BERDECAK kesal dan mencak-mencak tidak jelas, ternyata bu Emma menyuruh Stev dan Agatha untuk mencatat sekaligus menghukum siswa-siswi yang datang terlambat selama satu hari saja karena tugas itu akan diadakan bergilir dari setiap ketua dan wakil ketua kelas 10, 11 dan 12.
Sebenarnya Stev juga tidak keberatan. Akan tetapi, orang yang menjadi partner dalam mencatat-catat siswa-siswi yang terlambat itu adalah Agatha! Ya, Agatha!
Oh ayolah, mengapa harus cewek itu? Cewek banyak tingkah dengan segala keabsurdannya. Cewek dengan segala omongan yang membuat gendang telinganya seakan mau pecah. Pasti hidupnya selama beberapa bulan kedepan akan dipenuhi dengan celotehan cewek itu.
Ah Stev selalu ketiban sial akhir-akhir ini. Ternyata, Agatha memberikan pengaruh dan aura buruk serta jahat.
Stev terus berjalan tegap menyusuri koridor hingga langkahnya berhenti tiba-tiba karena sebuah amplop merah jatuh tepat di depan kakinya yang berbalut sepatu putih polos itu. Mendongak, Stev celingukan ke kanan dan ke kiri mencari siapakah gerangan yang menjatuhkan amplop dengan hiasan emoji wajah tersenyum berwarna kuning.
Perlahan, Stev buka amplop merah menyala itu dan melihat isi di dalamnya. Sempat berharap bahwa isinya adalah uang, namun nyatanya buka uang yang ia dapat, melainkan surat. Surat dari kertas binder motif bunga-bunga dengan namanya yang tertera disudut. Stev tahu, pastilah pengirim surat ini dari seorang perempuan dan surat ini memang ditujukan untuk dirinya.
Perlahan, Stev mulai membaca surat itu pelan-pelan dengan raut wajah yang masih seperti biasa, datar dan kaku.
To : Stipen / Pano
Halooo :)
Ah iya, pertama-tama, coba tarik dikit kedua sudut bibur lo, biar otot pemberi ekspresi elo tuh ga kaku.
Ah baiklah, langsung ke inti, sepulang sekolah nanti, temui gue di atap. Kalo ngga, gue buat lo misqueen seketika :)
Salam santuy,
Anak Orang
Selesai membaca, Stev remas kertas itu menjadi bentuk tidak beraturan kemudian melemparnya ke kotak sampah seraya mengembuskan napas lelah.
"Dia lagi..."
Tanpa perlu ditulis pun, dia tahu siapa pengirim surat itu.
***
Tepat saat bel berbunyi, dengan semangat, Agatha memasukan buku beserta peralatannya ke dalam tas. Sampai-sampai, ia tidak sadar jika bolpoinnya jatuh dan Febby memberitahunya.
"Pulpen lo jatoh, Wari." Beritahu Febby seraya memungut bolpoin Agatha kemudian meletakannya diatas meja.
Wajah Agatha bersungut-sungut kala Febby memanggilnya 'Wari' dari Maheswari─nama lengkapnya. "Udah berapa kali gue bilang, jangan panggil gue begitu! Ih!" Agatha mencak-mencak.
"Maap hehe, abisnya, enakan manggil elo begitu!" Ujar Febby seraya mengacungkan jempolnya.
"Enak di lo, gak enak di gue!" Agatha membalas dengan mengacungkan jempolnya kebawah.
Febby tergelak. "Hahaha, iyaaa nih iyaaa... enggak lagi," Febby memukul-mukul pundak Agatha saking ngakak-nya dia. Sementara yang kena pukulan hanya memasang wajah masamnya.
"Elo sih, kenapa lo terburu-buru banget untuk pulang? Udah ditunggu gebetan iya kan? Hayo ngakuuu..." cecar Febby dengan berentetan pertanyaan setelah tawanya mereda.
KAMU SEDANG MEMBACA
I, You & Rain
Teen Fiction☔Blurb : Ini kisah tentang aku, kau, dan hujan yang menjadi saksi bisu pertemuan kita yang dipertemukan oleh Tuhan untuk pertama kalinya. Ini kisah tentang aku, kau, dan hujan yang meluruhkan semua beban yang ada. Ini kisah tentang aku, kau, dan huj...