Jerat mawar berduri kini musnah
Terbakar dalam jalinan kasih
Kesempatan yang telah kau berikan
Tak akan kusiakan.
Dekap hangat yang menenangkanku di kala gundah
Akan jadi kekuatan
Untuk menghadapi masa depan yang tak tentu
(-)
Dengan mudahnya aku mampu memaafkan Yuda. Selalu seperti ini setiap kali ia melakukan hal yang tidak kusukai. Menyesal, bicara seolah-olah hendak pergi meninggalkanku, dan bersikap seolah akulah orang yang kejam. Setelah itu, entah mengapa, aku selalu luluh oleh ucapannya dan memaafkannya begitu saja. Mengapa aku tidak melepaskan Yuda saja, sehingga aku tidak perlu lagi merasa marah atau sakit hati atas perlakuannya yang seenaknya sendiri? Mungkinkah itu karena perasaanku sudah terlampau dalam padanya? Bagiku, saat ini orang yang kucintai adalah segalanya. Orang yang akan mendampingiku selamanya.
Sebagai permintaan maaf, besok Yuda akan menemaniku seharian, ke mana pun aku pergi. Aku tidak tahu, apakah aku yang bodoh atau dia yang pandai merayu, yang pasti aku kembali ceria dan melupakan hal-hal menyebalkan yang ia lakukan. Akan tetapi, aku yakin akulah perempuan terbodoh, yang jatuh cinta pada pria seperti Yuda, dan aku tidak peduli. Yang kuyakini saat ini adalah perasaanku yang tidak ingin kehilangannya.
Saat ini, meski malam telah larut, aku dan Yuda masih mengobrol di ruang depan. Menenangkan suasana yang sempat tidak enak di antara kami berdua. Setelah berhasil tertawa-tawa kembali, Yuda akhirnya ikut tersenyum.
"Aku suka kalo kamu tertawa. Tolong jangan marah lagi, ya?" katanya, berharap.
Aku memandangnya dengan pandangan lembut. Membuatnya berpikir kalau aku akan menuruti permintaannya itu. Sejujurnya aku juga bermaksud untuk tidak marah lagi, tetapi yang keluar dari mulutku lain.
"Aku nggak marah jika kamu berbuat baik padaku dan orang-orang di sekitarku. Jika nanti kamu membuat keributan lagi, aku nggak akan pernah membiarkanmu hidup dengan tenang. Aku juga nggak akan terjebak lagi oleh tipuanmu untuk meluluhkan hatiku."
Yuda dan aku akhirnya sama-sama tertawa oleh ucapan kami masing-masing. Merasa lucu, padahal itu tidaklah lucu sama sekali. Namun, aku bersyukur kami sudah tidak bersitegang lagi dan mencairkan suasana dengan lelucon-lelucon yang selama dua minggu ini tidak bisa diungkapkan.
(-)
Hubunganku dan Yuda benar-benar membaik. Aku senang karena akhirnya kami bisa menghabiskan waktu bersama lagi. Biasanya aku yang mengalah dan menemaninya ke bar, tempat dia biasa menghabiskan waktu bersama teman-teman berandalannya. Namun, untuk menebus kesalahannya kemarin, Yuda menemaniku berbelanja di sebuah mal yang cukup besar di Jakarta Selatan.
Tak lupa aku mengajak teman-temanku, Chery, Tiara, dan Wulan. Bersama pacar masing-masing, kami berjanji bertemu di mal ini. Aku menunggu mereka di lobi dengan gelisah. Lebih tepatnya penasaran dengan pacar-pacar mereka yang belum pernah kutemui.
"Aahh!! Mana teman-temanmu itu??" protes Yuda setelah setengah jam kami menunggu. Aku melirik ponsel. Jam menunjukan pukul 11.30. Memang terlambat dari waktu yang kami janjikan.
"Sabar, dong, Sayang. Toh hari ini kamu bilang mau menebus kesalahanmu..." kataku, tenang. Tak lama, ponselku berdering. Tiara.
"Hei, kamu di mana? Jadi kan belanja bareng?" tanyaku setelah menekan tombol hijau di ponsel.
"Ah, maaf... Aku nggak bisa dateng. Nggak tau kenapa, perasaanku nggak enak banget...” jawab Tiara.
Dari suaranya, aku rasa dia sedang sakit. Begitu lemah.
YOU ARE READING
The One I Love
RomanceIni adalah kisahku, Riana Anindya. Bukan kisah yang romantis, juga bukan kisah yang membahagiakan. Kisah ini menguak luka di hatiku, tetapi selalu ada kebahagiaan di baliknya. Entahlah.