☔ PROLOG ☔

93 26 0
                                    

RINTIK air yang deras dengan kilat menyambar-nyambar serta angin yang bertiup dengan hebatnya melanda kota, membuat sebagian orang pasti memilih untuk berteduh sejenak. Tapi tidak dengan seorang lelaki berjaket yang tengah menuntun sepedanya itu. Dengan jaket yang basah, laki-laki itu tetap tidak berniat berteduh. Sepertinya ia sudah terbiasa terguyur hujan.

Laki-laki itu mengeratkan jaketnya ketika hujan semakin lebat. Ban sepedanya bocor, ditambah ia memiliki trauma mengendarai kendaraan apapun ketika hujan, membuatnya terpaksa kembali ke kost kecilnya dengan berjalan kaki seraya menuntun sepeda tuanya.

Tujuan laki-laki itu hanya satu, cepat-cepat pulang dan terbebas dari rintik-rintik hujan ini. Semakin cepat pulang dan tidak menunda waktu dengan berteduh, semakin bagus baginya.

Sesaat kemudian, langkah kakinya terhenti kala air yang turun dari langit itu tidak membasahinya lagi. Apakah hujan telah berhenti?

Mendongak, lelaki itu hendak melihat kearah langit, untuk memastikan apa yang terjadi. Namun, kala ia mendongak, bukan langit penuh gumpalan awan kelabu yang ia dapat, melainkan sebuah payung berwarna kuning cerah memayungi dirinya.

Dahinya berlipat dalam, alisnya terangkat sebelah. Siapa yang memayunginya?

"Lo bodoh. Lo gila. Bener-bener gila!" Cibir seseorang dari belakang. Suaranya khas perempuan sekali.

Oh, cewek.

Lelaki itu diam. Tidak berniat membalas ucapan perempuan dibelakangnya itu. Ia memilih untuk tidak peduli.

"Lo tuh─ah bener-bener bodoh! Hujan sederas ini, lo terobos? Hei, ini bukan cerita yang ada di novel-novel, dimana kita bisa menari-nari, berjalan, dan menikmati hujan. Yah kalo gerimis sih gak apalah. Tapi, ini hujan badai, woi! Lo bisa berteduh kek, atau─"

"Masalah?" sela lelaki itu ketika tubuhnya sudah menghadap ke perempuan itu. Wajahnya datar, diselipi nada dingin dan tatapan tajam. Sepertinya, lelaki itu jengah dengan omelan perempuan berambut cokelat di hadapannya ini.

Perempuan itu terdiam beberapa detik, kemudian mendengus sebal. "Dasar, dikasih payung malah dibalas seperti ini. Dih, mana sudi gue kalo lo-nya kayak gini! Masih mending gue payungi lo, eh gak tau terimakasih!" Gerutunya.

"Emang gue minta?" Tembak lelaki itu dengan dingin membuat keberanian perempuan itu menciut. Ia terdiam, sedetik kemudian ia melenggang pergi dengan payung yang ia lempar begitu saja ke jalanan beraspal.

Lelaki itu menatap payung kuning yang tergeletak di jalanan itu lamat-lamat dengan bingung. Perempuan itu menyuruhnya untuk berteduh, mengomelinya tentang tidak baik hujan-hujanan, tapi dia sendiri──

Dasar cewek bodoh.

Lelaki itu meraih payung kuning itu, menutupnya, kemudian meletakkannya di keranjang sepeda, tanpa berniat memakainya. Setelah itu ia tuntun sepedanya lagi, menuju ke tempat ia sudah beberapa tahun ini bernaung dan melindunginya dari segala cuaca yang ada.

***

Suara langkah kaki yang menghentak-hentak dengan kerasnya memecah keheningan kamar bernuansa biru langit milik perempuan yang baru saja bertemu dengan lelaki penghancur suasana hatinya. Menggeram sebal, sesekali membanting-banting bantalnya ke lantai tanpa belas kasih. Ia membayangkan, bahwa yang ia banting sekarang adalah lelaki yang baru saja ia temui tadi.

Bayangkan, perempuan itu rela basah kuyup demi lelaki itu, namun lihatlah balasannya! Suasana hati yang memburuklah yang ia dapatkan. Benar-benar menyebalkan! Lebih menyebalkannya lagi, mengapa dirinya peduli dengan lelaki tadi?!

I, You & RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang