DERAP langkah seorang perempuan yang terdengar tergesa-gesa dengan ritme yang cepat itu memecah keheningan koridor sekolah yang lengang. Rambutnya yang panjang itu berayun kesana-kemari mengikuti irama langkahnya. Keringatnya bercucuran membasahi wajahnya. Sesekali matanya melirik-lirik arloji yang melingkar indah di pergelangan tangannya dengan kaki yang terus berlari.
"Sial banget sih gue, hari pertama duduk di bangku kelas dua belas gini malah telat, gak ikut upacara lagiii. Hancur sudah pamor gue di mata adik-adik kelas. Haish, mana koridornya terasa panjang banget ini!" gerutunya sebal.
Perempuan itu adalah Agatha Maheswari. Nama indahnya itu terlihat tercetak rapi di nametag yang terpasang di kemeja putih berbalut almamater merahnya itu.
Sebenarnya, almamaternya itu hanya ia pakai sebagai pencitraan kepada para guru dan siswa baru saja. Ketika matahari tepat diatas kepala nanti, ia akan melepas segala macam atribut yang ia pakai dan hanya tertinggal kemeja putih yang dikeluarkan dari rok merah bata selututnya.
"Ayo, sedikit lagi, Tha─eh? Ngapain tuh Paman Eric di depan pintu kelas gue? Sama─cowok? Murid baru, kah?" Gumamnya berasumsi sendiri. Segera ia hampiri paman angkatnya itu kemudian menyalaminya. Sekilas informasi, Pamannya yang satu ini termasuk salah satu anggota keluarga yang tidak membencinya. Ia bersyukur.
"Hai, Paman. Ini ada apa ya?" Tanya Agatha penasaran.
Paman Eric menoleh dan tersenyum, lantas bergedik. "Lihat saja sendiri, kau akan tahu." Ujarnya seraya menunjukkan sesuatu dengan dagunya. Agatha pun lantas mengikuti arah gerak dagu Pamannya itu.
Terlihat seorang laki-laki yang berdiri tegap menghadap seluruh siswa seraya memperkenalkan dirinya. Agatha mengangguk paham.
"Murid baru ya─HAH?!" Agatha terpekik kaget. Ia mempertajam penglihatannya dan berusaha meyakinkan bahwa apa yang ia lihat saat ini adalah benar.
Lelaki itu─Agatha mengenali dia. Dia adalah lelaki yang ia pinjamkan payung dan yang ia temui kala ia membeli martabak di depan rumahnya.
Dia Stev.
"Paman, namanya Stev bukan?" Tanya Agatha memastikan. Dari wajahnya yang datar, dingin dan kaku itu, Agatha sangat yakin itu Stev. Wajahnya itu sangat khas sekali, khas orang kutub.
Pamannya pun sontak mengernyit bingung. "Kau mengenalinya?" Tanyanya.
"Tidak, hanya saja aku pernah bertemu dengannya sebanyak dua kali." Jawab Agatha seraya menggeleng.
Paman Eric mengulas senyum menggoda membuat Agatha bingung. "Ada apa, Paman?" Tanya Agatha polos.
"Bertemu sebanyak dua kali? Kau menghitung berapa kali kau dan dia bertemu, mmm?"
Agatha mengangguk kikuk. "I-iya. Ke-kenapa memangnya, Paman?" Tanya Agatha benar-benar dibuat bingung.
"Cieee . . . itu tandanya kalian jodoh. Dan kau, benar-benar memikirkannya dengan menghitung berapa kali kalian bertemu, ihiii...," goda pamannya seraya tersenyum jahil.
Sementara Agatha melotot tak terima. "Apaan sih, Pamannn..." rengek Agatha sebal seraya mengerucutkan bibirnya.
"Permisi, Pak. Apa ada keperluan lagi?" Tanya guru yang sepertinya merupakan wali kelas Agatha di kelas barunya itu─dengan sopan.
Paman Agatha itu mengangguk jahil. "Sepertinya dia juga merupakan murid baru," cibir Pamannya pada keponakan angkatnya.
Sementara Agatha terkekeh kikuk seraya menatap wali kelasnya dengan gugup. "Iya nih bu, murid baru datang setelah bel berbunyi, maksudnya." Balas Agatha membuat Paman angkatnya itu terkikik geli.
KAMU SEDANG MEMBACA
I, You & Rain
Teen Fiction☔Blurb : Ini kisah tentang aku, kau, dan hujan yang menjadi saksi bisu pertemuan kita yang dipertemukan oleh Tuhan untuk pertama kalinya. Ini kisah tentang aku, kau, dan hujan yang meluruhkan semua beban yang ada. Ini kisah tentang aku, kau, dan huj...