3 # Kembali

14 6 4
                                    

Setibanya Juni di Bandara Soekarno-Hatta, Juni mengedarkan pendangannya keseluruh penjuru bandara. Meneliti satu per satu orang yang berada disana. Mata Juni berhenti saat melihat keluarganya yang sudah menunggu.

"Assalamu'alaykum bi, mi, kak." Juni mencium tangan kedua orangtuanya dan kakaknya.

"Wa'alaykumussalam." Jawab mereka bersamaan.

"Kamu gimana kabarnya nak?" Tanya Siska, ibu dari Juni.

"Alhamdulillah Juni baik mi. Umi sama abi juga baik 'kan?" Juni memastikan kedua orangtuanya baik-baik saja saat ia tinggal pergi selama tiga hari.

"Abang ngga ikut jemput Juni kak?" Tanya Juni pada kakak perempuannya.

"Abang masih ada kerjaan di Bandung. Biasalah orang sibuk." Mereka berbincang sembari berjalan menuju keluar bandara.

"Ah abang terlalu sibuk, sampai-sampai ngga nganterin ataupun jemput Juni. Kapan abang pulang?" Juni memanyunkan bibirnya, tanda kecewa karena abangnya tidak ikut mengantar dan menjemputnya.

"Nanti malam abang pulang. Abangmu itu laki-laki sejati. Abang ngga pernah ingkar janji. Ngga kayak kamu." Timpal Megan, kakak Juni. Kalimat barusan membuat Juni mengernyitkan dahinya.

"Oh jadi kakak ngga percaya sama Juni. Tenang kak, Juni akan tepati janji itu. Janji kepada Juni sendiri, kakak, dan abang." Juni menjentikkan jari kelingking memberi isyarat bahwa ia sudah berjanji.

"Percaya kok." Megan mengaitkan jari kelingkingnya pada jari Juni.

Saat mereka ingin menaiki mobil, Juni hanya memasukan kopernya ke dalam bagasi mobil. Juni tidak ikut naik ke dalam mobil.

"Kalian pulang duluan aja, Juni masih ada urusan sebentar." Juni menutup pintu mobil belakang dengan senyum yang hangat.

"Jangan pulang terlambat Jun. Oh iya undang juga Bulan, teman kamu." Wierya, ayah Juni mengangguk dan mengingatkan Juni agar pulang cepat.

"Iya abi." Mobil yang mereka tumpangi mulai menjauhi bandara, tinggallah Juni sendirian yang dengan sigap mengambil ponselnya, kemudian ia mengirimkan pesan pada seseorang.

Juni memberhentikan taxi, lalu pergi ke tempat tujuannya.

Setelah beberapa menit, akhirnya Juni sampai di rumah dengan pagar tinggi didepannya.

"Eh mas Juni." Seseorang membukakan pagar tersebut saat ada yang memencet bel.

"Iya pak. Bulannya ada?" Juni mengangguk dan tersenyum sopan.

"Waduh mas, Bulannya ndak ada mas. Adanya matahari." Saat mendengar itu, Juni mengerutkan dahi bingung.

"Pak Yono bisa aja. Maksud saya Bulan Aurellia yang cantik itu lho pak." Juni menimpali gurauan Pak Yono yang bekerja sebagai satpam di rumah Bulan. Pak Yono hanya mengangguk dan tertawa. Pak Yono mempersilakan Juni masuk.

Bulan yang melihat Juni sudah datang, ia langsung turun dan membukakan pintu. Tepat saat Juni ingin mengetuk pintu, Bulan sudah membukanya terlebih dahulu.

"Apa kamu merindukanku?" Juni merentangkan tangannya, berharap Bulan menjatuhkan tubuhnya pada dada bidang Juni.

"Tidak." Jawab Bulan dengan nada ketus dan wajah datar. Bulan memang pandai sekali memainkan ekspresi wajahnya. Namun, satu yang Bulan tidak bisa, yaitu marah.

"Kenapa?" Juni tersentak mendengar jawaban Bulan, baginya itu cukup membuatnya yakin bahwa Bulan tidak pernah ada rasa padanya.

"Kamu yang melarangku." Ujar Bulan masih dengan nada yang mengesalkan

Bulan dan JuniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang