Vote dulu, Aripin :v
Setelah berleha-leha menikmati malam pergantian tahun, mereka tidak langsung pulang. Mereka berfoto-foto diantara gemerlapnya kota.
Silva memehatikan jalan raya yang dipadati oleh kendaraan roda empat. Kendaraan itu memadati jalan menuju Jam Gadang. Salah satu peninggalan Jepang di kota ini.
Kendaraan yang melintas tidak berasal dari luar kota saja,tetapi juga luar provinsi. Meskipun begitu jalanan masih ramai dan lancar.
***
Tak terasa malam semakin larut. Beberapa orang mulai meninggalkan lapangan yang terletak di pusat kota tersebut. Meski beberapa dari mereka, masih bersantai menikmati jajanan dan permainan."Pulang, yok." ajak Lula berusaha merangkul pundak ketiga temannya.
Mereka bertiga tidak menjawab apapun. Tetapi gerak geriknya terlihat menyetujui ajakan Lula. Karena sekarang langkah mereka berbelok ke Jalan Blaba yang merupakan arah Rumah Jihan.
"Gue udah ngantuk banget, gaes." Delia menguap lebar bak penghisap debu. Ia juga berjalan sempoyongan seperti orang mabuk. Padahal hanya minum teh gelas sisa Jihan tadi.
Jihan membuka pintu rumahnya. Seketika sahabatnya langsung masuk berbondong-bondong.
Delia langsung menuju kamar karena sudah sangat mengantuk. Jihan dan Lula bersandar pada sofa di depan TV. Sedangkan Silva masih saja memikirkan ayam bakar yang sudah dingin.
"Mubadzir kalo gak dimakan." katanya sambil membawa ayam tersebut ke hadapan kedua sahabatnya. "Mau gak? Gue sih laper," katanya lagi sambil memotong daging ayam tersebut kecil-kecil.
"Mau lah." jawab Lula sambil menyambar satu potong dada ayam yang telah dibumbui itu.
Tak kuasa menahan kelezatan yang di perlihatkan keduanya. Jihan pun ikutan makan. Mereka sangat menikmati. Sampai mereka sadar, hanya tinggal satu potong lagi.
"Udah, woi. Si Delia belom kebagian." Lula dan Jihan pun menyengir tak berdosa ketika diingatkan Jihan. Hampir saja.
Habis kenyang terbitlah kantuk. Itulah yang mereka rasakan sekarang.
Silva beranjak dari sofa menuju kamar yang di tempati Delia. Ia memilih sekamar dengan Delia karena dianggap lebih tenang.Sedangkan Jihan masih membereskan sisa-sisa ayam bakar tadi. Setelah itu, ia menyimpan potongan lain di tudung saji.
Setelah beres, barulah ia melangkah menuju kamar. Ia tidur bersama Lula. Karena satu alasan. Mereka sama -sama berisik kalau sedang tidur. Lula suka mengingau sedangkan Jihan mendengkur. Perpaduan yang pas.
***
Sofie memantau layar ponselnya setiap saat. Sudah beberapa jam pesan singkat darinya belum dibalas. Padahal centang dua berwarna biru pada pesan tersebut sudah terpampang jelas. Ada apa gerangan?Ia menoleh ke benda bulat yang menggantung pada tembok kamarnya. "Udah tidur mungkin." batinnya sambil membuang semua pikiran buruknya.
"Mungkin, besok." Ia masih berusaha agar tetap positive thinking.
Sofie berjalan menuju meja belajar dan menaruh ponsel disana. Ia tidak ingin jika harus terkena radiasi dari ponsel tersebut, apabila ditaruh di bawah bantal. Tidak baik bagi kesehatan.
Ia mematikan lampu dan menarik selimut. Ia sudah sangat lelah. Menunggu.
***
Keesokan paginya Silva bangun lebih awal. Ia ingin membangunkan Delia untuk salat subuh. Tetapi tidak jadi. Ia baru ingat, Delia kan lagi halangan.Akhirnya ia melangkah ke kamar sebelah. Tapi apa daya, keduanya masih tidur sangat pulas.
Ia perhatikan kamar itu sudah sangat berantakan. Guling tidak lagi terletak di tempatnya. Selimut menggulung indah di badan Lula. Sehingga Jihan tidak kebagian. Ia pun tersenyum betapa lucu sahabatnya.
Ketika balik dari toilet hendak melaksanakan salat. Silva mendengar ada keributan di kamar.
"Ya, dia gausah nuduh juga anjing."
Lula berbicara sangat kasar dan meninggi.Silva terkejut mendengar kalimat yang keluar dari mulut Lula. Ada apa sebenarnya?
Silva ingin sekali masuk ke kamar dan mengetahui apa yang terjadi. "Ah, salat dulu lah." batinnya kemudian.
Hohoho :v
Apa lagi nih, gaes?
Lanjut baca dongg:))
KAMU SEDANG MEMBACA
About Close Friend (proses)
Short StoryPeralihan monokrom hidup begitu jelas ketika kalian datang. Dan gelap gulita malam menjadi saksi kalian kembali hilang. Tak perlu aku berkutik untuk membuktikannya karena Alam semesta juga menjadi saksinya.