(Re)ason

17 6 0
                                    

Sofie melangkahkan kakinya tanpa semangat. Rumah yang hanya setapak lagi, terasa sangat jauh. Apalagi mengingat rencana Jihan tadi, membuatnya semakin muak.

Bagaimana jika ia tidak diizinkan oleh orangtua untuk ikut menginap?
Alasan apa lagi yang harus ia rangkai? Ini bukan kali pertama,teman-temannya mengadakan acara. Dan ini juga bukan kali pertama, ia bingung seperti ini.

Bukan apa-apa, Ia hanya tak enak hati untuk menolak ajakan itu lagi dan lagi. Dan yang membuat ia semakin berat, ketika Jihan bilang ini akan jadi kenangan nantinya.

"Assalamualaikum, " kata Sofie sambil membuka pintu rumahnya yang tidak di kunci.

"Walaikumsalam" jawab kedua orangtua dan adik-adiknya yang berada di dalam rumah.

Tak seperti biasa, Sofie langsung menuju kamarnya yang berada di sebelah ruang keluarga.

Kedua adiknya yang sedang menonton pun, heran. Biasanya sang kakak selalu nimbrung dan membuat keributan ketika sampai di rumah.

"Kalian berantem? " tanya Ibu kepada adiknya.

"Nggak kok, " jawab Qahtan yang merupakan adik tertua sambil terus menonton televisi.

"Lah trus kakak kamu kenapa? " tanya Ibu mereka lagi.

"Masalah sama pacarnya mungkin, " jawab adik kedua sofie sambil tertawa girang.

"Apaan sih dek, kek tau pacaran aja" sahut Ayah yang sedari tadi fokus dengan keripik kesukaannya.

"Ssst, udah ah." kata Ibu sambil meletakkan telunjuk nya di depan bibir. Ibu mereka memberi kode agar tidak lagi membicarakan Sofie. Dan bagusnya, semua menurut.

***
Sofie meraih hp nya dan menghidupkan data seluler yang sedari tadi ia matikan. Ketika data hidup, bejibun notif masuk ke hp nya. Bukannya senang ia malah tak karuan.

"OMG! chat grup gue udah rame aja nih, "

"Pasti lagi bahas rencana nginep nih mereka pada, "

Sofie terus meronta di dalam hati.

Sampai detik ini, ia masih belum membaca chat dari keempat temannya itu. Karena 'alasan' yang akan dijadikannya senjata tak kunjung ia temukan.

"Hah! " Sofie mulai emosi. Ia tak tau lagi, alasan apa yang harus ia katakan. Memang sudah terlalu sering ia beralasan. Sampai-sampai otak pintarnya tidak bisa diandalkan.

"Geng, " Sofie mengetik lalu menghapusnya lagi.

Sofie keluar kamar dan memberanikan diri untuk meminta izin kepada orangtuanya.

"Bu, yah, aku boleh nggak nginep di rumah Jihan malam tahun baru? " akhirnya Sofie meluncurkan pertanyaan itu tanpa sadar. Mungkin karena otaknya sudah terlalu buntu.

Ayah dan Ibu Sofie saling menatap. Apakah tatapan itu, adalah secercah harapan untuknya?

Nihil. Keduanya serentak menggelengkan kepala. "Sofie, lebih baik malam tahun baru kamu berkumpul dengan keluarga, " kata Ayahnya. Dan secara tidak langsung itu adalah jawaban dari pertanyaannya.

"Hmm, ok gapapa. Aku ngerti kok. " jawab Sofie sambil tersenyum. Walaupun tidak ikhlas.

"Jangan sedih, nanti malam tahun baru Ibu belikan satu paket pizza kesukaan kamu. "

"Makasih bu" jawab Sofie berjalan menuju kamar.

Menurutnya pizza memang makanan kesukaannya. Tapi persahabatan dengan keempat temannya lebih dari sekedar satu paket pizza.

Apalagi ketika ia sadar, sebentar lagi UN. Itu tandanya waktu bersama sahabatnya akan berkurang. Mulai dengan kesibukan seputar UN sampai kesibukan ketika nanti,akan masuk SMA.  Tampaknya waktu akan terlihat lebih berharga.



Tinggalkan jejak, oke?

About Close Friend (proses)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang