Jam menunjukan pukul 09.00, yang artinya sudah 8 jam mereka tertidur setelah mencari Key di penjuru Kota Jakarta dan ternyata ia ditemukan dalam kondisi mabuk di salah satu klub terkenal di Jakarta. Terlihat langit sudah mulai membiru, jalanan di pusat kota sudah mulai memadat, orang-orang sudah sibuk dengan pekerjaan mereka, dan di saat itu juga Sean terbangun dari tidur lelapnya mendahului ketiga sahabatnya. Segera ia bangkit dari kasur lalu membuka gorden kamar Key dan membiarkan sinar matahari masuk ke kamar Key.
Tanpa disadari sinar mahatahari yang masuk tersebut membuat Key terbangun. Ia memegang kepalanya pusing lalu duduk di kasurnya dengan posisi kepalanya yang menyandar. Ia terheran melihat ketiga sahabatnya yang entah dari kapan berada di dalam kamarnya. Sean yang sedari tadi sudah bangun membalikan badannya dan mendapati Key yang sudah terbangun dari tidurnya. Sean pun duduk di sofa yang terletak disamping kasur Key.
"Lu bertiga kok disini? Sejak kapan?" tanya Key yang masih dalam kondisi setengah sadar. Sean terdiam sejenak mendengar perkataan Key.
"Lu kenapa ada di tempat kayak gitu semalem?" Sean menatap tajam kearah Key, seakan-akan ia siap menerkamnya kapanpun ia mau.
"Tempat apa?" tanya Key lirih. Saat ini kepalanya sangat pusing, ia sendiri tidak tau mengapa keadaannya seperti ini.
"Lu gak sadar, lu udah ngerusak diri lu sendiri?" tanya Sean lagi. Mendengar itu, Key hanya terdiam. Ia sungguh tidak ingat apa-apa tentang kejadian semalam. Melihat reaksi Key yang hanya diam, Sean sedikit emosi. Sean berdiri dan memasukkan tangannya kedalam saku celana, lalu ia tertawa sinis.
"Lu tuh gila ya? Kita udah nyariin lu kemana-mana. Kita rela masuk ke klub-klub malem, tempat terhina kaya gitu Cuma buat nyariin lu. Lu ga kasian sama kita, terutama Arel? Dia cewek, dan dia rela ga pulang demi lu. Kita semua khawatir sama lu, tapi lu malah bikin kita kecewa," mata Sean merah, menahan amarahnya. Yang terdengar saat ini hanyalah nafas Sean yang menderu-deru setelah membentak Key tadi. Key benar-benar terdiam. Kepalanya sangat pusing saat ia paksa untuk mengingat kejadian semalam.
"E..emang Arel kenapa?"
PLAK! Tamparan keras mendarat tepat di pipi seorang Keyfano Mahesa. Sang korban hanya meringis pelan sambil memegangi pipinya yang terkena tamparan Sean. Wajah Key yang kebingungan membuat Sean terdiam. Ia yakin betul bahwa Key benar-benar dalam kondisi yang sangat mabuk semalam.
"Terus, alasan lu ke tempat begituan apa?" Sean tidak ada habisnya menghujani Key dengan pertanyaan. Sedikit demi sedikit, kesabaran Key mulai habis. Key sudah terlihat kesal dengan perilaku Sean.
Terdengar tawa kesal dari mulut Key. "Tempat apaan sih?" kali ini, Key berani menatap tajam ke arah Sean. Menangkap tatapan tajam dari Key, Sean menghela nafas, sedikit menenangkan dirinya. "Lu ke klub semalem, lu mabuk dan temenan sama tiga orang ga jelas itu. Dan satu lagi, lu kasar ke Arel. Puas?!" Key terdiam sejenak. Seketika otaknya memutar memori-memori tentang kejadian semalam.
"Kenapa diem? Udah inget?" tanya Sean. "Lu kenapa sih bisa ke tempat kayak gitu?" lanjutnya. Yang ditanya hanya diam, tidak mengeluarkan sepatah kata pun.
"Woy, gua nanya. Jawab kek," kesabaran Sean perlahan habis. Ia sudah tidak tahan lagi. Ia mendekat ke arah Key, lalu mencengkeram kerah bajunya kuat.
"JAWAB ANJIR!"
"BACOT"
"Kenapa harus ribut sih?! Ini masih pagi," Sean dan Key serentak menoleh karena terkejut mendengar suara yang keluar dari mulut Deka. Sean segera melepaskan cengkeramannya dari kerah baju Key lalu berjalan menjauhinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Day to dawn
RomanceArel, Key, Deka, Sean Persahabatan bukanlah hal yang selalu bisa dipertahankan. Entah ruang, jarak, dan waktu yang akan memisahkan. Atau justru orang dalam lah yang akan menghancurkannya. . . . . . Ig : @serendythispoems