"Tuhan, jikapun senja sudah tak ada,tetapkanlah kami dalam perasaan yang sama."
Silva tersenyum ketika mengingat kalimat puitis itu. Ia sangat senang, bisa menghabiskan senja bersama sahabatnya. Sesudah hari ini, senja akan tetap ada bukan? Tapi, mungkin dengan suasana yang berbeda dan orang yang berbeda.
***
"Kantong kering mah, ini!" Jihan kesal dengan dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia menghabiskan semua uang jajannya."Untuk selera sendiri aja, pelit." timpal Delia ikut kesal.
Jihan selalu saja begitu. Setiap kali uang jajannya habis, karena menuruti nafsu berbelanja sahabatnya.
Ya, Mereka harus berbelanja lagi, setelah menghajar semua cemilan di rumah Jihan. Kalau tidak, mereka akan mati kelaparan di malam tahun baru.
"Tenang han, ntar biar gue yang masak ayam bakar." Lula berusaha menenangkan Jihan. Ia tahu, ini salahnya. Dia lah yang menghasut Jihan, agar menghamburkan uangnya dengan manja.
"Paan lu,nasi udah jadi bubur." kata Jihan sambil memandangi kantong belanjaannya.
Perjalanan menuju rumah, terasa sangat menyenangkan. Berbagai senda gurau,berhasil diciptakan. Tanpa sadar, mereka sampai di tujuan.
Allahu Akbar, Allahu Akbar
Ketika mendengar azan, mereka langsung menghentikan segala bentuk kegiatan. Silva dan Jihan berpacu ke toilet agar menjadi yang pertama.
Sementara, Delia dan Lula masih dengan duduk manisnya menonton televisi. Maklum, mereka sedang menghadapi tamu bulanan.
"Gue udah gak sabar ke Lapangan Kantin nih, pasti rame." kata Lula bersemangat.
"Gue juga, pasti rame la. Orang-orang dari luar kota pasti ngumpulnya disitu." Lula mengangguk setuju.
"Kita bakar ayam dulu. Abis Isya baru ke lapangan." tiba-tiba Jihan menyahut dari kamar.
"Woi, lu shalat apa dengerin gue ngomong?" teriak Lula yang diiringi kikikan oleh Delia.
"Udah siap gue." Jihan keluar kamar sambil merapikan rambutnya.
"Dih,salat nguping." ledek Lula dan Delia lagi.
Tak lama kemudian Silva juga keluar dari kamar tersebut. Dan ikut meledek Jihan. Mereka sangat bahagia bisa menertawai satu dengan lainnya.
Setelah puas menertawai Jihan, mereka pun bersiap-siap untuk bakar ayam.
Silva mulai menyusun tempurung kelapa untuk diminyaki. Lalu, Lula membakar tempurung yang sudah diminyaki tersebut. Beberapa saat, tempurung berubah menjadi arang yamg siap digunakan.
Jihan meletakkan ayam di atas pemanggang yang sudah diisi arang. Sedangkan Delia mengolesi ayam tersebut dengan kuah gulai dan berbagai bumbu lainnya.
"Hm, nikmat." tukas Silva sambil mengembang-kempiskan lobang hidungnya.
"Ntar upil lu jatuh,anjay." kata Lula tertawa dengan bacotannya sendiri.
Silva tak mengacuhkan Lula. Ia hanya tertawa simpul, dan terus mengipas ayam tersebut sampai asapnya melebar kemana-mana. Asapnya saja sudah mampu menaikkan selera, Apalagi ayamnya.
Setelah selesai, mereka membereskan semuanya seperti semula. Jihan menaruh ayam bakar tersebut di bawah tudung saji. Mereka berencana memakannya nanti, sepulang dari lapangan.
Drrrrt drrrrtt
"Hp gue bunyi?" batin Silva sambil mengedikkan bahunya. "Perasaan aja kali, " timpalnya kemudian.
***
"Woi Dicky.""Eh itu, si Nanda."
"Lah itu gengnya Ajel kan?"
Terlalu banyak orang yang mereka kenal di lapangan ini. Mulai dari adek kelas,sampai kakak kelas terdahulu.
Wajar saja,semua orang berkumpul di sini. Lapangan luas yang dipadati berbagai jajanan,berbagai permainan pasar malam,dan dikelilingi pohon-pohon dengan lampu gantung. Terlihat sangat indah dan romantis.
"Lah kita mau duduk dimana ni? Pojok situ ada yang pacaran,pojok sana juga." kata Silva sewot.
"lu mau pacaran juga?" tanya Lula tersenyum jahil.
"Gak la." Silva menjawab dengan kesal. Sementara Lula dan Jihan terus menggodanya.
"Mau gak gue jodohin sama Ryan? Anak basket,keren lagi." tanya Jihan tak bosan merayu.
"Ih,gak." jawab Silva ketus.
Silva selalu jadi sasaran empuk kedua sahabatnya itu. Alasannya, karena Silva baru sekali pacaran, dan sekarang masih saja jomblo. Mereka bilang, ingin melihat Silva bahagia. Namun, bagi Silva mereka lah sumber kebahagiannya.
"Gaes,duduk sini aja." selagi ketiga temannya sibuk menjodohkan Silva, Delia malah sibuk mencari tempat duduk. Nice!
Kali ini, mereka hanya duduk manis di lapangan. Tidak membeli jajanan, apapun. Mereka hanya memamah cemilan senja tadi yang masih banyak tersisa.
Trak tatak tak
Wuiii, dam dam dum
Bunyi petasan dan meracun kian membahana. Dari segala penjuru, berdatangan silih berganti.
"Dua menit lagi, pergantian malam gaes." kata Delia memperhatikan jam buluk yang melingkar indah di tangan kanannya.
Silva tak percaya jika malam pergantian tahun tinggal sebentar lagi. Ia pun mengecek gadgetnya, dan sadar terdapat satu buah pesan.
"Hai gaes, gimana acara kalian? Pasti seruu ya :) selamat bersenang-senang. Love and huge.
Silva menatap lama ponselnya. Ketika ia hendak membalas pesan itu, suara sorakan kian menjadi. Petasan dan meracun tak terelakkan.
Malam tahun baru telah tiba.
Itu pesan dari siapa ya? Dan apa perasaan orang itu ketika pesan darinya hanya di read?
Vote and share :)
Tunggu kelanjutannya :)
KAMU SEDANG MEMBACA
About Close Friend (proses)
Short StoryPeralihan monokrom hidup begitu jelas ketika kalian datang. Dan gelap gulita malam menjadi saksi kalian kembali hilang. Tak perlu aku berkutik untuk membuktikannya karena Alam semesta juga menjadi saksinya.