20 menit telah berlalu
"Aduh! Kaki gue udah minta dipijet ini, pegel banget." Ucap Vania sembil menggerutu. Ia sudah berputar-putar di sekolah ini, dan tanda tangan yang di dapat hampir mendekati angka 10. Lebih tepatnya 9 orang sudah mendaratkan tanda tangannya di kertas HVS milik Vania.
Sambil berjalan, sesekali beberapa kakak kelas tampak menggodanya, dengan mengeluarkan jurus gombalan maut mereka. Tetapi Vania hanya diam saja, sambil memasang tampang garangnya, yang membuat nyali lawan jenisnya itu hilang begitu saja.
Tak terasa sudah hampir pukul 12 siang kini. Hari semakin menunjukkan kemarahannya, kala sang mentari berada pada posisi yang tepat. Kulit Vania terasa terbakar, padahal ia berjalan di koridor yang beratap. Belum lagi rasa hausnya di tenggorokan, yang sangat menyiksanya. Ia benar-benar mengutuk pihak OSIS saat ini.
"VANIA!" Ucapan seseorang di belakang Vania mengentikan langkahnya. Vania kemudian memicingkan matanya untuk melihat lebih jelas, apakah di hadapannya ini kaum adam atau sebaliknya.
"Vania! Lu kemana aja sih? Gue capek tau gak muter-muter nih sekolah." Jelas Rara saat ini. Tampak butiran air menghiasi leher dan wajahnya, yang menunjukkan bahwa ia sangat lelah.
"Aduh, kasian banget sih sahabat gue. Sini-sini gue bersihin dulu keringatnya." Ucap Vania sambil mengambil dua buah tisue dari tas nya. Ia kemudian mulai membersihkan keringat milik Rara.
"Lu udah dapet berapa?" Tanya Rara di selah-selah Vania yang membersihkan keringatnya.
"Kurang 1. Ini udah dapet 9. Lu sendiri gimana?" Tanya Vania yang masih fokus terhadap kegiatan nya.
"Udah lengkap dong. Rara gitu loh, selalu menjadi minat kaum adam." Ucap Rara sambil memamerkan kertas putih miliknya, diakhiri senyum sombong di sudut bibirnya.
"Yaudah, temenin gue nyari yang satu lagi ya? Tanggung ini kalo kita misah." Ucap Vania. Ia mengharapkan Rara setuju dengan usulnya itu. Terlebih, ia bisa mengatasi kebosanan yang menjadi musuh pikirannya tersebut.
"Iya-iya, sebagai sahabat yang baik, aku rela kok menemani kamu, kapan pun kamu mau." Ucapan Rara tadi membuat Vania benar-benar membuat Vania jijik. Belum lagi bahasa yang ia gunakan saat ini sangatlah lebay dan jauh dari tingkat kewarasan seseorang.
"Ih! Jyjyque tau gak! Yaudah ayo sekarang temenin gue!" Terang Vania.
"Yaudah ayo."
Kedua sahabat itu berjalan beriringan di koridor sekolah. Sesekali terdengar tawa dari mulut mereka, hingga sepanjang koridor menatap mereka dengan penuh tanya.
'apakah mereka gila?'
'atau saya yang gila karna melihat mereka?'
Vania mengira, begitulah ucapan mereka saat ini.
"Aduh Vania! Gue pengen pipis. Tungguin di sini dong." Ucap Rara, sambil berlari mengikuti petunjuk toilet di dinding sekolah ini.
"Oke, jangan lama." Teriak Vania, ketika Rara mulai menjauh.
Tetapi, pada saat yang tepat sebuah lagu yang tidak asing di telinga Vania terdengar.
Sing me to sleep. -Alan Walker-
Ini memang menjadi kesukaan Vania akhir-akhir ini. Dengan sedikit keraguan, ia mencoba mencari asal suara tersebut. Memang suasana sekarang seperti saat ini sangat sepi, membuat pendengaran Vania menjadi lebih tajam.
Kemudian terpampang sebuah pintu yang sudah rapuh dihadapan Vania. Ada sedikit keraguan di benaknya saat ingin membuka pintunya. Entah atas dasar dari mana, Vania memberanikan diri membuka pintu tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAMUDRA
Teen Fiction#11 in berandalan (15-04-2019) *SAMUDRA ADIJAYA VERNANDO Muka yang tampan, serta hidung yang mancung dan rahang yang tegas tampak menghiasi wajahnya. Ditambah pesona dada bidangnya kokoh dan lebar membuat kaum hawa tergiur-giur. Namun siapa sangka...