai pingsan dibuatnya, siapapun dia, dia harus diberi hukuman."

Aku terdiam. "Percayakan ini padaku." Lanjut Zach.

Aku masih diam dan menatap gelas berisi teh hangatku yang mulai dingin. "Kau yakin tidak tahu apa-apa?"

Setelah beberapa menit aku terdiam, akhirnya aku menyuarakan sesuatu. "Aku mendengar suara perempuan saat itu."

"Perempuan? Siapa dia?"

"Entahlah, aku juga tidak tahu, tapi aku merasa pemilik suara itu adalah orang yang aku kenal." Kini Zach menatapku penasaran, membuatku melanjutkan kalimatku.

"Itu seperti suara Tiffany."


____

Gais, aku mau publish prolog cerita baruku, tapi aku gabakal ngelanjutin cerita itu sebelum brother tamat, pada mau nggak?:v

Pendek ya? Emang woakwoakwowk

Well, sorry for the typo(s)

✰ 𝐁𝐫𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 ✰ 𝘑𝘔 (DALAM TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang