SENIN (LIMA)

2.6K 516 45
                                    

"Mi, aku..."

Ami menatap bingung sahabatnya yang tiba-tiba mendatanginya dengan muka cemas.

"Iya?"

Putri menunduk, meremas-remas ujung bajunya. Kerutan di kening Ami semakin dalam.

"Kenapa kamu, Put?"

"Mi..."

"Iya, Put?"

Perasaan Ami semakin tidak enak. Jarang sekali sahabatnya tampak sekalut ini.

"Put?"

"Aku sama Theo..."

Hati Ami mencelos. Perasaan tidak enak di hatinya semakin menjadi-jadi.

"Kami jadian."

Ami memejamkan mata. Ada sesak yang menyusup di hatinya.

"Mi, maafkan aku..."

Ami masih memejamkan mata. Sesaknya perlahan berubah menjadi rasa sakit.

"Mi..."

Hampir saja Ami berteriak, meraung, ketika sebuah tangan menarik lembut tangannya. Ketika berbalik, dia menemukan wajah sosok Januar.

"Januar?" tanya Ami bingung.

"Ami, pacaran, yuk?"

~*~

Kembali Ami datang ke kantor dengan muka kusut dan mood yang acak adut tidak karuan. Mimpi aneh semalam masih menghantui pikiran, membuatnya paginya kacau. 

Semua ini salah Januar, kenapa pula lelaki itu iseng melontarkan candaan brengsek soal pacaran?

"Pagi, Ami...whoaaa, kenapa lagi sih kamu? Akhir-akhir ini sering banget datang dengan muka panda gitu? Mata kamu udah macem racoon," cerocos Tarra yang menjejeri langkah Ami di lobby.

"Jangan tanya!"

"Wuidiiiih, pakai judes segala. Salah sarapan? Atau malah belom sarapan?"

Ami mengabaikan celotehan Tarra. Kepalanya terasa nyut-nyutan tidak karuan. 

"Tungguuuu..." Tarra mendadak berteriak ketika melihat pintu lift hampir tertutup membuat Ami spontan menutup telinganya. Namun tak urung wanita itu ikut mempergegas langkahnya.

"Thank...eh Januar. Pagi, Jan," sapa Tarra ketika melihat siapa yang telah dengan baik hati menahan pintu lift untuk mereka.

Sebaliknya, Ami langsung mendengkus. Kalau saja sakit kepalanya tidak terlalu parah, dia pasti akan memilih keluar dari lift  naik ke atas melalui tangga.

"Ga naik tangga?" cetus Januar begitu pintu lift tertutup.

Tarra langsung menoleh, menatap curiga kepada Januar lalu Ami, lalu Januar lagi, lalu Ami lagi.

"Waaah, aku mencium bau-bau perseteruan di sini," gumamnya.

Ami tidak menanggapi, wanita hanya lurus menatap pintu lift, tanpa menoleh sedikit pun kepada Tarra, apalagi Januar. Untung divisi mereka berada di lantai 3 bukan lantai 10. Begitu pintu lift terbuka, Ami langsung berjalan cepat menuju ke kubikelnya. Tarra, yang kurang kerjaan mengekor.

"Kalian kenapa, Mi?" tanyanya.

"Ga kenapa-kenapa. Hush, hush, pergi sana!" jawab Ami seraya melambaikan tangan mengusir Tarra dari kubikelnya.

Bukannya menuruti perintah Ami, Tarra malah mengerucutkan mulutnya.

"Kok aku merasa ada sesuatu terjadi di antara kalian berdua ya?" tanyanya.

Days of Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang